View Full Version
Senin, 08 May 2023

ASET BANGSA Gelar Aksi Damai Tolak Pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law

JAKARTA (voa-islam.com) - Sejumlah organisasi profesi kesehatan yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (ASET BANGSA) menggelar aksi damai menolak pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan pada hari Senin (8/5/2023).

ASET BANGSA terdiri dari lima organisasi profesi kesehatan di antaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Aksi yang akan dilangsungkan sejak pagi hingga sore hari tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menolak RUU Kesehatan karena telah menghapus undang-undangan yang sudah established (ditetapkan) juga untuk mengingatkan pemerintah akan banyaknya masalah kesehatan yang perlu dibenahi oleh pemerintah, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, dan meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk layanan di masyarakat.

Di antara pesan lainnya adalah mendorong pemerintah untuk memperluas pelayanan di kelompok masyarakat yang masih belum terjangkau infrastruktur serta sarana prasarana kesehatan.

Selain melakukan pawai serta orasi, para peserta aksi melalui perwakilannya berencana akan menemui Menkopohukam, Menko PMK, Presiden serta Kemenkes untuk menyampaikan tuntutan mereka.

RUU Kesehatan sendiri saat ini tengah dalam tahap pembahasan antara DPR RI dengan pemerintah.

Melalui RUU tersebut, pemerintah mengusulkan untuk memberi tambahan perlindungan hukum terhadap dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Namun Rancangan Undang-undang tersebut mendapatkan penolakan dari berbagai pihak karena di anggap merugikan tidak hanya para nakes namun juga masyarakat.

Aksi Damai

Sebelumnya dalam konferensi pers daring ASET BANGSA di Jakarta Rabu (3/5/2023) Ketua PB IDI Adib Khumaidi mengatakan mereka menilai pembahasan RUU Kesehatan tidak bisa dilanjutkan karena masih banyak substansi yang bermasalah di dalamnya.

“Tadi di awal sudah kita sampaikan proses advokasi ini bukan sekarang saja. Kita berproses (komunikasi) kepada pemerintah dan legislatif artinya komunikasi sudah kita lakukan (sebelumnya),” ujarnya.

Adib menjelaskan aksi ini sebagai respons atas upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mempercepat pengesahan RUU Kesehatan.

IDI bersama organisasi profesi kesehatan lainnya menilai pembahasan yang menyangkut kesehatan masyarakat tidak bisa dilakukan terburu-buru.

“Mari kita mengkaji lebih dalam permasalahan kesehatan. Kami perlu sampaikan ini dengan langkah aksi supaya penyelesaian pembuat RUU ini kita minta stop dulu itu yang menjadi satu dasar".

Adib menyatakan apa yang dilakukan aliansi ini bukan semata-mata demi kepentingan organisasi profesi, namun aksi damai ini dilakukan demi kepentingan masyarakat.

“Sekali lagi memperjuangkan kepentingan rakyat dalam aspek kesehatan,” tegas Adib.

Namun, ia memastikan, aksi damai yang akan dijalankan tersebut tidak akan mengganggu pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga pelayanan tetap bisa berjalan dengan baik.

“Aksi damai nasional yang itu sekali lagi kami 5 organisasi profesi menekankan akses pelayanan kesehatan tidak terganggu,” ujarnya.

Adib menyatakan pelayanan kesehatan seperti ICU, operasi hingga emergensi akan tetap bisa diakses masyarakat pada 8 Mei nanti.

Lebih lanjut, Adib menyatakan jika tuntutan Aliansi ini tidak direspons oleh pemerintah, maka mereka akan melakukan aksi cuti layanan.

“Jika memang aksi damai nasional ini tidak diberikan tanggpaan kami akan melakukan langkah berikutnya yaitu cuti pelayanan,” tambahnya lagi.

Adib meminta masyarakat memaklumi dan memohon maaf jika layanan kesehatan nantinya akan sedikit terganggu.

Adib memastikan seluruh anggota organisasi profesi kesehatan dilindungi hukum. Mereka akan dibuatkan posko pengaduan jika terjadi hal-hal yang menekan kebebasan bersuara.

“Bahwa upaya perlindungan hukum bantuan hukum dari semua organisasi profesi sudah kita siapkan, kami sudah buat posko pengaduan. Ini menjadi tanggung jawab 5 organisasi kesehatan dalam Aliansi ini untuk menyampaikan dokter, dokter gigi, perawat kesehatan jangan ragu,” tutup Adib.

Sementara itu Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DR Harif Fadillah, S.Kp, M.Kep, dalam kesempatan yang sama menyebut RUU Kesehatan yang saat ini dibahas juga berpotensi melemahkan perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat atau pun nakes.

”RUU kesehatan berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat ataupun nakes dan masyarakat, serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional,”

Ia menambahkan, RUU Kesehatan yang saat ini dibahas juga berpotensi melemahkan peran masyarakat madani dalam iklim demokrasi di Indonesia. Hal tersebut terjadi dengan cara memecah organisasi profesi yang selama ini bertugas mengawal profesionalisme anggotanya. Selain itu, pembahasan RUU juga dinilai lebih mementingkan tenaga kesehatan asing

Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Paulus Januar menuturkan, aturan lain yang juga dikritisi, yakni adanya pengecualian pada program adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri. Hal itu dikhawatirkan dapat menyebabkan lahirnya tenaga kesehatan yang substandar sehingga berdampak pada kualitas layanan kesehatan di masyarakat.

Wakil Ketua II Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mahesa Paranadipa Maikel menilai, RUU Kesehatan tidak memberikan jaminan hukum yang kuat mengenai kepastian kerja dan kesejahteraan tenaga kesehatan dan tenaga medis. Jaminan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan pun tidak diberikan dalam aturan tersebut.

Ia pun menyoroti pemberhentian kontrak kerja dokter spesialis bedah saraf yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Zaenal Mutaqqin di RS Umum Pusat Kariadi Semarang atas sikap kritisnya terhadap pembahasan RUU Kesehatan.

”Kalau terhadap seorang guru besar dan dokter spesialis konsultan dengan reputasi internasional dapat diperlakukan demikian, bagaimana dengan tenaga kesehatan yang lebih lemah posisinya. Ternyata pada RUU Kesehatan tidak melindungi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam mendapatkan kepastian dalam menjalankan pekerjaan profesinya,” kata Mahesa. (dbs)


latestnews

View Full Version