View Full Version
Ahad, 12 Dec 2021

Peran Negara dalam Mitigasi dan Managemen Bencana

 

Oleh:

Irma Setyawati, S.Pd || Pemerhati Masalah Sosial

 

DILANSIR dari POROSNEWS.COM – Sekitar pukul 15.00 sore Sabtu 4/12/21 Gunung Semeru erupsi mengeluarkan semburan awan panas, yang mengakibatkan warga sekitar panik berlarian menghindari awan panas tersebut. Tampak terlihat anak kecil yang berlarian dalam suasana sekitar yang sudah cukup gelap tertutupi oleh awan panas dari erupsi gunung tsb, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan, apa tidak ada peringatan sebelumnya? Apa tidak diberlakukan early warning system? Dalam saat-saat darurat seperti ini early warning system sangat penting dan diperlukan untuk menunjang mitigasi bencana demi keselamatan warga sekitar.

Fatmata Juliasyah  Manager Advokasi dan Kampanye DPN KAWALI menyampaikan, tidak adanya peringatan/early warning system pada bencana alam ini menandakan kegagalan sistem mitigasi bencana. “Dalam hal ini BMKG yang memiliki peranan untuk menyampaikan informasi dan peringatan dini kepada instansi, pihak terkait, dan masyarakat berkenaan dengan bencana akibat faktor geofisika pun dapat dikatakan gagal menjalani perananannya. Kegagalan sistem mitigasi bencana ini harus mendapat perhatian dari pemerintah pusat karena ini menyangkut nyawa dan keselamatan masyarakat,”ungkap Fati dalam rilisnya yang diterima Redaksi, 5 Desember 2021 pukul 3 dini hari.

Bencana alam akibat erupsi Semeru menambah panjang daftar kegagalan negara dalam mengantisipasi potensi bencana alam yang hadir bersama dengan kehidupan masyarakat. Keith Smith & David N. Petley dalam buku “Environmental Hazards: Assessing risk and reducing disaster” mendefinisikan bencana sebagai berikut: Disasters are social phenomena that occur when a community suffers exceptional levels of disruption and loss due to natural processes or technological accidents.

Berdasarkan definisi tersbut dapat dipahami bahwa bencana alam sesungguhnya merupakan fenomena sosial akibat peristiwa alam. Tidak semua peristiwa alam seperti gempa bumi atau tanah longsor dapat disebut bencana alam. Namun ketika bersentuhan dengan manusia dan menimbulkan kerugian harta dan jiwa maka itulah yang disebut bencana alam.

Bencana alam yang menimpa manusia merupakan qadha’ dari Allah SWT. Namun, di balik qadha’ tersebut ada fenomena alam yang bisa di hindari sebelum bencana alam terjadi. Dalam suatu kejadian bencana alam ada wilayah yang berada dalam kuasa manusia dan ada  yang berada di luar kuasa manusia.

Segala upaya yang dapat meminimalisir bahkan dapat menghindarkan dari bahaya dan risiko bencana alam inilah yang termasuk ke dalam upaya manajemen dan mitigasi bencana alam. Menyelamatkan diri atau orang lain dari bahaya termasuk dalam kategori ikhtiar (usaha) yang wajib dilakukan.  

Secara teknis, upaya manajemen bencana alam dalam Islam tidaklah banyak berbeda dengan banyak metode yang telah diterapkan saat ini di seluruh dunia. Namun perbedaan dalam memandang sumber pencipta bencana alam, yaitu dengan adanya ketetapan Allah azza wa jalla, mengakibatkan ada sedikit perbedaan dalam langkah awal ketika terjadi suatu kejadian bencana alam, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan khalifah setelahnya,

Umar bin Khattab RA.Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.'' Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!"

Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!"

Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak tinggal diam saat terjadi gempa bumi pada masa kepemimpinannya. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, Amma ba'du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya."

