View Full Version
Selasa, 15 May 2012

Tabayun: Pihak Keluarga Bantah Telah Menjual Pesantren ke Dewan Gereja

Bogor (VoA-Islam) – Santernya isu dilegonya Pesantren Darul Ihsan yang berlokasi di kelurahan Curug, Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, kepada pihak gereja yang biayai Vatikan, membuat heboh dan terkejut para aktivis dakwah. Benarkah pesantren betul-betul sudah dijual kepada gereja?

“Tidak benar itu. Kami tak pernah menjual pesantren kami kepada pihak gereja. Namun, kami akui, pesantren kami pernah didatangi oleh mereka yang mengaku dari Dewan Gereja Indonesia yang berpusat di Jakarta sekitar enam bulan yang lalu. Bahkan diantara mereka, ada yang berterus-terang dari Vatikan. Mereka bilang, akan mengubah fungsi pesantren ini menjadi Panti Jompo dan asrama untuk biarawati (seminari),” kata Nurhasanah.

Lebih jauh, Nurhasanah mengaku merasa heran, darimana mereka tahu pesantren ini mau dijual? “Yang pasti, kami tidak akan pernah menjual kepada pihak yang tidak jelas asal-usulnya, apalagi dari pihak gereja,” kata Nurhasanah, salah seorang pengelola pesantren, yang juga merupakan anak dari ayahnya yang selaku pendiri pesantren.

Setelah dilakukan check dan richek (tabayun), ternyata isu telah dijualnya pesantren kepada pihak gereja itu hanya isapan jempol alias gossip saja. Penjualan itu belum terjadi, bahkan membayar uang muka pun juga belum terlaksana. “Kami masih punya hati nurani, orientasi kami bukan semata uang dan cepat terjual. Kami takut dengan konsekuensi di akhirat nanti, bila sampai menjual pesantren kepada Dewan Gereja yang dibiayai Vatikan. Naudzubillah!” bantah Nurhasanah.   

Kepada Voa-Islam, Nurhasanah yang ditemui di rumahnya -- masih berada di area pesantren --  mengatakan, sejak ayah dan ibu meninggal, terjadi polemik di dalam keluarga, perihal status kepemilikan pesantren. Seperti diketahui. Status pesantren ini adalah milik pribadi, bukan wakaf.

Itulah sebabnya, begitu kedua orang tua mereka berpulang ke pangkuan Ilahi, tidak ada wasiat yang ditulis “hitam di atas putih” kepada ahli warisnya yang berhak. Sehingga anak-anaknya yang berjumlah delapan orang ini memiliki pendapat yang berbeda-beda. Seperti diketahui, sang ayah telah wafat empat tahun yang lalu, sedangkan sang ibu baru saja wafat 100 hari yang lalu.  

Proposal ke Dubes Saudi

Sebagian besar pihak keluarga menghendaki agar pesantren dijual. Hanya Nurhasanah serta suami dan kakaknya yang nomor satu (tinggal di Jordan) yang ingin mempertahankan keberadaan pesantren, apapun yang terjadi. “Saya hanya ingin menyambung silaturahim, agar keluarga tetap utuh. Saya terpaksa ikut mayoritas anggota keluarga yang lain, yang ingin pesantren ini dijual,” ujarnya.  

Nurhasanah mengaku berat dan perihatin, ketika sebagian besar saudaranya menghendaki agar pesantren dijual. Di satu sisi, pesantren sudah tak berdaya lagi dalam mengelola manajemennya. Betapa tidak, honor guru yang mengajar tak lagi terbayar. “Untuk biaya operasional seperti honor guru saja bisa mencapai Rp. 38 juta. Belum biaya operasional yang lain, seperi makan sehari-hari santri, dan fasilitas yang lain.”

Awalnya, kata Nurhasanah, santri berjumlah ratusan, lambat laut mengalami penurunan dan semakin berkurang. Begitu pesantren bangkrut, pihak yayasan telah menyerahkan para santrinya yang tinggal belasan itu ke pesantren lain, masih di kawasan Gunung Sindur. Pihak yayasan juga telah membebaskan tugas para pengajarnya.

Sebetulnya, bukan tanpa usaha untuk menyelamatkan pesantren dari kebangkrutan. Nurhasanah selalu pengelola, sudah kesana-kemari membuat proposal yang ditujukan kepada pihak Kedubes Saudi, tapi belum juga ada jawaban.

Diakui Hasanah, hingga saat ini sudah ada beberapa orang yang mau membeli pesantren. Ada yang dari Jakarta Utara, Depok, hingga Tangerang. Bahkan Ustadz Yusuf Mansur sempat menawar pesantren ini. Seorang bapak yang mengaku pimpinan Ponpes Darul Istiqomah, juga berjanji dalam waktu tiga hari ini akan membayar uang muka (DP) pesantren. Tapi jika dalam tiga hari tidak ada kabar, akan dialihkan kepada pembeli yang lain. Siapa cepat dia dapat.

Terbetik kabar, Kelompok Muslimah untuk Kajian Islam (KMKI) pimpinan seorang pengusaha Muslim Ida Hasyim Ning dan Jubirnya Rita Soebagjo, berencana akan menggalang dana untuk mengambil alih pesantren agar tidak jatuh ke pihak gereja. Voa-Islam saat ini belum dapat mengkonfirmasi lebih lanjut kepada pihak KMKI.

Akankah umat Islam, terutama bagi yang tergolong muzakki, menjadi penonton saja melihat ambruk dan bangrutnya pesantren, tempat belajar generasi Muslim menimba ilmu agama? Yuk kita galang dana, agar pesantren ini tetap berlangsung, dan tak sampai jatuh ke pihak yang tidak berhak. (Desastian)  


latestnews

View Full Version