View Full Version
Selasa, 29 May 2012

Hamid Fahmy Zarkasyi: Liberal yang Sekarang Lebih Parah dari Cak Nur

JAKARTA (VoA-Islam) – Dalam konferensi pers di Gedung Bukopin, Jakarta, Voa-Islam mendapatkan kesempatan bertanya, apakah pemikiran sekuler seorang Nurcholish Madjid alias Cak Nur merupakan sumber malapetaka bagi proses terjadinya liberalisasi di Indonesia?

Ketua Umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi menjawab, mungkin terlalu sadis menyebut Cak Nur dengan istilah sumber malapetaka. Tapi harus diakui, pemikiran yang dibawa tokoh sekuler itu menjadi daya tarik banyak orang, meski Cak Nur telah mengelirukan banyak orang juga.

“Keliru dalam pemikiran juga hal yang serius. Jika pemikiran Cak Nur mengusung sekularisme, sekarang di bawahnya ada generasi yang membawa gagasan Islamisasi adalah Sekularisasi, padahal itu menyesatkan,” ujar Gus Hamid yang malam itu melaunchingkan buku ia tulis berjudul “Misykat: Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi”.

Saat Voa-Islam bertanya lagi, apa status kaum liberal, apakah sudah bisa dikatakan telah keluar dari Islam? “Mengutip peneliti MIUMI Henry Mohamad, liberal di zaman Cak Nur masih terbilang lumayan, dari sisi ubudiyahnya masih bagus, masih melaksanakan shalat. Tapi liberal yang sekarang sudah tidak shalat lagi. Mereka meninggalkan syariat. Ketika wacana dekonstruksi syariah diusung sebagai gagasan, mereka mengatakan bahwa kebenaran itu menjadi relatif, tidak absolute, hanya Al Qur’an yang absolute. Akibatnya, pemikiran sesat itu berkembang dalam perilaku.

“Orang liberal malah mengatakan, syariah itu produk ulama abad ke-3 H. Ketika mereka mendekonstruksi syariah, maka tidak ada lagi halal-haram. Pemikiran Irshad Manji dan perilaku Lady Gaga pun menjadi halal. Ini akibat liberalisasi budaya,” kata Hamid, putra dari Pimpinan Ponpes Modern Gontor KH.Ahmad Sukri Zarkasyi.

Perselisihan atau perbedaan pendapat terdiri dari tiga ranah: 1) Ranah fiqih tentang benar dan salah 2) Berselisih dalam ranah hak dan batil. 3) Berselisih dalam ranah muslim - kafir. Adapun orang liberal, menurut Gus Hamid, masih dalam ranah hak dan batil. “Tidak mudah menghukumi seseorang. Dan kita tidak bisa mengkafirkan begitu saja. Yang bisa mengkafirkan hanyalah  Al Qur’an Pemikiran orang liberal bisa dikatakan sesat menyesatkan.”

Saat ini kita bertarung dengan kelompok liberal dalam ranah filsafat. Pluralisme agama adalah termasuk wacana filosofis. Setidaknya, ada dua aliran pemikiran: global theologi dan transendental  of religion. Dua aliran ini menggelindingkan wacana nikah beda agama, dan wacana semua agama bermuara dari tuhan yang sama.

Tatkala kebenaran sebagai sesuatu yang relatif, orang posmo, mereka berpandangan bahwa yang absolut hanyalah tuhan. Adapun yang dikatakan oleh manusia adalah relatif. Bicara baik-buruk dan moralitas,bukan manusia yang menentukan, tapi tuhan, karena bagi orang liberal, kita tidak tahu apa yang dikatakan tuhan sebenarnya, inilah relativisme.

Bagi kaum liberal, menilai penampilan wanita itu sebagai sesuatu yang porno adalah relatif.  Ironisnya, mereka mengatakan, yang porno itu bukan orangnya, tapi yang melihatnya. “Jadi wanita yang berpenampilan seronok itu bukan porno. Justru laki-laki yang melihat wanita seksi dengan nafsu itulah yang dibilang porno. Terbalik. Wacana ini tidak dikenal dalam agama. Ukuran porno atau tidak, membuat masyarakat bingung. Sehingga tidak bisa lagi menentukan baik-buruk, betul-salah, halal-haram. Sungguh memperihatinkan kita semua!”  Desastian


latestnews

View Full Version