View Full Version
Selasa, 15 Feb 2022

Ambiguitas PTM Terbatas 50%

 

Oleh:

Fita Rahmania, S. Keb., Bd

 

MELONJAKNYA kasus Covid-19 akhir-akhir ini membuat pemerintah di beberapa daerah  menetapkan kebijakan untuk menghentikan kembali kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) bagi siswa. Seperti yang kita ketahui Omicron, varian virus baru Corona resmi memasuki Indonesia pada akhir tahun lalu. Terungkap sumber kasus tersebut berasal dari warga negara Indonesia (WNI) dari Nigeria yang tiba di Indonesia 27 November 2021.

Penambahan kasus Covid-19 harian secara nasional terus merangkak naik. Begitu pula dengan kasus kematian. Pada Minggu (13/2/2022), ada 44.526 kasus baru dalam sehari, sehingga secara kumulatif ada 4.807.778 kasus positif Covid-19 di tanah air. Sementara itu, kasus kematian bertambah 111 dalam sehari, sehingga total pasien Covid-19 meninggal dunia yaitu 145.176 jiwa. (kompas.com)

Presiden Joko Widodo, dalam keterangannya yang disampaikan lewat akun Instagram @jokowi, mengatakan, penambahan kasus harian saat ini mendekati puncak kasus pada pertengahan tahun 2021 ketika Indonesia berhadapan dengan gelombang varian Delta.

Pemerintah pun mengambil langkah untuk memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) demi menekan laju penularan virus corona (Covid-19) di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali sejak tanggal 1 Februari yang lalu. Kegiatan PPKM ini akhirnya berdampak pada aktivitas masyarakat, terutama pada dunia pendidikan.

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) seratus persen yang sempat mulai berjalan terpaksa dihentikan. Sekolah-sekolah jenjang SD- SMA sederajat dari penjuru wilayah di Indonesia secara beruntun kembali melakukan kegiatannya secara daring. Sebab, banyak sekolah juga melaporkan siswa dan tenaga pengajar mereka sudah ada yang terjangkit virus corona.

Seperti di Sumatera Utara (Sumut), terdapat temuan kasus Covid-19 yang kian bertambah. Data terbaru, ada 6 sekolah lagi yang menghentikan pembelajaran tatap muka dari sebelumnya ada enam.Kadis Pendidikan Kota Medan Laksamana Putra Siregar dimintai konfirmasi, Senin (14/2/2022) mengatakan keenam sekolah yang menghentikan pembelajaran tatap muka itu, yakni SD Negeri 067245, SMP 1, SMP 3, SMP 10, SMP 21, dan SMP 40. Sejauh ini, Putra belum menjelaskan secara detail berapa jumlah anak didik dan tenaga pendidik yang terkonfirmasi COVID-19 di sekolah tersebut. (detikNews.com)

Namun, kebijakan penghentian PTM 100% ini tidak serta merta diterima oleh semua pihak. Terjadi kebingungan yang dialami para pemangku kebijakan akibat pro kontra penghentian PTM.

Misalnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengusulkan kepada Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan untuk menghentikan PTM 100% di Jakarta. Namun, Luhut  menolak usulan tersebut. Pemerintah pusat meminta pemerintah daerah agar memaksimalkan penerapan PTM terbatas. Akhirnya, Pemprov DKI Jakarta menggelar PTM dengan kapasitas 50%. Durasi belajar dibatasi hanya 4 jam.

Mulai 3/2/2022, pemerintah memberikan diskresi kepada daerah berstatus PPKM level 2 untuk dapat menyesuaikan PTM menjadi kapasitas siswa 50%. Jika ada sekolah di wilayah PPKM level 2 yang merasa siap melakukan PTM terbatas dengan kapasitas 100%, masih diperbolehkan. Alasan pemerintah untuk memberlakukan PTM terbatas 50% adalah karena sektor lainnya bisa dibuka pemerintah daerah secara maksimal sehingga PTM terbatas dapat juga diperlakukan sama.

Akan tetapi, kebijakan PTM terbatas 50% ini ternyata banyak mendapatkan tentangan dari masyarakat, utamanya para wali murid karena dirasa tidak maksimal dan membebani orang tua karena harus mengajari anaknya. Atas respons para orang tua ini, pemerintah menetapkan bahwa orang tua boleh menentukan anaknya mengikuti PTM terbatas atau mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) lagi.

Kebijakan yang ambigu ini jelas akan membuat standar pendidikan menjadi tidak terkontrol karena setiap orang bisa menetapkan sesuai pertimbangannya sendiri. Akibatnya, para siswa yang menjadi korban. Calon generasi masa depan ini akan mendapatkan pendidikan yang berbeda-beda, tergantung pilihan masing-masing. Padahal, pendidikan hari ini sangat menentukan nasib generasi pada masa depan.

Seyogianya, pemerintah bisa bertindak sebagai qawwam (pemimpin) yang mengomandani rakyat dalam pemenuhan hajah asasiyah (kebutuhan pokok) mereka, termasuk pendidikan. Seorang pemimpin siap bertanggung jawab terhadap kebutuhan pihak yang ia pimpin sekaligus siap menanggung risiko atas kebijakan yang ia ambil. Pemimpin tidak boleh berlepas tangan atas urusan rakyatnya.

Ibnu Umar ra. berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya, seorang istri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin akan ditanya (diminta pertanggungjawaban) dari hal yang dipimpinnya.'” (HR Bukhari dan Muslim).*


latestnews

View Full Version