View Full Version
Rabu, 10 Jun 2020

Impor Menggila, Rakyat Merana

 

Oleh:

apt. Meivita Yusmala Dewi, S. Farm., M. Farm.

Ibu, Pengusaha, dan Pemerhati Remaja

           

DI TENGAH kondisi negeri yang dirundung duka akibat terus meningkatnya kasus covid-19, para petani hingga pengusaha dikejutkan dengan fenomena impor yang semakin menggila. Pasalnya, hampir 50 ribu ton bawang putih membanjiri negara agraris ini. Selain itu, Alim Markus, seorang pengusaha besar yang menjadi bos Maspion juga merasakan efeknya, dia menyebut dua dari 90 pabriknya sangat terkena dampak banyaknya barang impor dari Cina (CNBCIndonesia.com). 

Pemerintah Indonesia melakukan impor berbagai produk dengan alasan minimnya produksi dalam negeri dan kebutuhan yang meningkat. Suharno Rusdi, Ketua Umum Industri Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) meminta pemerintah menghentikan impor alat pelindung diri (APD). IKATSI memastikan bahwa produk lokal sanggup memenuhi pasokan APD untuk tenaga medis (Republika.co.id). Klaim rendahnya produksi lokal seringkali dijadikan dalih oleh pemerintah untuk membuka kran impor sebesar-besarnya. 

Tak hanya klaim sepihak yang merugikan rakyat dan menjadikan mereka semakin merana, pelonggaran syarat impor juga menjadi faktor utama penyebab lonjakan impor di bumi pertiwi. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana mencatat, impor bawang putih yang sudah masuk ke tanah air tanpa Persetujuan Impor (PI) mencapai 28 ribu ton. "Jumlah bawang putih yang masuk mencapai 48 ribu ton. Dari jumlah itu, 20 ribu ton memakai PI, sementara 28 ribu ton masuk tanpa PI," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta (Katadata.co.id). Sementara saat bos Maspion menyampaikan keberatan soal besarnya produk China yang memasuki Indonesia. Sayang, usulannya tidak didengarkan, sehingga produknya memiliki saingan berat di dalam negeri sendiri. 

Demikianlah kondisi negara dengan mayoritas penduduk muslim ini, kebijakan yang diambil penguasa bukan untuk menyelesaikan masalah. Namun menambah masalah baru dan membuatnya semakin pelik. Rakyatlah yang menjadi korbannya. Ketergantungan impor menjadikan industri dalam negeri tidak berkembang dan menjauhkan dari kemandirian bangsa. 

Impor yang menggila akan terus menggerus kemandirian negeri ini selama rezim tetap berpegang pada kebijakan ekonomi neolib. Untuk menghentikannya dibutuhkan negara yang punya visi jelas, pemerintah yang berperan sebagai pelayan bukan segelintir pebisnis, serta sistem ekonomi syariah bukan ekonomi yang prokapitalis.

Seyogianya jabatan kepemimpinan dijalankan dengan tanggung jawab dan amanah, bukan dijadikan kesempatan meraup keuntungan demi kelompoknya. Wahai para penguasa, kekuasaan itu adalah amanah yang akan ditanya pertanggung jawabannya. Jalankan amanah itu sesuai perintahNya, niscaya keselamatan dunia serta akhirat akan didapat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.*


latestnews

View Full Version