View Full Version
Jum'at, 13 Aug 2010

Didukung MUI, Jam Raksasa Makkah Gantikan GMTpun Muncul di Facebook

Jakarta - Hasrat pemerintah Arab Saudi untuk memindahkan pusat waktu dunia ke Makkah mendapatkan reaksi positif dari tokoh muslim Indonesia. Wakil Ketua Umum MUI yang sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut positif proyek tersebut.

"Saya kira itu ide baik, boleh-boleh saja kalau mau dibuat seperti itu," kata Din di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/8/2010).

..."Saya kira itu ide baik, boleh-boleh saja kalau mau dibuat seperti itu," kata Din...

Namun Din menegaskan, perlu ada kesepakatan dari sejumlah pihak tentang pergeseran pusat waktu dunia ini. Termasuk negara di belahan dunia lain yang mengikuti acuan GMT.

Sementara untuk sikap pemerintah Indonesia, perlu ada pertemuan khusus untuk membicarakan hal ini. "Nanti bersama pemerintah dibicarakan lagi," tutupnya.

Kemenag Siap Diskusikan

Sementara itu, Kementerian Agama berjanji akan mendiskusikannya terlebih dulu dengan pihak terkait.

"Ini memang tema menarik. Nanti kita akan saya usulkan ke Sekjen agar dibuat semacam seminar tentang hal tersebut," kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Rohadi, Jumat (13/8/2010).

Bagi Rohadi, pembangunan menara jam raksasa tersebut cukup positif bagi Islam. Terutama untuk membangun soliditas kaum muslimin seluruh dunia. "Saya kalau melihat syiarnya memang penting. Secara emosional akan muncul kebanggan tersendiri ada uniform," lanjutnya.

Namun, ada hal penting yang harus diperhatikan terkait pembuatan jam tersebut, yaitu soal pembangunan akhlak. Jangan sampai sensasi tentang gedung tertinggi kedua di dunia tersebut sebatas seremonial saja.

Tidak hanya itu, pemerintah Arab Saudi juga disarankan untuk melakukan pertemuan lintas negara agar mencapai sebuah kesepakatan. Rohadi meyakini, hal tersebut tidak akan berjalan mulus, khususnya dari negara-negara Barat. "Karena ini perubahan drastis dari negara Barat ke Timur Tengah," tegasnya.

Jadikan Acuan Jam Hijriah 

Tak mau kalah, pakar astronomi ITB Moedji Raharto, pun angkat bicara dan menyaranakan untuk waktu dekat dijadikan jam hijriah. Usaha pemerintah Arab Saudi untuk menggeser pusat waktu dunia ke Makkah memang bukan perkara mudah. Hal yang bisa dilakukan sekarang adalah dengan menjadikan jam raksasa tersebut sebagai acuan waktu hijriah.

..."Sekarang kan baru ada penanggalan hijriah, kenapa tidak dibuat saja semacam penyatuan waktu untuk jam hijriah," kata astronom ITB Moedji Raharto...

"Sekarang kan baru ada penanggalan hijriah, kenapa tidak dibuat saja semacam penyatuan waktu untuk jam hijriah," kata astronom ITB Moedji Raharto, Jumat (13/8/2010).

Menurut Moedji, butuh usaha besar untuk menjadikan Makkah seperti Greenwich Mean Time (GMT). Sebab, negara-negara lain yang terlanjur menggunakan acuan waktu di wilayah tenggara London tersebut akan melakukan penyesuaian besar-besaran.

Nah, alternatif lain yang bisa dilakukan pemerintah Arab Saudi adalah menjadikan menara kedua terbesar di dunia tersebut sebagai simbol Islam selain Ka'bah. Tujuannya, lebih ke arah penyatuan semangat emosional umat muslim di seluruh dunia.

"Barangkali itu bisa lebih pada penyatuan umat muslim dan sebagai simbol selain haji. Begitu kita lihat jam itu, kita bisa melihat Makkah bagaimana," jelasnya.

