View Full Version
Kamis, 17 Apr 2014

Lingkar Kemaksiatan di Solo -Kota Asal Jokowi- dan Modus Barunya

SOLO (Voa Islam) - Merebaknya bisnis Family Karaoke diduga kuat menjadi modus baru bagi cover tindak kemaksiatan. Seorang wartawan senoir Solo melempar soal, kenapa tidak ada yang datang berkeluarga ke tempat-tempat tersebut ? Kenapa yang datang hanya kaum lelaki dewasa ?

Bahkan dalam pantauan dan investigasi yang dilakukannya, Zhensho dan Amazone Family Karaoke menggelar tari telanjang dengan tarif yang murah dan mudah dijangkau masyarakat kelas apapun. Namun foto-foto tari telanjang yang diajukan kepada pihak kepolisian tidak ditindaklanjuti. Bukti gambar-gambar seronok dan menjijikkan tersebut seakan tidak membuat aparat kepolisian bergeming dan tergerak nuraninya untuk mengambil sikap profesionalnya selaku pengayom masyarakt.

Hingga pada hari Rabu, 16/01/2013 silam, Laskar-laskar ummat Islam se-Soloraya bergerak mengepung dan melakukan unjuk rasa menuntut ditutupnya Zensho Family Karaoke yang berada di jalan Kebangkitan Nasional, belakang kompleks Taman Sriwedari tersebut. Namun seperti biasa, tindak kritis masyarakat semacam ini disikapi sebagai ancaman keamanan.

Jangankan menangkap pemilik Zensho, bahkan menanyai sang penari telanjang yang ada dalam foto-foto yang telah sampai di tangan merekapun tidak segera dilakukan. Masak, warga mesti berinisiatif dengan dipajang gambar sang penari telanjang itu di tiang-tiang listrik dengan tulisan WANTED di penjuru Solo. Kasus Zensho akhirnya menguap bak spirtus yang dingin itu.

Bersamaan dengan merebaknya sikap penolakan Raperda Miras tempo hari di Solo, tiba-tiba masyarakat kembali dikejutkan dengan adanya serangan bom Molotov yang dilakukan sekelompok orang terhadap Zensho Family Karaoke. Seakan sang penyerang berpesan bahwa disamping merebaknya miras di Solo masih ada bahaya lain yang mengancam kehidupan masyarakat Solo. Yakni virus kemaksiatan yang bersembunyi dan beranak-pinak pada bisnis yang seolah legal namun menjajakan ‘kejangakan’ seksual di kota asal Jokowi ini.

Dari sini pihak aparat keamanan justru seakan bersemangat karena mendapat amunisi untuk mengejar pelaku serangan Zensho. Timbul pertanyaan dari nurani kita sebagai warga yang terancam oleh berbagai penyakit masyarakat, kenapa sumber-sumber penyakit masyarakat terkesan dilindungi atas nama aturan dan ketertiban sedangkan tindak kritis masyarakat terhadap sumber-sumber kerusakan segera ditindak-lanjuti dengan kerja professional kepolisian?

Melempar bom Molotov jelas suatu kesalahan menurut perspektif hukum yang mereka bela, tapi keberadaan family Karaoke seperti Zensho yang melakukan bisnis tari telanjang adalah juga pelanggaran hukum dan perusakan nialai-nilai luhur yang ada dalam. kehidupan masyarakat. Kecuali kita sepakat, karena dorongan syahwat perut dan sejengkal dibawahnya sudah mendominasi akal sehat maka nanti akan ada juga Raperda Pengaturan Tari Telanjang di Solo? Apa begitu jalan pikiran kita … na’udzubillahi min dzalik!

Sebagai masyarakat yang wasih waras akal dan nuraninya serta masih menjadikan agama sebagai cara hidup, pasti kita berada pada barisan yang akan memerangi kemunafikan pihak aparat keamanan walau mereka bersenjata dan bersembunyi dibalik berbagai peraturan mandul yang digunakan sesuai versinya sendiri.

Tabloid SuaraKami yang baru terbit di Solo dalam halaman 15 menulis judul Menunggu Keberanian Aparat Tutup Zensho pada sebuah artikel yang mengupas sedikit bisnis illegal tari telanjang dibalik bisnis Family Karaoke. Judul yang memberi kesan kepengecutan pihak berwenang saat menghadapi cukong-cukong berduit. Pisau keadilan tumpul bagi para cukong tapi sangat tajam bagi masyarakat lemah.

