View Full Version
Senin, 13 Feb 2012

Insiden Pelauw Maluku adalah Bentrok Antarwarga, Bukan Konflik Islam-Kristen

AMBON, MALUKU (voa-islam.com) – Konflik desa Pelauw, Pulau Haruku Maluku Tengah yang menewaskan 8 warga beberapa waktu lalu, bukan konflik SARA antara Islam dan Kristen seperti insiden pembantaian Muslim Ambon 11 September 2011.

Maraknya pemberitaan kerusuhan di desa Pelauw pada Jum’at, (10/2/2012) lalu telah menyita perhatian kaum muslimin di negeri ini. Terlebih, dengan gaya penyajian tertentu, membuat opini bahwa insiden desa Pelauw itu terkait dengan persoalan SARA antara Islam dan Kristen seperti insiden pembantaian Muslim Ambon 11 September 2012 lalu.

Dampaknya, sebagian aktivis Islam menyatakan tekad ingin berangkat ke Maluku untuk berjihad membantu kaum muslimin yang mereka anggap sedang terzalimi.

Untuk menjawab pertanyaan berbagai kalangan, baik secara langsung ke meja redaksi maupun jejaring sosial, wartawan voa-islam.com di Ambon melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai kejadian sesungguhnya.

Apakah umat Islam yang menjadi korban dalam insiden desa Pelauw itu mengalami penyerangan oleh pihak non muslim? Demikian kira-kira kesimpulan pertanyaan umat.

Dalam penelusuran wartawan voa-islam.com, ternyata konflik di desa Pelauw Kabupaten Maluku Tengah itu bukan konflik berlatar belakang agama antara kaum Muslimin dan kaum Nasrani. Melainkan konflik antarwarga desa Pelauw sendiri, yaitu antara penduduk bagian depan desa Pelauw dengan penduduk bagian belakang desa Pelauw. Konflik antarwarga ini berkaitan dengan persoalan politik internal desa Pelauw sendiri.

Sedikit gambaran, Desa Pelauw meskipun penduduknya ber-KTP Islam, namun nuansa keislaman kurang nampak. Bahkan masyarakat lebih kental dengan tradisi dan adat istiadat lokal.

Suasana shalat Jum’at dan shalat berjamaah misalnya, tidak nampak dilakukan di masjid meskipun masjid ada di setiap kampung. Praktik-praktik ritual yang berbau kemusyrikan sangat marak di desa tersebut. Sebagai contoh adalah budaya tari Cakalele. Dalam tarian ini, para penari membacok badan mereka sendiri dengan parang tanpa terluka sedikitpun karena dipengaruhi oleh kekuatan magis. Dan masih banyak lagi praktik-praktik ritual kemusyrikan yang marak di desa tersebut.

Semoga tulisan ini menggugah kepedulian para aktivis dakwah supaya terpanggil menebarkan dakwah di desa Pelauw. Lituhrijannas minal-dhulumati ilan-nur. [AF] 


latestnews

View Full Version