View Full Version
Senin, 18 Feb 2013

Rusak! Said Aqil Mau Pecah Belah Ormas Islam Terkait Sertifikasi Halal

JAKARTA (voa-islam.com) – Ada upaya dari pihak tertentu yang ingin menimbulkan keresahan, kebingungan, bahkan perpecahan di masyarakat, terkait pemberian sertifikasi halal. Adalah PBNU yang diipimpin oleh Said Aqil Siradj telah membuat lembaga sertifikasi halal tandingan, setelah LPPOM MUI. Ini menunjukkan Said Aqil ingin memecah belah ormas Islam, dengan tidak menjadikan MUI sebagai rujukan sertifikasi halal.

Berbeda dengan PBNU, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan dukungan sepenuhnya atas rancangan sertifikasi halal. Hal ini sangat penting sebagai usaha untuk memberikan perlindungan, jaminan, keselamatan dan kesehatan konsumen, khususnya umat Islam.

“Sehubungan dengan akan diberikannya kewenangan bagi organisasi masyarakat (ormas) untuk menerbitkan sertifikasi halal, perlu diperhatikan dan dikoordinasikan dengan seksama, agar tidak terjadi perbedaan penetapan kehalalan suatu produk antara lembaga satu dengan yang lainnya. Pemberian kewenangan oleh lembaga yang berbeda-beda pendapat, pontensial menimbulkan keresahan, kebingungan, bahkan perpecahan di masyarakat,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, MA dalam pernyataan sikapnya (tertanggal 15 Februari 2013) yang ditujukan kepada Dewan Pimpinan MUI Pusat di Jakarta.

Menurut Din, pemberian sertifikat halal oleh MUI sebagaimana yang berlaku sekarang ini sudah tepat. Kehalalan suatu produk adalah masalah ajaran agama yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah. Sertifikasi halal adalah salahsatu bentuk fatwa yang kewenangannya dimiliki oleh MUI.

“Dalam rangka mengemban ukhuwah Islamiyah dan kerjasama diantara ormas Islam dan untuk memberikan kepastian hukum bagi konsumen, MUI perlu bermusyawarah, berkoordinasi dan melibatkan ormas Islam,” ujar Din.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Abdul Hakam Naja mengatakan, saat ini Majelis Ulama Indonesia masih merupakan pemegang sertifikasi halal secara de facto. Kalau pun ada ormas lainnya seperti Nahdlatul Ulama ( NU) memiliki badan sertifikasi halal, untuk saat ini masih MUI yang berwenang.

Namun, jelas Hakam, Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) saat ini masing digodok di DPR. Dalam RUU tersebut saat ini masih diperdebatkan siapa yang berwenang secara hukum memegang sertifikasi halal.“Bisa MUI, lembaga di bawah pemerintah, maupun ormas-ormas yang ada. Namun belum ada keputusan hingga saat ini,” kata Hakam di Jakarta, Ahad, (17/2).

Sebagai lembaga yang sudah lama berkiprah dalam sertifikasi halal, kata Hakam, MUI harus diberi apresiasi. Selama ini MUI menjalankan fungsinya dalam menentukan kehalalan produk makanan atau minuman. “MUI sudah melindungi masyarakat dari produk haram,” katanya.

Makanya, kata Hakam, dalam RUU-JPH nanti, MUI diupayakan masih bisa memegang sertifikasi halal, sebab kiprah MUI sudah diakui secara internasional. Indonesia dinilai ketat dalam urusan makanan halal dan haram karena MUI aktif mengurusi masalah ini.

NU Bentuk Badan Halal NU

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj meresmikan peluncuran Badan Halal Nahdlatul Ulama, untuk menjamin perlindungan terhadap kepentingan konsumen dan pelaku usaha di Indonesia.
 
Badan Halal NU tersebut, kata Said, dibentuk bukan untuk menyaingi institusi serupa yang telah dimiliki Majelis Ulama Indonesia.“Badan Halal ini dibuat bukan untuk menyaingi MUI. Karena bukan masalah saing-saingan, tapi kita menjalankannya, pengusaha kecil, warung kecil dan juga konsumen adalah warga Nahdiyin," kata Said Aqil di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (6/2/2013) lalu.
 
Pembentukan Badan Halal Nahdlatul Ulama, lanjut Said, merupakan bentuk khidmah Nahdlatul Ulama atas tuntutan masyarakat, baik konsumen maupun pelaku usaha. Sekaligus sebagai realisasi atas rekomendasi yang dihasilkan dalam Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama, yang sudah terlaksana pada akhir 2012 lalu di Cirebon, Jawa Barat.
 
"Ide ini kita sampaikan ke Rois Aam, Kiai Sahal Mahfud  yang juga dari MUI, Menteri Agama juga menyetujuinya. Ini juga semuanya demi rakyat kecil, warga Nahdiyin yang jumlahnya mencapai 70 juta orang," ujarnya.
 
Badan Halal Nahdlatul Ulama menaungi lembaga-lembaga khusus untuk mengurusi permohonan sertifikat halal, tahqiq halal, penerbitan sertifikat halal dan pembaharuan sertifikat halal terhadap produk barang dan jasa yang dipasarkan ke masyarakat.
 
Menurut Said, sertifikasi halal ini diperlukan di tengah persaingan produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia biologi, dan produk rekayasa genetik yang semakin terbuka bebas. Masyarakat sebagai konsumen memiliki kecenderungan menghendaki adanya jaminan halal pada setiap produk yang beredar di pasar.
 
Kondisi ini menjadi sangat wajar karena perlindungan terhadap kepentingan konsumen dan pelaku usaha di Indonesia juga merupakan kewajiban Negara. “Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan berbasis massa Islam terbesar di Indonesia, memiliki prinsip semua barang berstatus halal, kecuali terbukti haram,” ujar Said. [desastian/dbs]


latestnews

View Full Version