Terbukti, kepolisian Resort Surakarta pada ahad pagi selepas subuh, 30/03/2014 kemarin menangkap S di Danukusuman. Pada satu hari sebelumnya, sabtu, 29/03/2014, polisi menangkap Z di Losari, RT 001/02, Semanggi Ps. Kliwon. Berawal dari pengaduan seorang anak Punk yang merasa dianiaya warga di perempatan Baturono. Anak Punk yang sebenarnya telah meresahkan warga karena mengganggu lalulintas, mabuk-mabukan ketika dihajar warga yang peduli, yakni Z justru pengaduannya diterima polisi dan segera ditindaklanjuti dengan penangkapan Z.

Beberapa anak Punk yang sering nongkrong di utara perempatan Baturono sudah amat meresahkan warga. Aktivitas minum minuman keras, ngepil dan mengganggu lalu lintas sudah seringkali diingatkan warga namun tidak ada perubahan. Z atau Jaim adalah salah satu warga yang mengingatkan anak Punk. Padahal semestinya Polisi-lah yang harus bertindak dengan kewenangan yang dimilikinya. Saat warga tidak sabar dan bertindak maka warga juga yang menjadi korban pihak keamanan.

Dugaan Penganiayaan Polisi Terhadap Z atau Jaim

Dalam penangkapan yang kemudian dikembangkan menjadi perburuan orang-orang yang dianggap pelaku perusakan Zensho Family Karaoke ini ternyata diduga ada insiden penyiksaan aparat terhadap Z alias Jaim.

Hal itu terungkap ketika keluarga besuk Jaim diruang Reskrim Polres Solo [1/4]. Jaim dengan nama asli Khuzamah mengaku dianiaya oleh anggota Polri saat penangkapan didalam sebuah mobil dari rumah menuju Mapolres Solo. Pihak keluarga menjelaskan bahwa Jaim merasa sakit pada bagian kepala, leher dan Jaim. Jaim yang ditangkap karena ada laporan dari anak Punk yang bernama Agus Yulianto dengan laporan polisi nomor : LP/34/III/2014/Sek Pasar Kliwon. Dalam Surat Penangkapan diperintahkan FDK, HAR,PRI, dan GP untuk melakukan penangkapan.

Dalam audiensi elemen umat Islam dengan Kapolres Solo barang bukti Miras/Ciu dalam botol dan beberapa bungkus bekas PIL diserahkan ke Wakasat Reskrim AKP Ari dan Kasat Intelkam Kompol Fakhrudin. Pada saat penyerahan disaksikan oleh Ust. Sholeh Ibrahim dari JAT Solo dan Edi Lukito dari LUIS [30/3], demikian dikutip dari detikmuslim.com.

Kini Z atau jaim dan S disangkakan dan dijerat Pasal 170 ayat (1) dan (2) tentang kekerasan terhadap barang dan orang. Keduanya secara bersama-sama dengan 13 orang lainnya disangka merusak barang-barang di zensho Family Karaoke, seperti pintu kaca, monitor computer, kulkas dan gardu Linmas (Perlindungan Masyarakat) kelurahan Sriwedari yang berada tak jauh dari Zensho.

Namun pada saat penggeledahan di rumah Z atau Jaim, aparat kepolisian terkesan amat berlebihan seperti menangani kasus terorisme. Polisi melakukan penjagaan di tiap gang yang mengarah ke rumah Jaim dengan menggunakan tutup muka, helm dan senjata laras panjang. Padahal barang bukti yang dibawa dari rumah Jaim hanyalah jaket, celana panjang, masker dan helm.

Bagaimana Kabar Zensho ?

Seperti yang kami lihat dari luar, aktivitas ‘bisnis’ berjalan terus, lancar dan tanpa hambatan. Padahal tempat seperti itu disinyalir merupakan ajang pegelaran Tari Telanjang dan tempat mabuk-mabukan.

Motto Solo sebagai Kota Bersih dan Berbudaya seperti terpampang besar dan jelas di depan gedung DPRD seakan hanya slogan kosong tanpa makna. Yakni apabila pihak berwenang di kota Solo –dalam hal ini Polisi- malah terkesan mendiamkan tempat-tempat yang diduga kuat sebagai sumber-sumber kekotoran dan penyakit masyarakat (Mo-Limo yakni Maling (mencuri, termasuk juga korupsi), madat (nyabu), main (berjudi), minum (mabuk-mabukan), dan madon (main perempuan).

Ada keanehan yang terselip dalam kasus diatas. Anak Punk diberi pelajaran oleh warga kemudian melapor polisi. Polisi segera menindaklanjuti laporan dengan aksi penangkapan warga. Apa yang sebenarnya terjadi persis saat-saat pesta demokrasi berlangsung? Apa yang menghubungkan kepolisian hingga percaya dengan anak Punk yang bermental pemberontakan terhadap segala kemapanan itu? Lalu endingnya, siapa pula yang diuntungkan dengan kasus ini ?

Quo vadis Solo, the heart of Java…? (Abu Fatih/dbs/voa Islam)

 


latestnews

View Full Version