BEKASI (voa-islam.com)—Beragam komentar bermunculan menanggapi surat penolakan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Garut kepada Ustadz Bachtiar Nasir dan KH Ahmad Shabri Lubis yang akan mengisi ceramah di wilayah Garut.
Pakar Sejarah Islam dan Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung DR. Moeflich Hasbullah menyayangkan surat tersebut. “Sebagai pengamat, saya sangat menyanyangkan surat pengurus NU Garut ini. Surat ini menunjukkan kekalahan NU dalam ‘track balapan’ atau persaingan dengan gerakan Islam baru atau kelompok Islam non mainstream,” tulis Moeflich dalam akun Facebook miliknya, Ahad (5/11/2017).
Menurut Moeflich, bukan ciri khas kaum Nahdliyin yang melakukan penolakan-penolakan pengajian sesama umat Islam. “Sejak kapan NU sibuk menjadi reaksioner melakukan penolakan dan penolakan pengajian sesama umat Islam dimana-mana? Ini sebenarnya bukan cirinya kaum Nahdhiyin. NU itu pengusung pluralis, tapi kenapa sekarang jadi anarkis?” ungkap Moeflich.
Moeflich melanjutkan, “Mereka punya ulama-ulama dan kyai-kyai mumpuni yang mengelola banyak pesantren dengan ribuan santrinya. Itu rumah-rumah damai mereka. Kaum Nahdhiyin harusnya percaya diri dengan sosok-sosok ulama yang mereka miliki.” (Baca: Ustadz Felix Siauw Ditolak Berceramah di Bangil oleh Banser Cs)
Mestinya, jelas Moeflich, NU konsentrasi saja menggarap pesantren-pesantren mereka dan masyarakat sebagai amanat nubuwwah yaitu sistem pendidikan Islam tradisional pesantren yang sudah terbukti ketangguhannya.
Moeflich menilai dengan melakukan penolakan-penolakan pengajian sesama umat Islam maka itu sama artinya menunjukan kelemahan NU.
“Bukankah penolakan demi penolakan yang dilakukan NU itu menunjukkan kelemahan diri yaitu kekalahan dalam persaingan perebutan meraih simpati umat sehingga disibukkan oleh hal-hal yang sifatnya reaksioner? Penolakan ini secara tak langsung telah membesarkan Ust. Bahtiar Nasir dan Ust. Felix di tempat lain,” papar Moeflich.
Moeflich berharap NU kembali kepada khittahnya untuk menjaga basis tradisionalnya sebagai khazanah Islam Indonesia. “Kerugiannya reaksioner adalah, NU dan para kyainya menjadi disibukkan oleh mereaksi kelompok-kelompok Islam lain dengan pikiran, tenaga dan konsentrasi mereka tercurahkan kesitu,” ujar dia.
Dikhawatirkan pula, lanjut Moeflich, pesantren-pesantren menjadi tak terurus dan terbengkalai karena para kyainya disibukkan merespon dan mereaksi yang sebenarnya bukan siapa-siapa melainkan saudara-saudara seiman dan seislam mereka sendiri yang berbeda tugas wilayah dakwahnya. (Baca: Setelah Ustadz Felix di Bangil, Kali Ini Ustadz Bachtiar Nasir dan KH Shobri Lubis Ditolak di Garut)
“Para santrinya nanti mencontoh mereka, atau merasa diwarisi tradisi konflik para pemimpinnya, para kyainya dan guru-guru mereka.Bukannya keteladanan akhlak untuk menerima kebenaran dari manapun datangnya apalagi dari saudara-saudara sesama Muslim mereka selama tauhidnya lurus, syahadatnya sama, Qur'annya sama, Nabinya sama. Wallahu a'lam,” pungkas Moeflich.* [Syaf/voa-islam.com]