View Full Version
Kamis, 20 Jun 2013

Ulama Betawi: Harus Ditanam Rasa Jijik Masyarakat Pada Prostitusi

JAKARTA (voa-islam.com) –Kramat Tunggak. Mendengar nama itu, banyak orang akan mengarah pada hal negative dari kawasan itu. Yakni sebuah tempat prostitusi terbesar satu-satunya di Asia Tenggara.

“Dulu, di tempat inilah, pernah menjadi lembah kotoran Jakarta. Di sinilah kawasan berkumpulnya para preman, mucikari, germo, tukang centeng, hidung belang, pemabok, hingga transaksi narkoba. Dan disinilah benih HIV AIDS tersebar,” ujar ulama Betawi KH. Syaifudin Amsir kepada voa-islam usai memperingati Puncak Milad 10 Tahun Jakarta Islamic Center (JIC), Koja, Jakarta Utara, Kamis (20/6) siang.

Dikatakan kiai kharisma itu, kala itu Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso bermanuver untuk mengubah kawasan yang dahulunya “haram jadah” menjadi sejadah. Bahkan Bang Yos mendapat cibiran, bahkan dibilang sok jago.

“Untungnya, Bang Yos, mendapat dukungan dari para ulama. Termasuk saya ketika itu. Sebagai ulama, saya angkat jempol buat Bang Yos. Mengingat, ditengah gonjang-ganjing dan cibiran orang, beliau berani mengambil keputusan yang tidak popular ketika itu,”ungkapnya.  

Kyai NU itu mengaku menyesal jika pelanjut Sutiyoso tidak serius merawat Islamic Centre ini . Termasuk Gubernur Fauzi Bowo dan Jokowi saat ini. Dikatakan Kyai Syaifudin Amsir, prestasi Sutiyoso dalam hal penutupan lokalisasi Kramat Tunggak menjadi Jakarta Islamic Centre, jangan dilihat semata “Sutiyoso” nya seolah menjadi komoditi politik. Tentu harus ada yang melanjutkan program Bang Yos untuk menjadikan JIC sebagai Pusat Peradaban Islam di Kota Jakarta.

Seperti diketahui, lokalisasi Kramtung ini tidak mendapat gejolak yang signifikan dari masyarakat sekitar. Semua pihak bersatu untuk mendorong ditutupnya tempat maksiat terbesar ini.

Ketika ditanya, apakah Kyai setuju dengan pembangunan hotel di sekitar kompleks JIC? Kyai lebih mendukung untuk difungsikan sebagai pesantren. “Segala sesuatunya harus step by step.”

Bicara tentang prostitusi memang tak akan pernah ada habisnya. Menurut Kyai, ada persoalan social seperti kemiskinan yang harus diputus mata rantainya. Bukankah kemiskinan mendekati kekufuran.  Dengan begitu, harus ada yang peduli untuk mengikis kemisikinan itu.

“Ketika orang hanya memikirkan ‘yang penting makan’  tanpa peduli halal-haram, maka disitulah kekufuran akan merajalela. Terpenting, harus ditanamkan “rasa jijik masyarakat” terhadap prostitusi dan perzinahan,” demikian keprihatinan Kyai Betawi yang pernah menjadi guru besar IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini. [desastian]


latestnews

View Full Version