View Full Version
Senin, 15 Jun 2020

Tapera, Akankah menjadi Solusi atau Beban bagi Rakyat?

 

Oleh:

Surti Nurpita || Alumnus Sejarah dan Kebudayaan Islam, UIN Suka Yogyakarta

 

PENGESAHAN PP No. 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai banyak pro kontra di tengah-tengah masa pandemi ini. Pasalnya rencana pemerintah untuk memungut iuran Tapera ini semakin menyesakkan para pekerja yang sebelumnya gajinya sudah banyak dipotong. Sebelum adanya Tapera, gaji para pekerja sudah terkena potongan untuk beberapa iuran seperti BPJS Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan PPh 21.

Potongan gaji untuk iuran Tapera ditetapkan sebesar 3% dengan pembagian 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5% dipotong dari gaji pekerja. Memang penerapan kebijakan ini tidak serentak pada seluruh pekerja, pada tahap awal pemerintah merencanakan akan memungut iuran dari para ASN, kemudian selanjutnya TNI/POLRI , pekerja di BUMN, BUMD serta pekerja swasta. Tujuan pemungutan iuran Tapera adalah untuk membantu pembiayaan perumahan bagi para pekerja. Namun benarkah iuran ini akan membantu para pekerja atau justru menambah beban para pekerja?

Di tengah himpitan ekonomi pada masa pandemi ini, kehadiran Tapera semakin menambah beban masyarakat. Bagaimana tidak, masyarakat sudah dipusingkan dengan tingginya tarif listrik, naiknya iuran BPJS, tingginya biaya pendidikan dan kini ditambah adanya upaya memotong gaji pekerja. Meskipun dikatakan untuk membantu pembiayaan perumahan, faktanya pemotongan gaji justru akan berdampak pada berkurangnya pemasukan.

Selain itu, penerima manfaat Tapera ternyata harus memenuhi beberapa kriteria tertentu. Sementara pekerja yang tidak masuk kriteria tidak bisa langsung mencairkan dana Tapera sebelum masa pensiun, atau meninggal, atau tidak aktif bekerja selama 5 tahun berturut-turut. Sungguh ini sangat dzalim, sebab gaji pekerja adalah hak milik individu pekerja tersebut. Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga yakni kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu. Salah satu kepemilikan individu diperoleh dari bekerja, dan tentu menjadi hak orang tersebut dalam memanfaatkan harta tersebut.

Islam juga memiliki mekanisme pemenuhan kebutuhan pokok bagi rakyatnya. Kebutuhan pokok individu maupun kolektif akan menjadi tanggungjawab pemerintah. Kebutuhan pokok seperti pangan (makanan), papan (rumah), dan sandhang (pakaian) harus dibantu pemenuhannya oleh pemerintah. Kebutuhan lain seperti pendidikan, keamanan, dan kesehatan pun demikian. Mekanisme pemenuhan kebutuhan ini juga tidak dipotong dari gaji pekerja, tapi harta kepemilikan umum yang dikelola negara untuk kemudian dikembalikan lagi kepada rakyat. Harta kepemilikan umum ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW,

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api".(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Harta kepemilikan umum ini termasuk sumber daya alam dan tambang yang jika dikelola negara akan menghasilkan pendapatan yang besar. Hasil pengelolaan inilah yang akan dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan rakyat, termasuk kebutuhan penyediaan perumahan.

Maka dari itu solusi untuk menyelesaikan masalah perumahan rakyat bukan dengan PP Tapera, melainkan dengan Islam. Islam satu-satunya agama yang juga memiliki solusi atas segala permasalahan manusia.*


latestnews

View Full Version