View Full Version
Selasa, 10 Nov 2009

Hukum Seputar Berkurban

Manakala berkurban termasuk salah satu syiar Islam yang agung, dimana didalamnya kita mewujudkan tauhid kepada Allah dan kenikmatanNya atas kita dan ketaatan ayah kita Ibrahim kepada Rabbnya, dan terdapat kebaikan dan keberkahan padanya,maka seorang muslim seharusnya memperhatikannya dan mengagungkannya, dan berikut ini adalah ringkasan dari syiar yang agung ini :

Udhiyyah ( kurban ) : yaitu hewan ternak yang disembelih ( seperti unta, sapi, dan kambing ) untuk mendekatkan diri kepada Allah Taalaa – dinegeri tempat tinggal orang yang berkurban – setelah sholat hari raya Idul Adha sampai akhir hari Tasyriq ( yaitu tanggal 13 bulan Dzul Hijjah ) dengan niat untuk udhiyyah ( kurban ).
Allah Taalaa berfirman :


}فصل لربك وانحر } [سورة الكوثر]

Artinya : 2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].


وقال تعالى : (قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين)  ] سورة الأنعام:162]

Artinya : Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.[ QS Al Anam : 162 ]


وقال تعالى) :ولكل أمة جعلنا منسكاً ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فإلهكم إله واحد فله أسلِموا ( سورة الحج :34

Artinya : 34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)(QS Al-Hajj : 34).


Dan berkurban hukumnya sunah muakkadah menurut pendapat mayoritas ulama ( sebagian ulama berpendapat wajib) .

Pada dasarnya berkurban pada saatnya dibebankan pada orang yang masih hidup untuk dirinya sendiri dan keluarganya, namun dia boleh membagi sebagian pahalanya kepada siapa saja yang masih hidup maupun sudah meninggal. Adapun untuk yang sudah meninggal apabila dia telah berwasiat dari sepertiga hartanya atau menjadikannya sebagai waqaf maka wajib dilaksanakan.

Namun apabila dia belum sempat berwasiat atau mewaqafkan dan seseorang ingin berkurban untuk orang meninggal yang dikehendakinya maka itu baik, dan dianggap sebagai sedekah untuk yang sudah  mati, akan tetapi sunahnya setiap orang mengikutsertakan keluarganya yang masih hidup maupun sudah mati dalam kurbannya dan ketika menyembelihnya mengucapkan :


اللهم هذا عني وعن آل بيتي

Artinya : Ya Allah, ini untukku dan anggota keluargaku.

Dan orang yang sudah mati tidak perlu dikhususkan dengan udhiyyahnya sendiri.

Para ulama telah bersepakat bahwa menyembelih kurban dan mensedekahkan dagingnya lebih utama dari pada sedekah dengan uang yang senilai dengannya karena Rasulullah shallawahu alaihi wasallam berkurban dan tidak pernah melakukan kecuali yang lebih utama dan lebih baik, dan itu madzhab Abu Hanifah, Syafie dan Ahmad rahimahumullah.

Keutamaannya dan yang paling utama darinya :

Seekor kambing cukup bagi seseorang dan keluarganya berdasarkan hadits Abu Ayyub :


حديث أبي أيوب « كان الرجل في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحي بالشاة عنه وعن أهل بيته فيأكلون ويطعمون » رواه ابن ماجة والترمذي وصححه .

(( dahulu dizaman Rasulullah shallawahu alaihi wasallam seseorang berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan anggota keluarganya lalu mereka memakannya dan mensedekahkannya )) HR Ibnu Majah dan Turmudzi dan dishahihkannya.

Yang disebutkan secara nas adalah unta, sapi  dan kambing, dan sebagian ulama berpendapat yang paling afdhol adalah badanah ( unta ) kemudian sapi kemudian kambing kemudian tujuh orang berserikat dalam unta atau sapi berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alaihi wasallam mengenai sholat Jumat : (( Barangsiapa pergi ke masjid pada jam pertama seolah –olah dia taqarrub dengan seekor unta )), pendapat ini diambil oleh para Imam yang tiga yaitu Abu Hanifah, Syafiie, dan Ahmad. Maka dari itu seekor kambing lebih utama dari seekor unta atau sapi untuk tujuh orang.

