View Full Version
Jum'at, 21 Dec 2012

Sejarawan UI: Jangan Katakan Negara Islam Telah Gagal & Traumatik

DEPOK (VoA-Islam) – Banyak buku-buku politik dan sejarah yang ditulis oleh para peneliti asing, bahkan sarjana Indonesia, yang menempatkan figur SM Kartosoewirjo sebagai sosok yang paling berbahaya dan menakutkan di negeri ini.  Sehingga tak heran , jika stigmatisasi terhadap Kartosoewirjo berlanjut kepada siapapun yang memiliki cita-cita yang sama: mendirikan Negara Islam. Tuduhan terkait jaringan teroris pun disematkan kepada pejuang Islam yang mendambakan penerapan syariat Islam di negeri ini.

Sejarawan Universitas Indonesia (UI) Bondan Kanumayoso kepada Voa-Islam mengakui, stigmatisasi yang dilekatkan pada sosok SM Kartosoewirjo.  “Selama ini kita banyak membaca buku yang ditulis sarjana asing, yang menempatkan Kartosoewirjo sebagai kekuatan yang menentang negara, sehingga yang muncul adalah sosoknya sebagai pemberontak. Tapi kalau kita lebih objektif, melihat sosoknya secara utuh, bagaimana perannya di masa pergerakan, kita tidak melihat sosoknya sebagai pemberontak, tapi sosok yang ikut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia,” kata Bondan.

Ketika Tan Malaka, seorang tokoh komunis itu dibesar-besarkan, bahkan diberi gelar pahlawan, maka kenapa tidak dengan sosok Kartosoewirjo yang suatu ketika layak mendapat gelar pahlawan.

“Jika kita bisa menelusuri sejarah yang berspektif Indonesia dari sumber yang baik, lalu merevisi tentang bagaimana cara melihat tokoh Kartosoewirjo, Daud Bereueh, Kahar Muzakar. Hal ini masih sangat terbuka luas.  Mereka adalah sosok yang terikat dengan zamannya.  Sedangkan, kita yang hidup di zaman sekarang punya kewajiban untuk menafsirkan kembali posisi mereka, mengingat kita hidup di zaman yang berbeda,” jelas Bondan.

Lantas bagaimana dengan wacana Negara Islam yang menjadi cita-cita Kartosoewirjo? Menurut Bondan, kalau dihadapakan dengan negara Indonesia, sudah disekapakati, bahwa saat ini NKRI adalah cita-cita seluruh bangsa Indonesia.

“Memang cita-cita negara Islam masih ada hingga sekarang. Namun, bukan berarti mereka yang punya cita-cita itu harus disingkirkan dari sejarah kita, karena mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia. Ini dinamika sebuah bangsa,  dengan berbagai bentuk gagasan dan ideology yang diinginkannya. Cita-cita negara Islam adalah perjalanan sejarah  untuk mematangkan bangsa Indonesia, ketika akhirnya memilih negara kebangsaan, yakni NKRI.”

Apakah negara Islam telah gagal? “Saya tidak mengatakan gagal, tapi bagian dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Seperti halnya mereka yang punya cita-cita mendirikan negara komunis, negara yang berdasarkan suku, dan wilayah tertentu. Cita-cita itu masih tetap harus ada, namun bukan berarti lebih benar atau salah. Tapi, lagi-lagi itu dinamika kehidupan suatu bangsa yang tidak bisa kita hindarkan. Yang pasti, wujud final dari sebuah kematangan dan kesadaran dalam berbangsa, NKRI menjadi sebuah pilihan,” kata Bondan.  

Ketika ditanya, kenapa tidak ada partai Islam yang memperjuangkan cita-cita negara Islam? Lebih lanjut Bondan mengatakan, Partai Islam sudah memiliki perspektif yang berbeda dair apa yang diperjuangkan partai Islam terdahulu. Saat ini, ideology, sudut pandang, dan cita-cita itu sudah disesuaikan dengan perkambangan zaman yang ada.

Bondan tidak sependapat jika dikatakan ada traumatic ketika Islam sebagai politik menjadi landasan perjuangan generasi berikutnya. Ia lebih melihat adanya penyesuaian-penyesuaian dan penafsiran baru terhadap ajaran Islam, meski cita-cita itu selalu ada. desastian


latestnews

View Full Version