View Full Version
Senin, 11 Mar 2013

HTI Klaten Jelang Muktamar Khilafah: Saatnya Tolak Sistem Kapitalis

KLATEN (voa-islam.com) – Untuk menyambut Muktamar Khilafah 1434 H di Stadion GOR Jatidiri Semarang, Jawa Tengah  pada Ahad 19 Mei 2013 dengan tema “Perubahan Besar Dunia Menuju Khilafah”, DPD II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Klaten mengadakan Halaqah Islam & Peradaban belum lama ini.

Acara yang diadakan di Auditorium Kampus Universitas Widya Dharma (Unwidha) Klaten, Jawa Tengah itu bertajuk “Kontribusi Indonesia Dalam Perubahan Besar Dunia Yang Mensejahterakan”. Hadir sebagai pembicara, Ustadz Choirul Anam, MSI (Lajnah Khusus Intelektual HTI Jawa Tengah) dan Ustadz Ahmad Faiz (Lajnah Khusus Ulama HTI Solo Raya).

Dalam makalahnya yang berjudul “Potensi SDM & SDA Indonesia Dalam Kontribusi Perubahan Besar Dunia”, Ustadz Choirul Anam memaparkan, bahwa kekayaan alam yang melimpah ruah tidak membuat rakyat Indonesia sejahtera, namun justru semakin sengsara.

Disamping itu, sumber daya manusia yang berpotensi besar tidak bisa dimanfaatkan dan dioptimalkan dengan baik oleh negara. Padahal, jumlah orang yang bergelar Doktor yang ada di Indonesia lebih dari 25.000 dari berbagai cabang ilmu, namun mereka hanya bekerja untuk diri mereka sendiri dan mengejar proyek, tanpa mau memikirkan nasib rakyat atau manusia lainnya.

“Ironi, kekayaan alam yang melimpah, tapi tidak membuat rakyat sejahtera. Hal ini karena kekayaan alam hanya dinikmati oleh sebagian orang saja, bahkan tak jarang dikuasai oleh swasta dan juga asing,” paparnya.

Lanjutnya, pemerintah kerap salah dalam mengelola negara ini. Orang-orang yang berpotensi dinegeri ini banyak bekerja di luar negeri lantaran di negeri sendiri tidak dihargai kemampuan dan keilmuannya. Dan orang-orang yang punya skil yang seharusnya bisa dioptimalkan untuk dikembangkan didalam negeri, juga tidak diberi ruang yang seluas-luasnya, khususnya para intelektual dan doktor muslim.“Tidak adanya grand strategy yang akan menggerakkan semua potensi SDM yang ada,” jelasnya.

Menurutnya, faktor yang dominan dari “kekacauan” dan salah pengelolaan di negeri ini dan negeri-negeri yang mayoritas penduduknya islam karena penguasa lebih memilih sistem sesat dan kufur yang ditawarkan barat yakni sistem kapitalis, demokrasi dan sistem lainnya yang mendukung langgengnya sistem tersebut.

“Karena pemerintah memilih sistem kapitalis dan demokrasi. Kapitalisme dengan ide kebebasan memiliki harta (al huriyah milkiyah) akhirnya membuat Kekayaan Alam berupa barang tambang, energi dan hutan dikuasai oleh individu atau swasta. Akhirnya, kekayaan menumpuk pada kelompok kaya.”

Tolak Ribawi

Sementara itu, Ustadz Ahmad Faiz mengatakan, pengelolaan kepemilikan dalam Islam mencakup dua aspek, yaitu pengembangan harta (tanmiyatul mal) dan penginfaqkan harta (infaqul mal). Dalam pengembangan harta maupun penginfaqkan harta, Islam telah mengatur dengan berbagai hukum. Islam, misalnya, melarang seseorang untuk mengembangkan hartanya dengan cara ribawi atau melarang seseorang bersifat kikir, dan sebagainya.

Islam mewajibkan seseorang untuk menginfaqkan (menafkahkan) hartanya untuk anak dan istrinya, membayar zakat, menyantuni anak yatim, janda-janda para mujahid dan lain-lain. Jelaslah, bahwa dengan adanya pengaturan pengelolaan kepemilikan, akan menjadikan harta yang beredar itu, menjadikan perekonomian semakin berkembang dan bertambah, kemiskinan bisa diatasi dan yang lebih utama adalah harta tersebut diridhoi oleh Allah.

Pimpinan Ponpes Abdurrahman bin ‘Auf Klaten ini juga menegaskan bahwa tegaknya kembali Khilafah Islamiyah di akhir zaman sudah diberitakan di dalam hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, berdirinya kembali Khilafah Islamiyah itu tidak hanya ditunggu saja dengan cara berpangku tangan. Namun, kaum muslimin wajib untuk mengupayakannya secara sungguh-sungguh dalam menegakkannya.“Khilafah Islamiyah itu harus kita usahakan dan upayakan agar bisa tegak dimuka bumi ini,” tuturnya.

Khilafah Islamiyah sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya akan segera tegak kembali. Perubahan besar dunia menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera akan terwujud. Namun demikian, perubahan besar dunia tersebut tidak cukup kita tunggu. Akan tetapi secara aktif wajib kita wujudkan dengan upaya sungguh-sungguh, penuh kesabaran dan keistiqamahan. [Bekti]


latestnews

View Full Version