View Full Version
Kamis, 06 Sep 2018

Polemik Vaksin Haram

Oleh: Fatya A P (Mahasiswi Kedokteran Universitas Sriwijaya)

Akhir-akhir ini tengah marak persoalan vaksin yang beredar di pasaran. Vaksin yang di keluarkan oleh Kemenkes di tengarai belum memiliki sertifikat halal.

Hal tersebut membuat bingung masyarakat. Halal adalah standar umum bagi seorang muslim untuk melihat apakah aman atau tidak. Dalam artian, vaksin tidak mengandung zat yang diharamkan dalam Al-quran.

Ketua I PP IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso menyebut status virus Rubella di Indonesia masuk kondisi darurat. Piprim menjelaskan, darurat yang dimaksud bukan berarti penderita Rubella tidak divaksin akan mati. Namun kedaruratan ini untuk mencegah lahirnya bayi-bayi cacat yang bisa menjadi beban negara dan keluarga.

Piprim pun menegaskan vaksin sangat penting bagi manusia. Tidak hanya untuk bayi namun juga anak-anak, dewasa, dan lansia. dikarenakan Vaksin merupakan satu-satunya cara meningkatkan kekebalan spesifik manusia.

Vaksin merupakan suatu zat yang berisi virus atau bakteri yang dilemahkan. Vaksinasi adalah pengobatan. Berobat adalah mandub, bukan wajib. Dalilnya adalah sebagai berikut:

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Anas, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ حَيْثُ خَلَقَ الدَّاءَ، خَلَقَ الدَّوَاءَ، فَتَدَاوَوْا»

Sesungguhnya Allah ketika menciptakan penyakit, Allah ciptakan obatnya, maka berobatlah Hadits tersebut menjelaskan bahwa setiap penyakit terdapat obat yang dapat menyembuhkannya. Atas izin Allah dengan segala usaha untuk berobat, pasti penyakit tersebut akan sembuh. Hadits tersebut disampaikan dalam redaksi perintah. Perintah dalam arti tuntutan dan tidak memberikan pengertian  wajib.

Selain itu, vaksin yang dibuat oleh luar belum tentu memiliki standar halal haram. Pemerintah belum menjamin hal ini, dan berdalih bahwa keadaan saat ini sangat darurat, maka di perbolehkan melakukan vaksinasi. Darurat secara bahasa bermakna keperluan yang sangat mendesak atau teramat dibutuhkan. Yang dimaksud darurat dalam kaidah ini adalah seseorang apabila tidak melakukan hal tersebut maka ia akan binasa atau hampir binasa. Contohnya, kebutuhan makan demi kelangsungan hidup di saat ia sangat kelaparan.

Vaksin memang salah satu upaya pencegahan suatu penyakit, tetapi bukan berarti setiap orang wajib melakukannya. Apalagi standar halal dan haram tidak lagi menjadi pedoman utama. Hal ini menimbulkan polemik sendiri dalam diri masyarakat.

Vaksin yang bertujuan sebagai pencegahan terhadap suatu penyakit dibenturkan kepada hal yang dilarang oleh agama. Lantas, pemerintah tetap menyuarakan vaksinasi di tengah-tengah masyarakat, tetapi belum ada kepastian dengan sertifikat halal haram vaksin.

Pasalnya, pemerintah dalam hal ini negara bertanggung jawab untuk memberikan layanan kesehatan memadai. Dalam sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abdullah bin Umar berkata

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas pemeliharaannya (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)

Ini adalah nas yang bersifat umum tentang tanggung jawab negara atas kesehatan dan pengobatan, karena merupakan bagian dari pemeliharaan yang wajib bagi negara. Inilah bukti bahwa pemerintah belum memberikan layanan kesehatan yang memadai.

Di samping itu, tidak semua masyarakat paham tentang hal tersebut, mereka menerima apa yang katakan oleh pemerintah tanpa adanya proses berpikir. Tak beda jauh, ada pula masyarakat yang paham tetapi tetap menerima di karena kan belum paham akan hakikat vaksin itu sendiri.

Oleh karena itu, rakyat membutuhkan negara yang memberikan layanan kesehatan memadai yang mengerti akan aturan Islam dan menjamin kesehatan terjangkau ke seluruh masyarakat. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version