View Full Version
Ahad, 09 Feb 2020

Guru Honorer, Riwayatmu Kini?

 

Oleh:

Sariningsih

 

SEMOGA bukan habis manis sepah dibuang. Nasib guru honorer saat ini berada di jurang yang makin kelam setelah Kementrian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk menghapus tenaga honorer dari seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Keputusan itu sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Deputi Bidang SDM Aparatur Kementrian PAN-RB Setiawan Wangsaatmaja menjelaskan, pemerintah memberikan masa transisi selama 5 tahun, yang terhitung sejak 2018, agar tenaga honorer bisa mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). (detik.finance,2/1/2020).

Penghapusan ini tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para guru tenaga honorer. Pasalnya, sebagian besar dari mereka telah mengabdi bertahun-tahun dan menunggu nasib pengangkatan. Namun justru wacana yang muncuk adalah penghapusan guru honorer. Lalu bagaimana nasib guru honorer? Putuslah harapan mereka untuk memetik hasil dari pengabdian dengan diangkat menjadi ASN. Berdasarkan peraturan, maka untuk menjadi ASN mereka harus mengikuti seleksi PPPK atau CPNS. Sungguh hal ini menjadi berat bagi beberapa guru honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun dan usianya tidak muda lagi.

Di era kapitalisme saat ini, wajar jika pemerintah memberikan kebijakan tersebut. Sebab, dalam asas ekonomi kapitalisme, yang mereka pikirkan hanya keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Walaupun hal tersebut jelas akan memeras rakyat dan merugikan rakyat. Pokok perhatian mereka adalah keuntungan yang sebesar-besarnya walaupun itu hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang saja. Dan rakyatlah yang menjadi korban keserakahan penguasa tersebut. himpitan ekonomi yang semakin sesak, beban kerja yang semakin menumpuk, dan gaji yang tak sesuai dengan beban kerja mereka. Maka tidak heran jika guru yang menjadi salah satu pencetak generasi bangsa pun masih dihitung untung dan rugi. Padahal masa depan bangsa adalah milik bersama dan tanggungjawab utama ada pada penguasa serta negara.

Hal ini sangat berbeda dengan pengaturan di dalam Islam. Islam memberikan teladan bagaiman memuliakan seorang guru. Islam sangat memahami benar bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam kelangsungan hidup suatu negeri. Sehingga dalam aturan Islam, guru memiliki kedudukan terhormat. Negara memberikan penghargaan dengan memberikan kelayakan dan kesejahteraan dalam kehidupannya. Sehingga, guru akan merasa nyaman dalam mendidik generasi.

Negara juga memberikan perlakuan yang terhormat bagi guru. Maka tak heran jika hasil dari peradaban Islam melahirkan intelektual yang memiliki banyak ilmu dan mumpuni dalam keilmuannya serta memiliki akhlak yang mulia. Hal tersebut tidak lepas dari peran guru dalam membimbing generasi. Oleh karena itu, sudah selayaknya mengganti sistem saat ini dengan sistem Islam yang dapat memuliakan guru maupun masyarakat yang lain serta memberikan kesejahteraan bagi umat. Dan yang terpenting, menyelamatkan generasi dari kerusakan akibat sistem yang diterapkan saat ini.*


latestnews

View Full Version