Imam Malik berkata : yang paling afdhol jadz’u ( yang sudah berumur delapan atau Sembilan bulan )dari jenis dzo’ni ( domba)  kemudian sapi kemudian unta, karena Nabi shalawahu alaihi wasallam  berkurban dengan dua ekor kambing dan beliau shallawahu alaihi wasallam tidak melakukan kecuali yang paling afdhol.

Dan jawaban atas hal itu bahwa Beliau shallawahu alaihi wasallam terkadang memilih yang paling utama untuk memudahkan umatnya karena mereka mencontoh beliau dan beliau tidak ingin memberatkan mereka. Dinukil dari Fatwa-fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Bazz.

Seekor unta dan sapi cukup untuk tujuh orang, berdasarkan riwayat dari Jabir radhiallahu anhu berkata : (( Kami menyembelih di Hudaibiyyah bersama Nabi shallawahu alaihi wasallam seekor unta untuk tujuh orang, seekor sapi untuk tujuh orang, dan dalam lafadz lain : Rasulullah shallawahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk setiap tujuh orang berserikat dalam seekor unta dan sapi )) dan dalam lafadz lain : (( lalu seekor sapi disembelih untuk tujuh orang mereka berserikat padanya )) HR Imam Muslim.

Hukum berkurban :

Berkurban merupakan salah satu syiar islam, disebutkan dalam kitab Jawahirul Iklil syarh Mukhtashar Kholil, bahwa apabila penduduk satu negeri meninggalkannya  maka mereka diperangi karena termasuk syiar islam ( Rasail Fiqhiyyah oleh Syaikh Utsaimin : 46 ).

Para ulama telah berselisih mengenai hukumnya menjadi dua kelompok :

1-Bahwa hukumnya wajib, pendapat ini diambil oleh Imam Auzai, Allaits, Abu Hanifah, dan salah satu riwayat Imam Ahmad, juga merupakan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Malik atau secara dhohirnya pendapat Malik. Yang mengambil pendapat ini berdalilkan dengan :

•    Firman Allah Taalaa :


( فصل لربك وانحر ) الكوثر

Artinya : 2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
Ini kata kerja perintah, dan perintah bermakna wajib.

•    Hadits Jundab radhiallahu anhu dalam shahihain dan lainnya berkata : Rasulullah shallawahu alaihi wasallam bersabda : (( barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum sholat maka hendaklah menggantinya dengan yang lain, dan barangsiapa yang belum menyembelih maka hendaklah dia menyembelih dengan nama Allah )) HR Imam Muslim : 3621.

•    Sabda Rasulullah shallawahu alaihi wasallam : (( barang siapa yang memiliki kelapangan namun tidak berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat sholat kami )) HR Ahmad dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Hakim dari haditsnya Abu Hurairah radhiallahu anhu, dikatakan dalam Fathul Bari para perawinya tsiqoh.

2-Bahwa hukumnya sunah muakkadah, ini pendapat Jumhur Ulama yaitu madzhab Syafie, Malik dan Ahmad dalam pendapatnya yang masyhur, akan tetapi  kebanyakan yang mengambil pendapat ini mengatakan bahwa bagi yang mampu makruh hukumnya meninggalkannya. Sedangkan dalil-dalil pendapat ini adalah :

•    Hadits Jabir radhiallahu anhu dalam sunan Abu Dawud dimana dia berkata : aku sholat bersama Rasulullah shallawahu alaihi wasallam Idul Adha, lalu ketika selesai didatangkan dua ekor domba lalu beliau menyembelihnya dengan mengucapkan :


 بسم الله والله أكبر ، اللهم هذا عني وعمن لم يضح من أمتي

Dengan Nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah ini dariku dan dari siapa saja yang belum berkurban dari umatku . ( Sunan Abu Dawud dengan syarah Muhammad Syamsul Haqq Abadi ( 7/ 486 ).

•    Riwayat Jamaah kecuali Imam Bukhari dalam hadits : (( barangsiapa diantara kalian ingin berkurban maka janganlah mengambil dari rambut dan kukunya )).

Syaikh Utsaimin rahimahullah setelah menyampaikan dalil-dalil yang mewajibkan maupun yang sunah muakkadah, bahwa dalil-dalilnya hampir sama kuat, maka sebaiknya menempuh jalan ikhtiyath ( hati-hati ) sebaiknya tidak meninggalkannya ketika mampu karena merupakan bentuk pengagungan kepada Allah dan mengingatNya dan melepaskan beban dengan yakin. Rasail Fiqhiyyah : 50.

