View Full Version
Kamis, 19 Mar 2020

Penjelasan Ustaz Fahmi Salim Soal Shalat Jumat dan Shalat Berjamaah di Tengah Wabah Penyakit

JAKARTA (voa-islam.com)—Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ustaz Fahmi Salim menyampaikan klarifikasi terkait beredarnya postingan pelaksaan shalat berjamaah dalam kondisi darurat.

“Karena banyaknya permintaan klarifikasi jawaban postingan viral di whatsapp, ini tanggapan saya terkait beredarnya postingan yang konon dinisbahkan kepada seorang ulama Mauritania,” ujar Ustaz Fahmi dalam keterangan tertulis yang diterima Voa Islam, Kamis (19/3/2020).

Berikut penjelasan Ustaz Fahmi.

Poin pertama. Shalat khauf itu bentuknya khusus dengan alasan khusus. Jamaah disitu jadi keniscayaan karena pasukan harus solid. Cuma shalatnya bergantian saling menjaga satu sama lain. Beda dengan shalat berjamaah dan shalat Jum'at kayfiatnya normal, Cuma dalam situasi darurat bisa diganti dengang shalat Zuhur di rumah masing-masing berdasar hadis tentang azan saat hujan atau bencana. Bukan meninggalkan shalat nya (karena tak ada rukhsah tinggalkan shalat fardhu) tapi rukhsah menggantinya dengan bentuk lain.

Poin kedua. Iman kepada qadha dan qadar bukan berarti meremehkan ikhtiar manusia dalam menghindari madharat yang besar.

Poin ketiga. Mengganti shalat Jum'at dan shalat berjamaah di masjid saat ini diqiyaskan dengan Hadis Nabi memberi rukhsah saat hujan besar atau bencana dengan azan shallu fi rihalikum atau shallu fi buyutikum.

Poin keempat. Wabah 'amwas di zaman Umar terdapat di wilayah Syam gubernurnya saat itu Abu Ubaidah bin Jarrah yang wafat akibat wabah penyakit menular disana. Di Madinah tak ada wabah sehingga Khalifah Umar tetap menegakkan shalat Jum'at dan jamaah di masjid berjalan normal.

Dulu ilmu pengetahuan medis belum ada cabang mikrobiologi dan epidemiologi dengan mitigasi yang maju seperti sekarang. Menganggap wabah itu penyakit biasa, sehingga mereka para sahabat dahulu menilai tetap didirikan shalat Jum'at dan shalat berjamaah di masjid seperti biasa. Itu ijtihad mereka, dan tentu saja berpahala, yang wafat akibat wabah tha'un tersebut jika beriman maka dinilai syahid sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw.

Namun kini setelah mengalami kemajuan di abad 20 dibuat mitigasi wabah menular dengan prosedur yang kita kenal sekarang. Inilah yang dahulu dilakukan oleh Khalifah Umar dengan menolak masuk ke wilayah wabah menular dan Amr bin Ash yang melakukan mitigasi sederhana dengan perintah isolasi penduduk yang tertular penyakit maupun yang tidak dengan berpencar di bukit-bukit yang saling berjauhan, hingga wabah Itu lenyap. Wallahu a'lam.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version