View Full Version
Rabu, 17 Jun 2020

Menata Moral Pejabat Negara, Dengan Apa?

 

Oleh:

Mahrita Julia Hapsari, M.Pd || Praktisi Pendidikan

 

VIDEO tik tok yang menampilkan Kepala Dinas Pariwisata dan Olahraga, Bondowoso, Jawa Timur, Harry Patriantono, menjadi viral di media sosial (detik.com, 13/06/2020). Video berdurasi 17 detik, diunggah dari akun @ayuismail133, tersebar luas melalui Whatsapp.

Di dalam video tersebut, Harry nampak menari bersama seorang wanita yang diakuinya sebagai teman. Mirisnya, kantor dijadikan setting pembuatan video tiktok tersebut.

Setelah viral video tersebut, Harry meminta maaf dan mengaku khilaf. Dia juga mengaku video tersebut hanya untuk hiburan. "Saya tidak dalam keadaan mesum, tidak dalam berangkulan, cuma buat TikTok saja." ujarnya (banjarmasinpost.co.id, 13/06/2020).

Ketua DPRD Bondowoso Ahmad Dhafir menilai video TikTok itu secara etika kurang pantas. Apalagi sampai menari-nari berdiri di atas meja, properti kantor. Dan label pejabat yang disandang Harry, tak etis melakukan hal seperti yang ada di video viral.

Harry bukanlah orang pertama yang melakukan hal yang tak selayaknya diperbuat oleh seorang pejabat. Sudah sering kita membaca berita tentang perbuatan pejabat yang kurang beretika. Bahkan lebih dari itupun ada. Seperti tertangkap saat nge-fly, ngamar dengan bukan pasangan sah, menerima sogokan, hingga korupsi. Maka perlu kita berikan usulan untuk menata kembali moral pejabat.

Pertama, pembinaan intensif. Ternyata tak cukup dengan pembekalan prajabatan yang sekali seumur hidup. Perlu ada pembinaan intensif. Dibina dengan agama yang dianut oleh pejabat.

Jika dia muslim, maka dibina dengan aqidah Islam. Dibangun kesadaran dirinya bahwa dia adalah hamba Allah Swt. yang tugasnya menyembah Allah. Menghadirkan Allah dalam setiap aktivitas kehidupannya. Memiliki koneksi akhirat. Berhati-hati dalam segala perbuatan dan ucapan karena semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak.

Hal tersebut diberikan dalam bentuk pembinaan, bukan sekedar pengajian. Pembinaan artinya, akan ada perubahan sikap dan mental sesuai dengan tujuan pembinaan. Perlu intensif, atau rutin, bisa seminggu sekali. Sehingga bisa mencetak pejabat yang berkepribadian Islam.

Kedua, membuat lingkungan kondusif untuk bekerja. Adanya tugas dan job description yang jelas membuat pejabat atau aparatur negara bisa bekerja dengan maksimal. Sehingga tak memiliki waktu luang yang bisa menyebabkan seseorang lalai dan melakukan sesuatu yang unfaedah.

Menciptakan lingkungan kerja yang profesional. Saling berlomba untuk meningkatkan kompetensi diri. Menjaga kehormatan diri dengan mengatur pergaulan dan menjaga sikap.

Ketiga, ada sanksi tegas. Agar tidak terulang kembali perbuatan tak beretika seorang pejabat atau aparat negara, perlu disediakan sanksi yang tegas. Yang memberi efek jera pada pelakunya juga mencegah orang lain melakukan perbuatan serupa.

Keempat, perlu peran negara untuk mengatur arus informasi dan teknologi, termasuk aplikasi semacam TikTok. Jika sekiranya suatu aplikasi hanya membuat penggunanya lalai dari mengingat Allah, lebih baik diblokir dan tak diijinkan untuk dipasarkan di dalam negeri.

Peradaban kapitalisme telah melahirkan individu yang sekuler dan liberal. Beragama hanya parsial, hanya perkara ibadah saja, tapi mencampakkan agama dalam kehidupan. Ibadah ritual semacam shalat dan puasa rajin, namun maksiat yang lain juga jalan.

Paradigma liberal membuat individu merasa berhak melalukan apapun selama tidak mengganggu orang lain. Meskipun perbuatan tersebut sudah melanggar etika dan moral. Kebebasan berpendapat dan bertingkah laku dalam peradaban kapitalisme memang dijunjung tinggi dan dijamin pelaksanaannya. Wajar jika menjamur perbuatan yang membuat kita mengelus dada dan beristighfar.

Hanya peradaban Islam yang mampu menjadikan manusia seutuhnya. Manusia yang memahami hakikat diri. Yang berhati-hati dalam bertingkah laku. Adanya koneksi kehidupan dunia saat ini dan kehidupan akhirat, menjadikan seorang muslim akan berpikir sebelum bertindak. Standar pemikirannya adalah ridho Allah.

Jadi, dalam peradaban Islam, takkan lahir pejabat yang tak memiliki etika hanya demi mencari hiburan. Karena hiburan sesungguhnya bagi seorang muslim adalah bermunajat pada Allah di sepertiga malam. Wallahu a'lam.*


latestnews

View Full Version