View Full Version
Senin, 11 Mar 2013

Kajian Jihad: Syariat Jihad Dilakukan Minimal Satu kali Dalam Setahun

SOLO (voa-islam.com) – Masih banyak kaum muslimin yang menganggap syari’at jihad saat ini hukumnya fardhu kifayah. Hal ini karena pengetahuan dan  pemahaman yang minim. Akibatnya, umat Islam menjadi acuh tak acuh dengan syari’at ini.  Jihad yang menjadi ujung tombak dari benteng pertahanan dakwah Islamiyah akhirnya tak bisa dilaksanakan untuk mengawal dakwah illallah yang disuarakan oleh para ulama.

Hal itu terungkap dalam sebuah kajian di Masjid Al Fauziah Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah yang disampaikan oleh  Ketua Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) Jawa Tengah Ustadz Aris Munandar Al-Fatah, Lc beberapa waktu lalu.

Dikatakan Ustatdz Aris, jihad adalah puncaknya amal, dan para pelaku jihad (mujahid) telah dijanjikan dengan surga. Namun, disayangkan, tawaran itu tak membuat umat Islam tertarik. Bahkan mengabaikannya.

Ustadz Aris menjelaskan, umat islam hendaknya melaksanakan syari’at jihad minimal sekali dalam setahun, dan tidak boleh kaum muslimin meninggalkan syari’at jihad tersebut. “Jihad paling sedikit dilakukan satu kali dalam satu tahun , atau lebih dari satu kali, tentu  lebih baik. Jangan malah tidak sama sekali,” jelasnya.

Jihad belum bisa dilakukan bila ada alasan tertentu. Misalnya, masih dalam keadaan lemah, tidak memiliki kemampuan, kendaraan dan perbekalan, atau sementara waktu malah berakibat buruk kepada dakwah islamiyah yang sedang dijalankan atau kekhawatiran diserobotnya hak-hak kaum muslimin. Sebab lain, jihad bisa ditunda karena banyaknya musuh, mengingat diperlukan strategi, setidaknya berhitung. Ulama menyebutkan, jihad itu paling sedikit dilakukan sekali dalam setahun. Kalau tidak ada darurat tertentu maka tidak ada alasan untuk menolak jihad.

Yang menyebut jihad fardhu khifayah adalah pendapat jumhur ulama, diantaranya Imam Muhammad Amin bin Abidin.  Jihad itu fardhu khifayah, bila dikerjakan sebagian orang saja sudah cukup. Namun bila tidak cukup oleh sebagian orang, maka hukumnya kembali kepada fardhu ‘ain.

Dalam kajian-kajian yang kita adakan selama ini, memberi kesimpulan, fardhu kifayah itu bilamana kita anggap disuatu negeri yang dijajah oleh non muslim dianggap mereka sudah cukup melawan atau menghalau kejahatan musuh itu sendiri tanpa bantuan kita. Tapi kalau masih membutuhkan, maka tetap hukumnya fardhu ‘ain. 

“Jihad itu merupakan puncak amar ma’ruf dan nahi mungkar. Bila jihad mampu ditegakkan, laksanakan, Tapi manakala tidak, lakukanlah amar ma’ruf, mencegah orang dari kemungkaran, dan mengajak kebaikan. Sedangkan amar ma’ruf hukumnya fardu khifayah, bukan fardhu ‘ain.” [Bekti]


latestnews

View Full Version