View Full Version
Senin, 12 Nov 2012

Target Dakwah di Papua: Menebar 15 Ribu Bidan di Pedalaman Papua

Bogor (Voa-Islam) – Sebanyak 51 santri asal Papua yang mendapat kesempatan beasiswa kuliah di Akademi Kebidanan (AKBID) Sehat Medan, Sabtu (10/11) lalu di wisuda di halaman Ponpes Kilat Al Hikmah, Jl. Raya Rancamaya, Desa Bojongkerta, Bogor.

Kelulusan santri binaan Yayasan Al Fatih Kaafah Nusantara (AFKN) pimpinan Ustadz M. Zaaf Rabbani Fadzlan Rabbani Garamatan, ini diharapkan menjadi lahan dakwah dan menambah jumlah bidan di bumi Papua. Seperti diketahui, sejak AFKN melakukan kegiatan dakwah di Papua, umat Islam di Papua mengalami peningkatan yang signifikan.  Anak-anak Papua, tidak hanya dibina soal ketauhidan, tapi juga dibekali ilmu pengetahuan, dengan memberi beasiswa dan kesempatan belajar di sejumlah pesantren di Indonesia, mulai dari usia SD hingga perguruan tinggi.  

Selama tiga tahun santri asal Papua ini belajar ilmu kebidanan di Medan dengan program diploma (D3).  Dalam waktu dekat ini, dari 51 santri akan diseleksi kembali oleh AFKN untuk mendapatkan beasiswa pendidikan, melanjuti studi ke jenjang yang lebih tinggi (S1) di bidang kedokteran.

Dalam sambutannya, da’i Nuuwar Papua Ustadz Fadzlan mengatakan, target dakwah AFKN ke depan akan menebar 15 ribu bidan dan 20 ribu guru di seluruh pelosok Papua. "kita semua tahu, Nuuwar sangat kekurangan tenaga bidan dan dokter. Profesi ini sangat dibutuhkan, terlebih di pedalaman Papua."

Ustadz Fadzlan mengatakan,“Kita prihatin, 68 tahun Indonesia merdeka, masih ada seorang ibu yang menyusui anak babi. Bahkan mandi dengan menggunakan lemak babi. Ini memalukan. Pekerjaan mulia menanti santri AFKN untuk mengubah itu semua,” kata Ustadz Fadzlan sedih.

Lebih lanjut, d’ai yang juga anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini mengingatkan santrinya dengan falsafah hujan dari langit yang jatuh ke bumi. “Insya Allah, di masa yang akan datang, Indonesia emas akan dimulai dari Nuuwar,” ujar Fadzlan.

Bidan sebagai Lahan Dakwah

Dalam pidato yang disampaikan oleh Ningrum Maurice yang berjudul “Peran Bidan di Era Globalisasi: Menjadikan kebidanan lahan dakwah untuk Menyelamatkan umat di Nuu Waar”,  mengatakan, “Berbahagialah memilih profesi bidan sebagai profesi pilihan. Karena profesi ini memiliki peran historis yang sangat mulia dan membanggakan dalam penanganan kesehatan ibu dan anak di Indonesia.

Dikatakan, nilai-nilai kesantrian dan kebidanan berhasil dipadukan sebagai salah satu upaya dakwah strategis yang Insya Allah akan membawa dampak besar bagi perkembangan kesempurnaan nilai-nilai Islam untuk generasi di masa mendatang.

Data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menunjukkan, bahwa di tengah posisi geografis serta sebaran penduduk Indonesia yang begitu luas, 60% kelahiran penduduk Indonesia dibantu tangan-tangan terampil dan terdidik dari seorang bidan, bukan dokter.

Lebih jauh lagi, peran bidan ternyata merupakan sosok kunci dalam upaya peningkatan kesehatan ibu semasa kehamilan, persalinan, pasca persalinan hingga pencegahan dan pengobatan.

“Oleh karena itu, apabila hari ini generasi Nuuwar (Papua) berhasil menambah jajaran jumlah bidan di Indonesia, ditambah nilai-nilai religius yang melekat bersamanya, kami yakin perkembangan dakwah Islamiyah di bumi Nuuwar akan semakin efektif dan berkualitas,” ujar Ningrum.

Peran dakwah seorang bidan sangatlah besar dan penting. Peran bidan bukanlah semata profesi, tapi juga mejadi sahabat bagi pasangan suami-istri tatkala merayakan kebahagiaan memperoleh keturunan.

“Bidan seperti ibu kandung yang diperlukan calon ibu. Kesehatan seorang ibu dan janinnya akan tercurahkan pada seorang dokter dan bidan. Ia menjadi tempat bertanya, mengetahui keadaan bayinya, sekaligus sosok yang menguatkan dan menentramkan.”

Lebih dari itu, bidan bukan hanya memberi edukasi masalah gizi dan kesehatan, tapi juga membentuk ketauhidan yang ditanamkan sejak dini kepada bayi dan keluarganya.

Di tengah derasnya arus globalisasi masa kini, urgensi pengasuhan generasi usia emas mulai 0 hingga 5 tahun menjadi sangat penting, mengingat masih minimnya pengetahuan orang tua terhadap pembentukan akidah dan akhlak.

Sejarah Islam mencatat, untuk menjadi ibu asih, tidak harus selalu ibu kandung. Pada masa Rasulullah saw, ada seorang ibu bernama Barkah atau biasa disapa Ummu Aiman. Meski bukan ibu kandung, Rasulullah menganggap Ummu Aiman sebagai ibunya sendiri.

Hubungan Ummu Aiman dengan Rasulullah sendiri berawal sejak beliau lahir. Ummu Aiman berkhidmat sebagai pengasuh yang telah turut membesarkan Nabi Muhammad Saw. Sebelum Rasulullah lahir, Ummu Aiman telah bekerja pada keluarga Abdullah dan Aminah (orang tua Rasulullah Saw). Sepeninggal kedua orang tuanya, Nabi Saw diasuh dan dirawat Ummu Aiman dengan penuh kasih sayang.  Ia tak menganggap Nabi saw sebagai anak yatim, melainkan sudah seperti anaknya sendiri.

“Semoga dari para bidan di Nuu Waar lahir  para Ummu Aiman abad 21 yang mempersiapkan generasi cinta Allah, cinta Rasulullah yang berhati Qur’ani,” ungkap Ningrum.  Desastian

 


latestnews

View Full Version