View Full Version
Kamis, 21 Feb 2013

Mendagri 'Ngotot' Audit Dana Ormas Asing,LSM Liberal Kebakaran Jenggot

JAKARTA (voa-islam.com) -  Pembahasan RUU Ormas memasuki tahapan panitia kerja (Panja) DPR.  Mendagri Gamawan Fauzi di kantor Kemendagri, Rabu (20/2) menegaskan, kontrol atau audit terhadap aliran dana ormas dan LSM asing wajib dilakukan oleh pemerintah. Selama ini pemerintah juga mengaudit dana partai politik. 

Gamawan menilai, kalau parpol harus diaudit dan ormas tidak, maka negara bisa kehilangan kontrol terhadap kegiatan ormas. Ia pun menjamin audit itu hanya untuk transparansi. Hingga kini, katanya, belum ada aturan pidana jika nanti ditemukan aliran dana yang bermasalah. "Setidaknya kita tahu. Kalau dikirimkan Rp 100 juta (dari donatur) setiap hari sebanyak lima kali sehari, bagaimana kalau pencucian uang?" ujarnya. 

Yang jelas, Kemendagri sudah mencium indikasi adanya LSM Indonesia yang menjadi “jongos” pihak asing. Kekhawatiran sejumlah LSM Indonesia berhaluan Sepilis tersebut tidak mengherankan. Selama ini sudah menjadi rahasia umum bahwa sejumlah LSM liberal itu menerima kucuran dana operasional pada induk-induk mereka, yakni sejumlah yayasan asing yang dimiliki atau berafiliasi dengan pihak Zionis-Yahudi.

Fakta tersebut sudah ditengarai oleh Kementerian Dalam Negeri RI. Pihak Kemendagri sejak tahun 2012 lalu sudah menegaskan indikasi adanya peran dan campur tangan negara asing dalam organisasi masyarakat di Indonesia yang tampak sangat jelas lantaran penuh kepentingan asing. Oleh sebab itu, Kemendagri tengah fokus menelaah organisasi masyarakat asing di Indonesia atau organisasi masyarakat lokal yang berafiliasi dengan negara asing. Di Papua, misalnya, ada ormas atau LSM pengkhianat bangsa yang memberikan informasi ke luar negeri hanya untuk mendapat dana.

LSM Liberal Panik

Atas aturan itu, sebanyak 15 organisasi non-pemerintah yang tergabung dalam Koalisi kebebasan Berserikat (KKB), belum lama ini (15/2/2013) resmi menolak Rancangan Undang Undang Organisasi Masyarakat (Ormas).

Koalisi ini sebagian besar beranggotakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) berhaluan SEPILIS (sekularisme-pluralisme-liberalisme) seperti SETARA Institue, Imparsial, The Wahid Institute, Kontras, LBH Jakarta, Greenpeace dan lain-lain. Mereka menggalang petisi untuk menggagalkan rencana DPR mengesahkan RUU ini.

“Seharusnya, DPR mengubah RUU Ormas ini menjadi RUU Perkumpulan,” kata Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, yang mewakili koalisi. RUU Perkumpulan, kata Poengky, lebih punya kerangka hukum yang benar dan positif dalam pengembangan relasi antara sektor negara, swasta dan masyarakat sipil.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan penolakannya terhadap RUU Ormas beserta semua isinya. Salah satu isi RUU Ormas tersebut berkaitan dengan perlunya melakukan audit terhadap pendanaan LSM yang menerima dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun dari  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), juga dana asing lebih dari Rp 500 juta ke atas.

Peneliti ICW Emerson mengatakan, RUU Ormas merupakan cara yang dilakukan pemerintah maupun DPR untuk mengembalikan posisi ormas seperti pada masa Orde Baru. Jika RUU Ormas disahkan, ICW dengan ormas-ormas lainnya akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. “Makanya kami berharap menang saat judicial review diberlakukan terhadap RUU Ormas ini,” katanya.

Ada enam alasan mengapa RUU Ormas harus ditolak. Keenam alasan itu adalah sebagai berikut:

1. Definisi ormas terlalu luas. Pasal 1 RUU Ormas mencakup semua bentuk organisasi dalam semua kegiatan. Pada draft awalnya, rincian bidang kegiatan bahkan mencakup aktivitas seni budaya. Ruang lingkup yang luas ini berpotensi jadi pasal karet.

2. Ada unsur pemaksaan azas Pancasila. Indikasi pemaksaan ini mirip dengan situasi pada 1987 ketika Menteri Dalam Negeri Supardjo Rustam membubarkan Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) karena dianggap tidak berazaskan Pancasila.

3. Ada pembatasan aktivitas masyarakat sipil. Jika disahkan, UU Ormas mengharuskan dua atau tiga orang yang berkumpul karena kesamaan hobi, seni dan olahraga memiliki akta pendirian dari notaris, AD/ART, program kerja, kepengurusan, nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan membuat pernyataan sanggup melaporkan kegiatan sebelum diakui keberadaannya oleh negara dalam bentuk surat keterangan terdaftar (SKT).

4. Ada ketentuan pelaporan dana yang terlampau mengikat. Pasal 34 ayat 2 RUU Ormas mengharuskan organisasi yang akan mendapat sumber pendanaan apa pun melapor atau mendapat persetujuan pemerintah. Dalam keadaan aparat yang korup, ini menjadi peluang korupsi baru.

5. Banyak larangan multitafsir. Akibatnya, organisasi anti korupsi yang menyuarakan upaya penindakan terhadap pejabat yang korup bisa dianggap organisasi yang membahayakan keselamatan negara. Demikian pula organisasi yang mengkampanyekan mahkamah internasional atas pelanggar HAM berat bisa saja dianggap berbahaya bagi keutuhan negara.

6. Sanksi amat berat. Organisasi yang dianggap melanggar aturan dalam RUU Ormas bisa kena sanksi mulai teguran, pembekuan, pembubaran, pidana kurungan paling lama 5 tahun dan denda Rp 5 miliar. Ancaman sanksi ini merupakan instrumen rezim otoriter untuk merepresi pertumbuhan organisasi masyrakat sipil yang berusaha berperan sebagai counter balance pemerintah.[desastian/dbs]


latestnews

View Full Version