View Full Version
Sabtu, 29 Jun 2013

Mengapa Syi'ah (Kini) Pakai Istilah Takfiri-Wahabi Kepada Ahlu Sunnah?

Oleh : Multazim Jamil

JAKARTA (voa-islam.com) - Konflik Sunni-Syi’ah saat sekarang ini sedang menjadi trending topic di ranah pergerakan. Bisa jadi, ini merupakan efek “domino” dari Jihad Suriah yang sedang menggelora. Di Indonesia sendiri, kasus pengusiran warga Syi’ah di Sampang, Madura, Jawa Timur merupakan konflik fisik yang cukup menggentarkan komunitas Syi’ah.

Dalam perang opini antara kubu Sunni dan Syi’ah, ada satu fenomena yang unik, yaitu penyebutan istilah Sunni oleh kubu Syi’ah, sering diganti dengan kata Wahabi atau Takfiri. Sementara, kubu Sunni masih tetap menggunakan kata Syi’ah sebagai sebutan bagi Syi’ah baik Nushairiyah, Imamiyah, dan sebagainya.

Pada siaran Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, Selasa 25 Juni 2013 malam, salah satu narasumber, Haidar Bagir, CEO Mizan, menyebut kelompok Takfiri sebagai biang dari permasalahan Sunni-Syi’ah di Indonesia dan dunia.

...Pada siaran Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, Selasa 25 Juni 2013 malam, salah satu narasumber, Haidar Bagir, CEO Mizan, menyebut kelompok Takfiri sebagai biang dari permasalahan Sunni-Syi’ah di Indonesia dan dunia...

Berlanjut kemudian, terjadi perang opini di dunia maya lewat jejaring sosial Twitter. Pihak Sunni yang malam itu melakukan aksi twitstorm dengan hastag #SyiahBukanIslam, mendapat perlawanan dari pihak Syi’ah dengan hastag #IndonesiaTanpaTakfiri

Sedikit melakukan perbandingan, labelisasi Takfiri juga digunakan oleh sekelompok warga Nahdhatul Ulama (NU) dalam perang opini melawan kelompok Fundamentalis, jauh sebelum konflik Sunni-Syi’ah ter-blow up dan menjadi headline media massa di Indonesia.

Sudah mafhum (diketahui banyak orang) bahwa labelisasi Wahabi, Takfiri, Fundamentalis dan lain sebagainya adalah sematan serupa yang dialamatkan kepada Ahlussunnah yang bermanhaj Salaf (oleh kaum Kafir untuk mengadu domba sesama muslim, selain Syi’ah. Karena #SyiahBukanIslam).  

...Sudah mafhum (diketahui banyak orang) bahwa labelisasi Wahabi, Takfiri, Fundamentalis dan lain sebagainya adalah sematan serupa yang dialamatkan kepada Ahlussunnah yang bermanhaj Salaf (oleh kaum Kafir untuk mengadu domba sesama muslim, selain Syi’ah. Karena #SyiahBukanIslam)...

Pada 2003, RAND Corporation, sebuah lembaga think-tank bentukan Barat untuk analisis dunia Islam dan Timur tengah, melalui sebuah rekomendasi berjudul "Civil Democratic Islam: Parnters, Resources, and Strategies”. Rekomendasi berisi pemetaan kawan dan lawan, serta arahan-arahan bagi pemerintah negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim untuk mengatasi terorisme.

Rekomendasi ini diawali dengan klasifikasi  umat Islam menjadi empat kelompok, yaitu Fundamentalis, Tradisionalis, Modernis, dan Sekuler. Pembagian kelompok ini berdasarkan fleksibilitas masing-masing kelompok terhadap ajaran Islam dan sikap terhadap demokrasi.

Kelompok Fundamentalis adalah kelompok Islam yang memegang teguh ajaran Islam, bercita-cita menegakkan Syari’ah, dan paling getol menentang demokrasi. Dalam masyarakat kita, kelompok Fundamentalis ini lebih akrab dengan julukan Wahabi atau Takfiri. Sedangkan kelompok Tradisional adalah kelompok Islam yang masih berpegang pada budaya lokal dan seringnya menganggap kelompok Fundamentalis adalah musuh utama.

...Syi’ah sadar, lawan mereka, secara istilah, adalah Ahlussunnah wal Jama’ah. Namun, jika menggunakan istilah itu sebagai sansak pukul berarti bunuh diri, karena akan berhadapan dengan jutaan warga NU...

Pada poin kedua rekomendasi RAND Corporation disebutkan, "Support the traditionalists against the fundamentalists". Adu domba antara kelompok Tradisionalis dan kelompok Fundamentalis, dijadikan strategi sebagai upaya untuk menghancurkan kelompok Fundamentalis.

Dengan dibantu oleh kelompok Moderat dan kelompok Sekuler, diharapkan koalisi Tradisionalis-Moderat-Sekuler dapat mematikan pergerakan dan ideologi kaum Fundamentalis. Strategi adu domba inilah yang saat ini mungkin sedang diterapkan di Indonesia.

Ormas Islam terbesar di Indonesia, NU mewakili identitas sebagai kelompok Tradisionalis di Indonesia. Sementara itu, Jaringan Islam Liberal (JIL) mewakili kelompok modernis, walau kini sudah kembang kempis karena dana dari donatur hampir habis.

Tokoh-tokoh JIL, seperti Ulil Abshar Abdalla, Zuhairi Misrawi, Guntur Romli, dan lain-lain, sering mengklaim diri sebagai “Cendekiawan Muda NU”.  Ya, duet Tradisionalis-Modernis seolah telah menjadi pasangan yang serasi, walau kadang muncul penentangan dari internal kalangan Tradisionalis sendiri terhadap pemikiran ala JIL.

...Hal ini tentu berbanding terbalik dengan jargon Syi’ah yang selama ini mengusung anti-Amerika. Namun ternyata Syi’ah malah latah mengikuti skenario adu domba buatan lembaga riset Amerika, RAND Corporation...

Nah, kembali ke masalah Syi’ah. Di manakah posisi kelompok Syi’ah dalam grand strategy adu domba buatan RAND Corporation ini? Mari kita cermati kembali penggunaan istilah dan labelisasi oleh pihak Syiah kepada Sunni.

Penggunaan istilah Takfiri dan Wahabi oleh Syiah sebenarnya mendompleng tren yang sedang menjamur, sebagaimana kebiasaan kaum Tradisionalis yang sering menyematkan label Wahabi atau Takfiri kepada kelompok Fundamentalis.

Ini menunjukkan kebingungan mereka untuk mengidentifikasi lawan mereka sesungguhnya. Syi’ah sadar, lawan mereka, secara istilah, adalah Ahlussunnah wal Jama’ah. Namun, jika menggunakan istilah itu sebagai sansak pukul berarti bunuh diri, karena akan berhadapan dengan jutaan warga NU. Jadilah ia terjebak dan membebek garis-garis arahan RAND Corporation di atas.

Hal ini tentu berbanding terbalik dengan jargon Syi’ah yang selama ini mengusung anti-Amerika. Namun ternyata Syi’ah malah latah mengikuti skenario adu domba buatan lembaga riset Amerika, RAND Corporation. Lalu, masih relevankah slogan anti-Amerika bila mereka sendiri demen (suka dan mengikuti) dengan istilah-istilah bikinan Amerika? yang jelas, #SyiahBukanIslam. [Khal-fah]


latestnews

View Full Version