View Full Version
Jum'at, 17 Sep 2021

Akmal Sjafril: Aqidah Pintu Masuk Pemikiran Rasional

BANDUNG (voa-islam.com) - Kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Pusat, Akmal Sjafril, menjelaskan hubungan harmonis antara Islam dan pemikiran rasional. 

Hal itu ia sampaikan dalam pertemuan ke-19 SPI Bandung yang dilaksanakan Jumat (10/9) lalu. Menurutnya, Islam adalah satu-satunya agama yang tidak memiliki konflik dengan sains. Bahkan lanjutnya, aqidah Islam adalah pintu masuk pemikiran rasional. 

“Aqidah Islam meniadakan sikap percaya takhayul dan cara berpikir yang tidak ilmiah. Karena aqidah ini mengajarkan kita untuk meyakini adanya sunnatullahSunnatullah berarti suatu kelaziman yang merupakan kehendak Allah. Oleh karena itu, ketika membuat suatu perencanaan, buatlah sesuai sunnatullah, bukan berdasarkan keajaiban. Keajaiban memang bisa terjadi atas kehendak Allah juga, tapi kan tidak mengubah kelaziman tersebut. Misalnya api, lazimnya bersifat panas. Maka ketika ada gedung kebakaran, ya jangan asal masuk mentang-mentang api pernah menjadi dingin pada peristiwa pembakaran Nabi Ibrahim as. Aqidah yang benar berpengaruh pada cara berpikir yang rasional, yang sesuai sunnatullah,” jelas Akmal. 

Dalam perkuliahan yang bertema ‘Musim Semi Peradaban Islam’ itu, Akmal mengungkap bagaimana Islam adalah agama fitrah. Termasuk menurutnya dalam hal ilmu, karena manusia tidak bisa dijauhkan dari kemajuan. 

“Ilmu adalah hal yang alami. Manusia secara naluri selalu ingin meningkatkan kualitas hidupnya. Maka Islam menegaskan hal itu dengan perintah menuntut ilmu”, terangnya.

Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) itu kemudian mengutip perkataan Al Ghazali tentang para penuntut ilmu dan orang-orang yang mengingat Allah. 

“Kata Al Ghazali, manusia akan bahagia jika mengenal Tuhannya. Mempelajari alam semesta berarti mengamati tanda-tanda kekuasaan Tuhan, dan itulah yang mengantarkan manusia pada kebahagiaan. Maka dalam Islam, ada derajat Ulil Albab yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan mengamati alam semesta, mempelajari sunnatullah”, tambah Akmal. 

Penulis buku Buya Hamka: Antara Kelurusan Aqidah dan Pluraslisme itu menjelaskan bahwa Islam meniscayakan ilmu. Maka umat Islam selayaknya identik dengan ilmu. 

“Peradaban Islam sesungguhnya identik dengan tradisi ilmu. Kita ambil contoh Imaduddin Zanki, penguasa Halab (Aleppo) yang menjamin hidup orang-orang yang mau menuntut ilmu di kotanya. Ia biayai hidup para cendekiawan untuk belajar dan mengajar di sana. Sehingga kota itu penuh dengan majelis-majelis ilmu. Kota yang penuh dengan tradisi ilmu itu kemudian diwariskan pada Nuruddin Zanki lalu Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin Al Ayyubi ini menaklukkan Mesir (daulah Syi’ah Fathimiyyah) dengan cara membangun banyak madrasah ahlus sunnah wal jama’ah. Makanya saya sampaikan sejak awal bahwa Sekolah Pemikiran Islam ini didirikan untuk menjadi lembaga pendidikan yang berkontribusi membangkitkan kembali tradisi ilmu untuk mengembalikan kejayaan peradaban Islam,” tutup Akmal. 

Salah satu peserta SPI Bandung, Zahrah, memaparkan bahwa aqidah sebagai dasar perilaku manusia haruslah benar dan kuat.

“Pemahaman seseorang tentang tauhid akan terlihat pada pembuktiannya melalui lisan dan perbuatan. Jika aqidahnya lurus, pemikirannya pun akan lurus. Jika pemikirannya lurus, ia akan berperilaku sesuai dengan tuntunan Islam. Dengan begitu, akan tercipta peradaban Islam yang kokoh.” 

Perempuan yang berkarir di bidang SDM itu menambahkan, “Bahaya jika aqidah umat tidak kuat dan tidak benar, ia akan mudah terpengaruh pemikiran di luar Islam. Jika umat tidak berperilaku sesuai tuntunan Islam, ya tidak akan tercipta peradaban Islam,” pungkas Zahrah. [azizah/syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version