Syarat- syarat berkurban :

1-    Umurnya sudah mencukupi, untuk domba adalah enam bulan, dan kambing setahun, sedangkan sapi dua tahun dan unta lima tahun.

2-    Selamat dari aib dan cacat, berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alihi wasallam : (( ada tiga hal yang tidak diperbolehkan dalam berkurban, yang buta jelas kebutaannya, yang sakit jelas sakitnya, yang pincang jelas pincangnya, yang kurus yang tidak kelihatan dagingnya )) Shahih, shahihul Jami : 886.

Ada juga cacat yang lebih ringan dari yang ini yang tidak menghalangi keabsahannya namun makruh disembelih seperti yang patah tanduknya atau putus telinganya, atau terbelah telinganya dan lain-lain, karena berkurban adalah taqarrub kepada Allah, sedangkan Allah itu bagus dan tidak menerima kecuali yang bagus, dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Islam maka itu merupakan ketakwaan hati.

3-    Haram menjualnya : apabila  hewan kurban telah ditentukan maka tidak boleh menjualnya atau menghadiahkannya kecuali menggantinya dengan yang lebih baik, jika hewan kurban beranak maka dikurbankan bersama anaknya, sebagaimana diperbolehkan menaikinya jika perlu, dan dalilnya adalah yang dikeluarkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallawahu alaihi wasallam melihat seorang laki yang menuntun seekor unta lalu beliau berkata : naikilah dia, dia berkata : dia unta kurban, lalu beliau berkata : naikilah dia sampai kedua atau tiga kalinya.

4-    Menyembelihnya diwaktu yang ditentukan, dan waktunya setelah sholat Idul Adha dan khutbah, bukan setelah masuk waktu sholat, sampai sebelum terbenamnya matahari akhir hari Tasyriq yaitu hari ketiga belas bulan Dzul Hijjah berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alaihi wasallam : (( barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat maka hendaklah mengulanginya )) HR Imam Bukhari dan Muslim, juga berdasarkan perkataan Ali radhiallahu anhu : (( hari-hari menyembelih adalah hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya )) dan ini madzhab Hasan Basyri, Atha bin Abi Rabah, Auzai, dan Syafiie, dan dipilih Ibnu Mundzir semoga Allah Merahmati mereka semua.

Apa yang dilakukan terhadap hewan kurban :

-    Bagi yang memiliki hewan kurban disunahkan pertama kali untuk makan darinya apabila memungkinkan berdasarkan hadits : (( hendaklah setiap orang makan dari hewan kurbannya )) dishahihkan dalam Shahihul Jami : 5349, dan hendaklah makan setelah sholat Idul Adha dan khutbah dan ini pendapat para ulama diantaranya Ali, Ibnu Abbas, Malik, dan Syafiie dan lainnya. Dan dalil diatas adalah hadits Buraidah radhiallahu anhu : (( dahulu Nabi shallawahu alaihi wasallam tidak keluar sholat pada hari raya Idul Fithri sampai beliau makan, dan tidak makan pada hari raya Idul adha hingga beliau menyembelih )) Syaikh Albani berkata : sanadnya shahih : Al Misykat 1/ 452.

-    Yang paling afdhol menyembelih sendiri, jika tidak maka disunahkan untuk menghadiri penyembelihannya.

-    Disunahkan membagi dagingnya tiga bagian, sepertiga untuk dimakan, sepertiga dihadiahkan, dan sepertiganya lagi disedekahkan, dikatakan Ibnu Masud dan Ibnu Umar radhiallahu anhum, sebagaimana para ulama sepakat bahwa tidak boleh menjual dagingnya atau lemaknya atau kulitnya, dalam hadits shahih : (( Barangsiapa menjual kulit kurbannya maka tidak ada kurban baginya )) dihasankan dalam Shahihul Jami : 6118, dan tidak boleh diberikan sedikitpun dari kurbannya kepada jagal sebagai upah berdasarkan perkataan Ali radhiallahu anhu : (( Rasulullah shallawahu alaihi wasallam memerintahkanku untuk menyembelih unta dan mensedekahkan dagingnya dan kulitnya dan tali kekangnya dan tidak boleh memberikan kepada jagal sedikitpun darinya)) dan dia berkata : dan kami memberikannya dari harta kami sedniri. Muttafaqun alaihi.