Langkah awal yang dilakukan ketika terjadi bencana alam ialah bertaubat sambil mengingat kemaksiatan apa yang dilakukan sehingga Allah menurunkan bencana alam tersebut kepada suatu kaum. Hal ini juga menjadi penjaga kesadaran dan kondisi ruhiyah masyarakat, khususnya yang berada pada daerah rawan bencana alam untuk senantiasa menjaga ketaatan pada syariah dalam lingkup individu dan masyarakat, karena bencana alam dapat datang sewaktu-waktu dan memusnahkan setiap orang yang berada di daerah tersebut baik yang taat pada syariah  maupun ahli maksiat.

Langkah berikutnya adalah melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan yang dilakukan untuk mengantisipasi peristiwa bencana alam. Perspektif pembangunan Menurut ADPC Primer Team (2005), mitigasi merupakan tindakan-tindakan struktural dan non-struktural untuk membatasi dampak yang merugikan dari bencana alam, degradasi lingkungan, dan bencana alam teknologis.

Mitigasi struktural ialah tindakan – tindakan struktural berkenaan dengan berbagai konstruksi fisik untuk mengurangi atau mungkin menghindarkan dampak bencana alam, yang mencakup tindakan – tindakan rekayasa dan konstruksi tahan-bencana alam, bangunan, pelindung dan prasarana lainnya.

Mitigasi non-struktural ialah tindakan-tindakan non-struktural berkenaan dengan kebijakan, kesadaran, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta metode dan praktik operasional, yang mencakup mekanisme partisipatori serta persediaan informasi, yang dapat mengurangi risiko dan dampak-dampak yang berhubungan. Mitigasi nonstruktural ini juga mencakup praktik-praktik seperti zonasi lahan, perencanaan penggunaan lahan, perencanaan perkotaan, dan forensic terhadap bencana alam sebelumnya.

Inti dari kegiatan mitigasi ialah untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi kemungkinan terjadinya bencana alam, atau mengurangi efek dari bencana alam yang tidak dapat dihindari. Langkah-langkah mitigasi yang umum dilakukan termasuk dengan menyusun standar minimal bangunan yang tahan bencana alam; memperbarui analisis bahaya dan risiko bencana alam; penetapan zonasi rawan bencana alam dan pengaturan tataguna lahan; menyusun peraturan penggunaan bangunan dan standar keamanan; dan pendidikan masyarakat.

Negara harus bertindak tegas dalam kegiatan mitigasi ini dalam aspek pembangunan infrastruktur maupun bangunan privat serta pengaturan tata guna lahan dalam pemanfaatan lahan yang dapat dijadikan tempat bermukim atau tidak dibolehkan sama sekali. Selain itu, penjaminan atas kerusakan akibat bencana alam juga harus dipastikan, selama standar bangunan dan pemanfaatan lahan ditaati dengan baik.

Selain itu yang harus diperhatikan oleh negara adalah manajemen bencana alam yaitu dengan mengurangi atau menghindarkan dampak kerugian dari bahaya bencana alam, memastikan sampainya bantuan dengan cepat pada korban, mencapai pemulihan masyarakat yang cepat dan efektif. Beberapa hal di atas perlu di lakukan oleh negara agar dampak bencana alam tidak berlarur-larut sehingga menimbulkan penderitaan panjang bagi masyarakat.

Upaya di atas tentu hanya akan terealisasi jika negara meninggalkan konsep untung rugi atau asas manfaat dalam mengurusi urusan masyarakat termasuk pada urusan bencana ini. Sehingga tampak betul realisasi dari mitigasi hingga managemen pra hingga pasca bencana yang di lakukan oleh negara.

Apalagi negara ini sudah sangat akrab dengan bencana alam. Berbagai bencana alam yang dilatarbelakangi kondisi geografis, geologis, dan hidrologis seharusnya mendorong Indonesia untuk membangun ketangguhan dalam menghadapi bencana alam agar tidak selalu memakan banyak korban.*


latestnews

View Full Version