View Full Version
Rabu, 19 Aug 2020

Film Jejak Khilafah di Nusantara dalam Sorotan Kemerdekaan

 

Oleh: Dessy Fatmawati

Film tidak hanya sekedar hiburan, sama halnya dengan sejarah. Ia tak cuma sekadar dokumentasi masal lalu. Dalam khazanah Islam, sejarah adalah tsaqofah. Dimana tsaqofah ini menjadi ma’lumatul sabiqah (informasi terdahulu) yang menjadi satu dari empat faktor proses berfikir.

Di ulang tahun kemerdekaan Indonesia ada dua persembahan yang viral yakni terbitnya uang pecahan khusus Rp 75.000 dan tayangnya film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN). Hanya berjeda 3 hari tentu dua peristiwa ini sukses menyedot perhatian masyarakat.

Mentargetkan 2 juta penonton terdaftar, film JKDN akan menjadi event ke-Islaman digital terbesar ditahun 2020. Sekaligus menunjukkan bahwa adanya pandemi covid-19 tidak menyurutkan anemo umat Islam untuk turut memperingati 1 Muharam 1442H.

Menuai Pro dan Kontra 

Sesuatu yang besar tentu akan menghasilkan gejolak yang besar. Meski acara peringatan 1 Muharram yang dipersembahkan oleh ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia tidak terpublikasi di kantor berita mainstream, gema yang dihasilkan dari publikasi di media sosial tak bisa dibilang kecil.

Mengingat Indonesia memiliki 171,2 juta pengguna internet, 160 juta diantaranya adalah pengguna aktif media sosial  yang 83%-nya dalah pengguna Whatsapp (detik.com). Maka tak heran absennya kantor media mainstream dalam memeriahkan acara pemutaran film JKDN tak berarti banyak.

Film ini bisa dibilang anti mainstream. Bermula dari karya akademis, film ini menyajikan banyak fakta yang hampir-hampir bertolak belakang dengan apa yang diyakini oleh bangsa Indonesia terkait Islam, penjajahan Barat, Turki Ustmani dan khilafah.

Patut diapresiasi, panitia mengerti betul timing penayangan film pada saat masyarakat cukup literasi akan khilafah. Bandingkan jika film ditayangkan pada saat masyarakat belum bisa membedakan dengan baik kosa kata khilafah, khalifah dan khilafiyah tentu film ini hanya akan menjadi tontonan biasa saja.

Perlu diingat, Indonesia memang di tengah pergulatan menghadapi pandemi covid-19. Disaat yang sama juga terjadi puncak-puncak penentuan pergulatan ide kapitalisme versus Islam politik. Maka, pengaruh politik akan film ini tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Jonathan S. Landay melaporkan pada 13 Januari 2005 mengatakan, “There is a substantial risk that broad Islamic extremist movements akin to al-Qaida will merge with local separatist movements,” it continued. The spread of radical Islam beyond the Middle East will be made possible by global communications. (The report presented one scenario, dubbed “The New Caliphate,” in which an obscure Islamic cleric emerges to lead a worldwide Islamic movement.)

Jika laporan NIC pada tahun 2004 tentang akan adanya the Caliphate menjadi menjadi tumpuan harapan kamu muslimin. Maka film ini menjadi daya dorong pelesat (katalis) dalam dakwah menuju penegakan institusi pemersatu kaum muslimin sebagaimana yang telah dilaporkan oleh NIC.

Dalam konteks kemerdekaan, memang benar kita telah merdeka secara fisik sejak tahun 1945. Namun diyakini juga bahwa kemerdekaan yang kini dikecap oleh bangsa Indonesia tak lebih dari kemerdekaan semu sebab masih terbelenggu dengan ide, pemikiran dan sistem warisan penjajah. Dan kehadiran Khilafah menjadi lentera penerang satu-satunya yang mampu membawa kaum muslimin merdeka sepenuhnya dari penghambaan pada ide-ide rusak buatan manusia.

Sedangkan pihak yang kontra, kemerdekaan yang kini dimiliki Indonesia telah final demikian pula dengan sistem yang diterapakn. Maka penayangan film ini sebisa mungkin dicekal jika tidak diturunkan semaksimal mungkin gema pengaruhnya di khalayak luas. Barat telah lama dikenal menggunakan strategi politik belah bambu sebagai tersaji dokumen kajian teknis Civil Democratic Islam oleh Rand Corporation, menerjunkan tekanan melalui tangan kaum muslimin sendiri yang telah masuk kalangan modernis dan liberalis.

Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu

Kegaduhan tak luput mewarnai suasana menjelang penayangan film ini. Ramai-ramai beberapa pihak melakukan konfirmasi ‘cuci tangan’ untuk menyelamatkan kedudukan di hadapan Barat. Disusul dengan bullying netizen Indonesia yang dikenal ‘garang’, lengkap sudah upaya membungkam acara ini. Tak cukup di situ, banned rerhadap tayangan trailer fim JKDN di youtube pun dilakukan.

Terlepas dari pro dan kontra, film ini menjadi titik lompatan baru dalam perkembangan khazanah Islam terkait Islam politik khususnya terkait konsep khilafah yang berkelindan deras di bumi pertiwi. Hanya waktu yang akan menjawab, dan waktu yang terlewati hingga keputusan Allah tiba akan menjadi ujian bagi kaum muslimin yang beriman dan lonceng kematian bagi segenap siapa-siapa yang menentang-Nya.

“…Kapankah datangnya pertolongan Allah? Ketahuilah olehmu, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (Q.S. Al-Baqarah: 214)‎. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version