View Full Version
Kamis, 28 Mar 2013

Staf Ahli Kemendagri:RUU Ormas Bolehkan Ormas Islam Gunakan Asas Islam

JAKARTA (voa-islam.com) – Setiap Ormas boleh menggunakan asas-asas lain selain Pancasila.  Asas dalam sebuah Ormas itu merupakan denyut nadi. Dalam RUU Ormas, setiap Ormas boleh mencantumkan asas-asas lain, seperti asas Islam.

Demikian dikatakan Dr. Firdaus Syam, MA anggota tim perumus Rancangan Undang-Undang (RUU) Organisasi Masyarakat (Ormas) yang juga staf tenaga ahli Kemendagri kepada wartawan media Islam usai Diskusi Public "Menimbang Maslahat dan Masfadat RUU Ormas Bagi Umat Islam, Bangsa, dan Negara Indonesia" yang diselenggarakan Forum Media Dakwah Indonesia (Formedia) di Gedung Juang 45, Jakarta Pusat, Rabu (27/03/2013) siang.

Ditegaskan Firdaus, tidak ada larangan bagi organisasi kemasyarakatan yang bersifat keagamaan untuk mencantumkan Islam sebagai asas organisasi. "Silahkan. Memang tidak (dilarang), sangat..sangat..sangat tidak dilarang, bahkan silahkan," katanya.

Dikatakan Firdaus, ini hanya pada persoalan trik menyusun kalimat asas saja. Misalnya Ormas A mencantumkan azasnya dalam kalimat "Ormas A adalah Ormas keagamaan yang berakidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang bersumberkan al-Qur'an dan Hadits serta berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945".

Jadi, tegas Firdaus, tidak benar jika RUU Ormas ini mengatur azas tunggal. "RUU ini sangat beda dengan UU No.8/1985 tentang asas tunggal Ormas pada masa Orde Baru," tegas Firdaus.

Firdaus menjamin jika RUU Ormas tidak akan membuat pemerintah berlaku represif. Jika ada pasal-pasal yang represif, maka dirinya yang pertama kali akan menolak. "Saya ini pengurus HMI yang pada tahun 80'an menolak asas tunggal," kata alumni Pelajar Islam Indonesia (PII) ini.

Firdaus Syam mengatakan, RUU Ormas yang saat ini digodok, ada asas kehidupan berbangsa dan bernegara, tapi pada saat yang sama, dalam satu nafas, ada asas ciri yang diperbolehkan digunakan oleh Ormas. "Di pasal berikutnya lagi boleh menggunakan ciri. Kita menghormati asas-asas yang lain dengan kedudukan yang sama," kata Firdaus Syam.

Bila ada penolakan terhadap RUU Ormas, Firdaus menduga karena disebabkan tiga hal. Pertama, kemungkinan RUU tersebut tidak dikaji secara kritis. "Dia tidak mengkaji secara kritis, perkembangan demi perkembangan," kata Dosen Pascasarjana Universitas Nasional itu.

Kemungkinan kedua, lanjut Firdaus, kemungkinan ada mindset trauma masa lalu. Mengingat pada masa Orde Baru, pemerintah bertindak represif terhadap masyarakat khususnya ormas-ormas Islam.  Terhadap kemungkinan adanya rasa trauma ini, Firdaus mengusulkan supaya ada komunikasi yang intens antara ormas dengan pemerintah.

"Untuk lebih memahami perkembangan apa yang menjadi esensi klausul demi klausul materi. Bahwa RUU Ormas ini dalam konteks substansi memberi ruang yang demokratis bagi LSM dan Ormas untuk memberdayakan dirinya. Termasuk hak mereka untuk mencantumkan asasnya," jelasnya.

Kemungkinan ketiga, Ormas menolak dengan sikap apriori. "Pokoknya menolak," lanjutnya.

Menanggapi demo-demo yang dilakukan sejumlah kelompok untuk menolak RUU Ormas, Firdaus mengatakan hal ini perlu dicermati. Penolakan itu berdasarkan kajian atas RUU ormas secara teliti atau tidak.

"Apa mereka menolak karena sudah mempelajari secara kritis materi dalam UU. Kalau sudah, yang mana yang represif, mana yang tidak demokratis, dan mana yang tidak sesuai nafas Islam," ungkap firdaus.

Menurut Tenaga Ahli Kemendagri ini, jika penolakan terhadap RUU Ormas dengan alasan pemaksaan asas tunggal, maka yang menolak berarti tidak melihat RUU itu secara teliti. "Atau pokoknya tolak tanpa alasan. Atau faktor trauma, kekhawatiran yang berlebihan," papar mantan aktivis HMI ini.

Pejelasan yang Tidak Utuh?

Ketika ditanya, terkait kenapa sejumlah ormas Islam menyatakan penolakannya terhadap RUU Ormas, khususnya yang terkait dengan isu asas tunggal. Firdaus mengatakan,  sebenarnya itu hanya persoalan sosialisasi. "Ini persoalan sosialisasi. Hendaknya ada komunikasi yang lebih intens, dialog yang lebih terbuka," kata Tenaga Ahli Kemendagri itu.

Dosen Universitas Nasional ini juga mengajak pemerintah supaya melakukan komunikasi dengan masyarakat supaya tidak timbul jarak antara keduanya dalam menyikapi RUU yang akan menggantikan UU No 8 Tahun 1985 ini. "Hendaknya agar lebih terbuka membuka komunikasi dengan masyarakat," ungkapnya.

Menurut Firdaus, kalangan yang menolak RUU Ormas ini setidaknya bisa dipetakan dalam beberapa kelompok. Ada yang menolak karena tidak mengkaji secara kritis, ada yang karena faktor trauma masa lalu, dan ada juga yang asal menolak serta bersikap apriori.

Firdaus menganjurkan kelompok-kelompok ormas yang tidak sepakat dengan RUU Ormas supaya menyampaikan saran dan masukan secara kritis kepada DPR. "Masih ada waktu. Pengesahan setidaknya April sudah diparipurnakan," tandasnya.

Pasal 2 RUU Ormas menyebutkan asas ormas adalah Pancasila dan UUD 1945 serta dapat mencantumkan asas ciri lainnya yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pasal selanjutnya juga disebutkan Ormas dapat mencantumkan ciri khusus lainnya. Demikian dijelaskan Firdaus.

Peran Ormas

Saat menjadi pembicara dalam diskusi public, Firdaus Syam mengatakan, secara historis, Ormas memiliki peran yang signifikan dalam perjalanan bangsa Indonesia. Maka sangat tidak bijak jika pemerintah membuat RUU Ormas yang bersifat represif. Soal cara pembubaran ormas misalnya, Firdaus menjelaskan, bahwa dalam RUU ini justru pembubaran ormas harus melalui Pengadilan yang sebelumnya telah melewati berbagai macam tahapan.

"Dalam RUU Ormas, Pemerintah tidak boleh semena-mena ambil tindakan.  Ada peringatan satu, dua, tiga, hingga nanti dibawa pengadilan. Itu (tahapan) paling ujung. Ini beda dengan UU No 8/1985 yang membolehkan pemerintah membubarkan satu Ormas tanpa proses pengadilan," katanya.

Firdaus menjelaskan, tidak mungkin negara akan melarang ormas-ormas untuk melarang Islam sebagai asas organisasi. "Kita tahu agama punya peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Agama bukan hanya milik kelompok, organisasi. Agama harus dilindungi negara," lanjutnya. [desastian]


latestnews

View Full Version