View Full Version
Kamis, 05 Dec 2013

Terungkap Korban Pelecehan Lain 'Budayawan Liberal' Sitok Srengenge

JAKARTA (voa-islam.com) - Bah, liar nian polah 'buayawan liberal' Sitok Srengenge, hal ini terendus setelah Dosen Universitas Indonesia, Saras Dewi, yang menungkap ada korban pelecehan seksual penyair Salihara Sitok Srengenge tidak cuma satu pada diri Ami alias RW (22) yang kini tengah hamil 7 bulan..

Saras yang menjadi pendamping RW mengatakan, korban kedua adalah mahasiswi dari Bandung, Jawa Barat.

“Memang ada korban lagi, seorang mahasiswi dari Bandung,” ujar Saras saat dihubungi oleh Tempo, Rabu malam, 4 Desember 2013. Saras menyebut mahasiswi itu menjadi korban pelecehan dalam waktu yang berdekatan dengan korban pertama berinisial RW, yang merupakan mahasiswi Universitas Indonesia.

“Tapi tidak sempat terjadi persetubuhan karena korban sempat kabur,” kata Saras. Menurut dia, korban mengatakan kejadian itu terjadi pada Desember tahun lalu. Modus pelecehan, kata Saras, persis seperti yang dialami RW.

Saras mengatakan korban kini masih dalam pemulihan dan diusulkan untuk ikut dalam konseling. “Dia masih trauma dan dalam penyembuhan untuk menguatkan korban dalam proses persidangan.”  

Modus Pemerkosaan Dicekoki Miras?

Salah seorang mahasiswi FIB UI menjadi korban pemerkosaan secara halus dengan intimidasi  mental oleh seorang seniman bernama Sitok Srengenge. Desember 2012, ia kenal dengan Sitok sebagai juri salah satu acara melalui hubungan kerja.

Maret 2013, Sitok menghubungi korban yang pada saat itu tengah mengerjakan tugas akhir mengenai penelitiaan kebudayaan. 

Posisi Sitok sebagai seniman membuatnya berkomunikasi lagi dengan modus membantu pengerjaan tugas tersebut. Sitok mengondisikan dengan berbagai alasan yang kemudian pertemua berlangsung di kos.

Pada kesempatan itulah awalnya Sitok melakukan pelecehan seksual (secara rabaan) secara paksa terhadap korban. Perlu diketahui, korban dikenal sebagai perempuan baik-baik nan lugu yang bahkan belum pernah berpacaran. 

Ia juga memiliki trauma masa lalu yang membuatnya mudah terpuruk ketika mendapat tekanan. Ketika mendapatkan pelecehan seksual secara paksa, korban mengalami ketakutan dan trauma yang sangat dalam.

Setelah kejadian, Sitok kembali menghubungi korban. Meski tidak dibalas, tetapi Sitok terus menerus melakukan “teror”. Korban yang sedang dalam kondisi terpuruk tidak punya pilihan selain berusaha untuk mengakhiri dengan bertemu langsung.

Namun, dalam kesempatan tersebut pelecehan seksual meningkat statusnya menjadi pemerkosaan dengan intimidasi  mental. Setelah itu, pemerkosaan dilakukan berulangkali dengan modus yang sama (tekanan mental dan rayuan menjebak).

Beberapa bulan kemudian korban diketahui hamil 4 bulan. Dalam kondisi kebingungan dan hilang arah, korban bercerita kepada salah satu alumni yang juga teman dekatnya. Alumni dan beberapa orang teman selama tiga bulan berusaha menelusuri kejadian sebenarnya.

Hal ini berjalan sulit karena trauma korban yang sangat dalam. Belakangan diketahui bahwa korban sempat melakukan beberapa kali percobaan bunuh diri yang berakhir gagal. 

Sitok berkali-kali sulit dihubungi. Ketika dapat dihubungi, jawaban dari Sitok kira-kira adalah permintaan diam dan larangan menyebarkan informasi karena akan merusak nama baik Sitok.

Berdasarkan hal-hal di atas, BEM FIB UI mendukung korban yang masih menjadi bagian dari keluarga besar mahasiswa FIB UI. Perlakuan tidak pantas dan patut diduga sebagai perbuatan pidana asusila serta sikap tidak bertanggungjawab yang dilakukan oleh Sitok karena melukai moral, hak perempuan, masyarakat seni budaya, dan integritas pelaku sebagai seorang seniman yang sejatinya menjadi teladan dan paham akan budaya Indonesia. 

1) Kami mendukung segala bentuk perlawanan yang dilakukan oleh korban sebagai gerakan moral penyadaraan agar tidak ada lagi korban dari kasus serupa di kemudian hari. 

Sebagai informasi, selain korban juga ada beberapa orang lain yang didekati oleh Sitok dengan modus yang sama. Di luar sana, entah siapa lagi yang menjadi korban Sitok dan orang-orang yang berperilaku serupa?

2) Menjawab pertanyaan beberapa pihak yang menanyakan laporan setelah 7 bulan, ada beberapa hal yang harus kembali kami tekankan. Pertama, korban mengalami trauma yang sangat dalam dan hampir tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena keadaan psikologis yang sudah lemah sejak awal.

Korban baru dapat bercerita setelah dorongan selama tiga bulan dari teman dan keluarga. Sitok begitu hebat dan sadisnya mampu membungkam korban hingga trauma. Kedua, secara tegas ini adalah perbuatan asusila, bukan sekadar perbuatan tidak menyenangkan. UU di negeri ini belum cukup kuat untuk melindungi hak perempuan yang terlukai. 

3) Ketiga, secara norma, perbuatan ini telah melampaui batas, seorang seniman yang telah berumur melakukan pemerkosaan dengan kekerasan mental kepada perempuan yang seumur dengan anaknya dan melanggar batas norma adat ketimuran.

4) Terakhir, kami ingin mengajak seluruh mahasiswa untuk mendukung korban yang masih merupakan bagian dari keluarga di kampus dan menuntut Sitok Srengenge untuk bertanggungjawab. Fokus kita bukanlah pada identitas korban, tetapi pada kejahatan pelaku.

Ini adalah gerakan moral untuk menyadarkan pelaku dan beberapa budayawan lain yang mempunyai perilaku sama. Ini juga merupakan gerakan untuk menghindari perilaku kekerasan terhadap kaum perempuan yang masih sering terjadi di negeri ini. Ini adalah gerakan untuk melawan tindakan yang berlawanan dengan intektualitas kita. 

Ini adalah saat kita untuk bicara kebenaran. Demikian tulisan yang di rilis oleh Badan Eksekutif Mahasiswa FIB UI.


latestnews

View Full Version