Dan katanya dibolehkan memberikan kepadanya sebagai hadiah, dan dibolehkan memberikannya kepada orang kafir karena kefakirannya atau kekerabatannya atau karena tetangga atau untuk melunakkan hatinya. Diambil dari Fatawa Syaikh Abdul Aziz bin Bazz.

Masalah : apa yang harus dihindari oleh seorang muslim pada sepuluh hari bulan Dzul Hijjah jika hendak berkurban ?

Disebutkan dalam sunah bahwa siapa saja yang hendak berkurban maka diwajibkan untuk tidak mengambil sebagian rambutnya atau kukunya atau bulunya dari awal Dzul Hijjah sampai menyembelih kurbannya berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alaihi wasallam : (( apabila kalian melihat hilal Dzul Hijjah dan salah satu dari kalian hendak berkurban maka tidak boleh mengambil rambut atau kukunya sampai berkurban )) dan dalam riwayat lain : (( maka janganlah menyentuh sediktpun dari rambut atau bulunya  )) HR Imam Muslim dari empat jalan : 13/ 146.

Dan ini perintah menunjukkan kewajiban dan larangan menunjukkan pengharaman menurut pendapat yang paling kuat. Karena itu perintah yang mutlak dan larangan murni yang tidak ada pemalingnya.

Namun seandainya dengan sengaja mengambil sebagiannya maka dia wajib beristighfar dan tidak ada denda baginya dan kurbannya sah.

Dan barangsiapa yang perlu mengambil sedikit darinya karena terganggu dengan keberadaannya seperti kukunya patah atau luka yang ada dibalik rambut maka tidak mengapa mengambilnya, karena perkara itu tidak lebih berat dari orang yang berihram yang dibolehkan mencukur rambutnya karena ada gangguan.

Dan tidak mengapa seorang laki maupun perempuan membasuh rambutnya pada sepuluh hari Dzul Hijjah karena Rasulullah shallawahu alaihi wasallam hanya melarang mengambilnya, dan karena yang berihram diizinkan untuk membasuh kepalanya.

Dan hikmah larangan bagi orang yang berkurban mengambil rambut atau kukunya adalah ketika dia menyerupai orang yang berihram pada sebagian amalan hajinya yaitu taqarrub kepada Allah dengan menyembelih kurban maka diberikan padanya sebagian hukumnya.

Demikian juga membiarkan rambut dan kukunya sampai ketika dia menyembelih kurbannya sebagai harapan supaya Allah membebaskan semua itu dari neraka.

Wallahu Alam.

Dan barangsiapa telah mengambil sebagian rambut atau kukunya pada awal sepuluh hari Dzul Hijjah karena tidak ingin berkurban kemudian menghendakinya ditengah-tengah sepul hari maka dia tidak mengambilnya ketika ada kehendak berkurban.

Dan diantara wanita yang mewakilkan saudara lakinya atau anak lakinya dalam berkurban untuk mengambil sebagian rambutnya ditengah sepuluh hari maka ini tidak benar, karena hukum berkaitan dengan orang yang berkurban, baik itu mewakilkan kepada orang lain atau tidak, dan wakil tidak terikat dengan larangan, karena larangannya khusus bagi orang yang hendak berkurban untuk dirinya sebagimana dinyatakan dalam hadits, adapun yang berkurban untuk orang lain karena wasiat atau perwakilan maka larangan tersebut tidak mengikatnya.

Kemudian bahwa larangan ini secara dhohirnya hanya terikat kepada yang punya kurban dan tidak meliputi istrinya dan tidak juga anaknya kecuali apabila salah seorang dari mereka memiliki kurban sendiri, dan karena Rasul shallawahu alaihi wasallam berkurban untuk keluarga Muhammad dan tidak ada riwayat bahwa beliau melarang mereka untuk mengambil rambut atau kuku mereka.

Dan barangsiapa memiliki kurban kemudian berazam untuk haji maka dia tidak mengambil dari rambut maupun kukunya apabila hendak berihram karena ini sunah ketika ada keperluan. Tetapi ketika dia melakukan haji tamattu maka dia memendekkan rambutnya ketika selesai dari umrahnya karena itu termasuk manasik.

Dan perkara-perkara larangan yang disebutkan atas orang yang berkurban yang disebutkan dalam hadits diatas maka tidak diharamkan bagi orang yang berkurban untuk memakai minyak wangi atau berhubungan suami istri atau memakai pakaian yang berjahit dan semacamnya.

Wallahu alam.







latestnews

View Full Version