View Full Version
Selasa, 17 Aug 2010

Menyoroti Jadwal Imsak, Adakah Tuntunannya?

Pada jadwal waktu berkaitan dengan Ramadlan, baik berkaitan dengan shalat lima waktunya atau berbuka dan sahurnya, kita dapati satu bagian yang disebut “imsak”. Yaitu jadwal waktu yang diadakan sepuluh atau lima belas menit sebelum Shubuh. Implikasinya mempengaruhi amal dan keyakinan kaum muskimin yang berpuasa, mereka meyakini bahwa waktu imsak adalah batas dibolehkannya makan dan minum. Apakah hal ini dibenarkan dan memiliki dasar dari sunnah Nabi ataukah termasuk perkara bid’ah (yang diada-adakan dalam urusan agama)?

Jawaban:

Perbuatan ini salah dan tidak bisa dibenarkan, karena Allah Ta’ala telah membolehkan orang yang berpuasa untuk makan dan minum sehingga ada kejelasan telah terbitnya fajar. Allah Ta’ala berfirman,

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya (1919) begitu juga Imam Muslim (1092), dari Ibnu Umar dan Aisyah radliyallaahu 'anhum bahwa Bilal beradzan pada waktu masih malam, lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Makan dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum beradzan, karena dia tidak akan beradzan sehingga fajar telah terbit.”

Imam al-Nawawi berkata, “Di dalamnya (hadits): dibolehkannya makan, minum, jima’, dan segala hal sehingga terbit fajar.”

Memulai wajibnya puasa dari imsak adalah perbuatan salah dan bid'ah, karena Allah Ta’ala telah membolehkan orang yang berpuasa untuk makan dan minum sehingga ada kejelasan telah terbitnya fajar.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam fathul Baari (4/199) pernah menyinggung bentuk lain dari imsak yang tejadi zaman beliau, “Di antara perkara-perkara bid’ah mungkar yang diada-adakan pada zaman ini adalah meletakkan kumandang adzan kedua sebelum shubuh sekitar 20 menit pada bulan Ramadhan; serta memadamkan lampu-lampu sebagai pertanda (telah datangnya waktu) haram untuk makan dan minm bagi orang yang akan berpuasa dengan beranggapan dari apa yang mereka ada-adakan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah. . . ”

Fatwa Syaikh Utsaimin rahimahullah

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah menjawab persoalan serupa, “Ini termasuk perkara bid’ah, tidak memiliki landasan dari sunnah, bahkan sunnah sendiri menyelisihinya karena Allah Ta’ala berfirman,

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ وَلاَ تُبَـٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَـٰكِفُونَ فِي الْمَسَـٰجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Bilal beradzan pada malam hari, maka makan dan minumlah sehingga kalian mendengar adzan yang dikumandangkan Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidak akan mengumandangkan adzan sehingga fajar mulai terbit.” Dan Imsak yang telah dibuat dan ditetapkan oleh sebagian orang ini merupkan tambahan dari perkara fardlu yang ditetapkan Allah 'Azza wa Jalla , sehingga hukum imsak itu batil. Imsak juga termasuk bentuk berlebihan dalam menjalankan agama Allah. Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah bersabda,

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُون هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُون هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُون

Sungguh celaka orang-orang yang berlebihan (dalam beragama) –beliau mengulanginya sebanyak tiga kali-.” (HR. Ahmad)

Fatwa Syaikh Bin Bazz rahimahullah

Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah pernah juga menjawab pertanyaan seputar masalah ini,:

“Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak 15 menit sebelum adzan Shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah: 187)

Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ

“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat (yaitu shalat shubuh) dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum fajar shodiq, -pen).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa” dan Ad Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam Bulughul Marom)

Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ

“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” (HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”). Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.” Hanya Allah lah yang memberi taufik. (Disadur dari Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/281-282, Mawqi’ Al Ifta’) Wallahu A’lam (PurWD/voa-islam.com)

Oleh: Badrul Tamam


latestnews

View Full Version