Namun demikian, mantan kepala Observatorium Bosscha ini menegaskan, pemerintah Arab Saudi harus mengajukan konsep yang jelas terlebih dulu soal penyeragaman waktu hijriah ini. Termasuk kaitannya dengan penggunaan waktu berdasarkan matahari.

"Kalau ada terus bagaimana set up-nya. Saya sendiri belum tahu apa yang ditawarkan konsepnya oleh Makkah. Selama ini kan sudah ada penggunaan waktu matahari," paparnya.

Dukunganpun Muncul di Facebook

Dukungan penggantian Greenwich Mean Time (GMT) dengan Makkah Mean Time (MMT) juga muncul di jejaring sosial Facebook. Apalagi Wakil Ketum MUI mendukung proyek ini dan akan membicarakannya dengan pemerintah Indonesia.

Memang, Pergantian titik nol dari Greenwich ke Makkah ini setidaknya akan mengurangi masalah penentuan tanggal 1 Ramadan atau Syawal di Indonesia dan negara lainnya.

Si pembuat grup DUKUNG GMT DIGANTI DENGAN MEKKAH MEAN TIME (MMT), Elfizon Anwar, berharap, ambisi Makkah tersebut bisa menjadi kenyataan. Dengan adanya waktu dan sistem kalender sendiri, masalah-masalah yang biasanya terjadi pada penentuan waktu seperti 1 Ramadan atau 1 Syawal, tidak akan terjadi lagi.

..."Dengan adanya perubahan permulaan titik 'nol'-nya ini, Insya Allah umat Islam akan mempunyai waktunya tersendiri dan melengkapi almanak hijriah umat Islam itu sendiri,"...

"Dengan adanya perubahan permulaan titik 'nol'-nya ini, Insya Allah umat Islam akan mempunyai waktunya tersendiri dan melengkapi almanak hijriah umat Islam itu sendiri," begitu pendapat si pembuat grup yang beralamat di Tangerang, Jumat (13/8/2010).

Memang grup tersebut belum ramai, baru didukung 41 facebooker. Dua topik yang dilempar Elfizon dalam forum diskusi, yakni 'Menghitung Waktu Dunia' dan 'Dahsyatnya Akibat Janji dan Sumpah', belum ditanggapi.

Grup ini muncul setelah pemerintah Arab Saudi melansir soal ambisinya mengubah pusat waktu dunia dari Greenwich ke Makkah. Saat ini, pemerintah Arab Saudi sedang merampungkan proyek menara jam raksasa di kota Makkah.

Lima Kali Lebih Besar

Menara jam tersebut lima kali lebih besar dibandingkan Big Ben di London. Meski bangunannya belum sepenuhnya rampung, jam raksasa yang terletak di puncak menara Abraj Al-Bait itu sudah mulai berdetak.

Menara jam ini berbentuk kubus empat sisi. Diameter jam mencapai 40 meter, mengalahkan jam terbesar sebelumnya yang menjadi atap Cevahir Mall di Turki dengan diameter 35 meter. Waktu yang digunakan oleh jam tersebut adalah Arabia Standard Time, tiga jam lebih dulu jika dibandingkan dengan GMT.

Sejak 125 tahun lalu, GMT telah disepakati sebagai wilayah yang dijadikan ukuran awal waktu dunia karena dilalui titik nol derajat. Penentuan titik ini penting untuk mempermudah ukuran waktu perjalanan dan komunikasi antar-negara.

Bagi Arab Saudi, Makkah dianggap lebih tepat sebagai episentrum dunia. Kota suci umat muslim tersebut diklaim sebagai wilayah tanpa kekuatan magnetik oleh peneliti Mesir seperti Abdel-Baset al-Sayyed. Artinya, jarum kompas tidak bergerak saat di Makkah.

"Itulah mengapa ketika seseorang berpergian ke Makkah atau tinggal di sana, mereka tinggal lebih lama dan lebih sehat karena hidupnya lebih sedikit dipengaruhi oleh gravitasi," jelas al-Sayyed.
(Ibnudzar/dbs)

 


latestnews

View Full Version