View Full Version
Jum'at, 24 Dec 2021

Ucapan Selamat Natal? Cukup Pahami Makna Toleransi!

 

Oleh: R. Raraswati

Seolah menjadi pembahasan rutin setiap akhir tahun ketika umat Kristiani akan merayakan Natal. Pro dan kontra boleh atau tidaknya umat Muslim mengucapkan selamat kepada hari raya agama lain. Tuduhan intoleran dan  radikalisme disematkan kepada orang yang tidak mau mengucapkan selamat Natal. Pernyataan beberapa ulama yang berbeda-beda membuat masyarakat awam semakin bingung siapa yang akan dianut.

Seperti pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara yang melarang umat Islam mengucapkan selamat Natal. Pernyataan tersebut tertuang dalam dokumen Tausyiah MUI Sumatera Utara Nomor 39/DP-PII/XII/2021 yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Sumut Maratua Simanjuntak dan Sekretaris Umum MUI Sumut Asmuni pada 9 Desember lalu.

"Umat Islam tidak dibenarkan untuk mengucapkan 'Selamat Natal' karena Peringatan Natal sebagaimana disebut dalam fatwa MUI tidak dapat dipisahkan dengan nuansa akidah yang tidak sesuai dengan syariat Agama Islam," bunyi salah satu poin Tausyiah MUI Sumut tersebut.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang dakwah, Cholil Nafis memberikan keterangan resmi kepada CNNIndonesia.com, Minggu (19/12), bahwa umat Islam boleh mengucapkan Selamat Natal bagi umat Kristiani yang merayakannya.

"Saya sendiri berkesimpulan bahwa hukumnya boleh mengucapkan selamat natal. Apalagi bagi yang punya saudara Nasrani atau bagi pejabat di Indonesia yang masyarakatnya plural," kata Cholil.

Dia menilai umat Islam mengucapkan Selamat Natal hanya sekadar memberikan penghormatan kepada kaum Kristiani yang merayakannya. Bukan justru mengakui keyakinannya.

Fakta ini semakin membuat suasana carut marut. Sesama dari MUI memberikan pernyataan yang berbeda. Kondisi ini seolah menjadi program moderasi agama yang digunakan untuk memporak porandakan kerukunan umat. Masyarakat dibuat bingung hingga yang awam asal ikut tanpa cari tahu kebenarannya. Padahal di dalam Islam mewajibkan seorang muslim mengetahui hukum sesuatu sebelum mengamalkannya.

Lalu bagaimana semestinya orang awam menyikapi kondisi ini?

Sebenarnya, kita cukup memahami makna toleransi dengan benar. Toleransi bukan berarti memasuki wilayah orang lain. Umat kristiani cukup memahami bahwa umat Islam dilarang memasuki wilayah mereka dengan tidak mengucapkan selamat Natal. Begitu pun umat Islam yang tidak pernah membutuhkan ucapan selamat idul fitri dari agama lain. Masyarakat cukup saling menghormati keyakinan masing-masing dengan tidak mengganggu merayakan hari besar umat lain.  

Sudah seharusnya setiap orang menghormati keyakinan (akidah) seseorang dalam beragama. Hal ini karena beragama merupakan hak dasar setiap orang. Bahkan di Indonesia dijamin pada Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 , Pasal 4 dan Pasal 22 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”).

Maka untuk menghadapi suasana seperti sekarang ini, masyarakat tidak perlu bingung. Masing-masing cukup memperkuat akidah/keyakinan. Membiarkan dan tidak mengganggu umat agama lain. namun demikian, sebagai umat Muslim tetap berkewajiban menyampaikan Islam kepada pelaku kebathilan karena mereka mempunyai hak untuk merujuk pada yang haq. Allahu a’lam bish showab. (rf/voa-islam.com)

 Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version