View Full Version
Selasa, 22 Jun 2021

Pondasi Negara Idealnya Bukan Pajak

 

Oleh: Rochma Ambarwati

Masyarakat Indonesia kembali digemparkan dengan adanya wacana dari pemerintah mengenai pajak. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menghembuskan wacana pemungutan pajak untuk sektor bahan pokok pangan dan juga kesehatan. Tentu saja, hal ini serta merta mendapatkan tanggapan negatif dari masyarakat.

Bagaimana tidak? Di masa pandemi, tak sedikit masyarakat yang dirumahkan atau dipecat, tak punya pekerjaan, dan sektor usaha juga melesu. Nah ini, pemerintah malah berniat untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai pada sejumlah barang yang awalnya tak terkena PPN. Terlebih, barang tersebut menjadi barang yang amat dibutuhkan oleh rakyat. Sebut saja ada bahan pokok pangan dan sektor pendidikan. Semuanya akan dipungut PPN.

Pemungutan PPN ini tentu saja akan menaikan harga dari produk tersebut. Untuk sembako, jelaslah harganya akan naik karena memang ditambah dengan PPN. Sungguh miris, di saat sebagian masyarakat sedang berjuang sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan utamanya, pemerintah malah akan menaikkan harga kebutuhan pokok mereka. Sekarang saja sudah sulit, apalagi dengan penambahan harga akibat PPN ini.

Negara Berbasis Pajak

Sebenarnya pemungutan pajak seperti ini merupakan hal yang sangat wajar di era kapitalis sekarang. Negara kita menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama negara. Sehingga, pemerintah akan memutar otak untuk mencari pos-pos baru mana saja yang bisa digunakan sebagai pemasukan pajak yang baru. Selain, tentunya memaksimalkan pos-pos pajak yang sudah ada.

Inilah yang menjadikan negara kita menjadi satu negara yang berbasis pajak. Pajak ditarik dari rakyat dengan sugesti bahwa pajak tersebut adalah untuk pembangunan bangsa. Dengan aktif membayar pajak, rakyat dianggap membantu pemerintah dan negara untuk membangun negara ini. Pertanyaannya, apakah memang pajak pantas dan layak dijadikan sebagai sumber utama pemasukan negara? Apakah negara tidak bisa menemukan sumber pemasukan lainnya? Ataukah memang negara kita tak memiliki sumber pemasukan lain tersebut?

Islam tanpa Pajak

Konsep ekonomi Islam tentu amatlah berbeda dengan konsep ekonomi yang ada saat ini, yang notabene menganut sistem ekonomi kapitalisme. Salah satu pilar ekonomi kapitalis menganggap bahwa rakyat adalah konsumen dan negara adalah produsen.

Dalam Islam, pandangan seperti ini tidak akan pernah kita temukan. Negara dan pemerintah memposisikan dirinya sebagai peri’ayah atau pengatur semua urusan rakyatnya. Menjadi tugas dan tanggung jawab dari negaralah untuk memenuhi kebutuhan dan hajat hidup rakyat secara keseluruhan tanpa terkecuali.

Kebutuhan hidup ini menjadi jaminan dalam negara Islam, baik itu dalam hak kesehatan atau pun pendidikan dimana saat ini, dua aspek ini menjadi aspek yang paling ditakuti rakyat karena memang sangat mahal untuk mengaksesnya. Islam memberikan jaminan setiap rakyatnya untuk mendapatkan akses yang mudah dan tepat pada semua layanan umum, termasuk kesehatan dan pendidikan ini.

Lalu, dari mana sumber pembiayaan tersebut? Kita sangat tahu bahwa kedua aspek ini sangat menuntut nilai nominal yang tak sedikit.

Hal ini terletak dari bagaimana Islam memberikan aturan mengenai pengelolaan sumber daya alam dan industri dalam negara. Islam membagi sumber daya dibagi ke dalam tiga jenis yang berbeda, yaitu milik negara, miliki rakyat bersama dan milik pribadi.

Sumber daya milik negara contohnya adalah sumber daya emas, nikel, timah dan yang lainnya. Sedangkan sumber daya milik rakyat contohnya adalah sumber daya air seperti laut, sungai atau danau, serta sumber daya api seperti tambang batu bara, gas alam, minyak bumi dan yang lainnya serta tumbuhan seperti hutan atau padang rumput.  Tanggung jawab pengelolaan ada di tangan negara. Hasilnyalah yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rakyat tadi, misalnya dalam aspek kesehatan dan pendidikan.

Sedangkan untuk industri yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, sebut saja seperti listrik, telekomunikasi, transportasi, dan yang lain, semua hal ini dikelola oleh negara. Hasilnya kembali disalurkan ke rakyat dengan maksimaldan sebisa mungkin dengan gratis. Misal harus dibeli oleh rakyat, tentulah dengan harga yang sangat minim agar tidak membebani rakyat. Negara sekali lagi tidak memposisikan dirinya sebagai produsen. Harga yang harus dikeluarkan rakyat ini dapat berupa cost yang perlu dikeluarkan negara dalam pengelolaannya. Dengan pengelolaan inilah, negara kemudian bisa mengratiskan biaya pendidikan dan kesehatan.

Pengaturan ini tak akan kita dapatkan dalam negara sekuler kapitalis sekarang. Hanya Islamlah yang akan membangun pondasi negara tanpa adanya pajak. Tak seperti saat ini, negara yang kaya namun justru rakyatnya menjadi miskin. Ibarat anak ayam yang mati di lumbung padi. Sungguh sangat miris. Wallahu ‘alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version