View Full Version
Sabtu, 20 Sep 2014

Satuan Elit SAS di Balik Terbunuhnya Komandan Ahror Syam

DAMASKUS (voa-islam.com) - Usai mereda serangan Israel ke Gaza, kini bara konflik memanas lagi di Suriah. Di tandai dengan gugurnya lima puluhan prajurit dan komandan Ahror Sham akibat serangan gas beracun mematikan di sebuah pertemuan tertutup di Raam Hamdan.

Dugaan sementara, pelakunya sangat professional terlihat dari cara-cara mereka meloloskan diri dan menghapus jejak. Termasuk kemungkinan keterlibatan pasukan eltie SAS berada di balik terbunuhnya komandan Ahrar Syam.

Tentu dimungkinkan si pelaku juga mendapat dukungan informasi, logistik, aneka peralatan teknologi canggih. Suplai informasi dapat diperoleh dari sebaran kaum informan di area konflik, atau memungkinkan dari penyusup di tubuh Ahror Syam sendiri yang tak terdeteksi.

Masih ingat kejadian tatkala mujahid senior Abu Kholid As-Suri terbunuh karena serangan bom bunuh diri dari sel tidur pendukung Jamaah Daulah. Saat ditemukan jenazah Abu Kholid tampak tersenyum, sementara mayat pelaku bom rusak mengenaskan. 

Salah satu penyebab dari serangan ini yakni seorang petugas kemanusiaan koneksi Ahror Syam yang berhasil dikendalikan oleh kepentingan Jamaah Daulah untuk memfasilitasi serangan mematikan. Terlihat ada titik-titik kelemahan yang patut menjadi bahan evaluasi buat brigade Ahror Syam agar secepatnya menutup celah-celah kebocoran.

Tapi sayangnya celah itu kembali bisa dimanfaatkan oleh musuh buat melakukan serangan lebih mematikan sehingga gugur lima puluhan komandan sentral dan prajurit Ahror Syam. Patut ditiru sistem pengamanan berlapis ala Jabhah Nusroh yang sukses melindungi posisi Abu Mariyah Qohthoni dan Abu Muhammad Jaulani.

Baru-baru ini media The Guardian melansir berita Obama bermaksud melakukan pembersihan kekuatan ISIS atas dukungan sembilan negara teluk. Menanggapi rencana Obama pihak Rusia, Iran, China, rezim Assad seketika menentang rencana itu. Tentunya sangat mengherankan, sebabnya kekuatan kafir serentak menolak serangan menyasar ke posisi ISIS. Beritanya dapat dibaca situs The Guardian, dengan judul tulisan: ISIS air strikes: Obama’s plan condemned by Syria, Russia and Iran).

Fakta ini semakin membenarkan analisa para mujahidin bilamana ISIS selama ini menjadi sejenis mesin pembunuh yang dipakai rezim Bashar Al Assad untuk melindungi dirinya dari serangan para mujahidin. ISIS semacam peliharaan rezim Syiah-Ba’ats agar Bashar Al Assad berkuasa lebih lama.

Gugurnya komandan dan prajurit Ahror Syam menyibak sebuah misteri tentang para pembunuh liar yang tidak dikenali jati diri mereka. Mereka beroperasi di tengah konflik Suriah. Setelah membunuh komandan Ahror Syam mereka membidik komandan Jabhah Nusroh dan satuan-satuan jihadiyah lain.

Sebuah tendensi sangat kuat, yakni ada kesengajaan ingin melumpuhkan jihad Suriah dengan membunuh para komandan mujahidin yang menginginkan Suriah menjadi sebuah negara berlandaskan syariat. Brigade-brigade mujahidin sepakat menolak skenario demokrasi PBB melalui pertemuan Jenewa. Mereka menolak wajah Suriah sekuler yang menihisme hukum syariat sebagai pengatur negara.

Ciri-ciri operasi perburuan komandan mujahidin, serangan dilakukan secara sistematik, profesional, mencirikan tata-laksana opreasi satuan elit. Di sini satuan elit SAS dari Inggris menjadi satu poin penting untuk diwaspadai.

Sangat mudah bagi satuan elit Inggris itu untuk mengusai bahasa Arab sehari-hari, belajar kebiasaan sehari-hari orang Suriah, memakai pakaian ala mujahidin, memakai penutup muka ala mujahidin, dengan begitu mereka tidak dikenali identitasnya. Intelijen Inggris sudah lama beroperasi di Suriah, Saudi, Yordania, seperti dulu orang mengenal sosok Lawrence Arabiya.

Merujuk kepada pernyataan resmi dari pusat komando SAS bulan lalu, tatkala mereka memberangkatkan 500 anggota pasukan elit ke Irak, katanya untuk memberantas ISIS.

Kamuflasenya untuk menarget pemimpin ISIS, namun senyatanya mereka masuk ke Suriah untuk memburu para komandan mujahidin yang anti skenario demokrasi ala PBB. Para komandan Ahror Syam jadi target awal untuk dihabisi, hasilnya operasi mereka terbilang sukses besar.

Baca tulisan ini, SAS and US special force forming hunter killing unit to ‘smash Islamic State’ di www.mirror.co.uk, ditulis oleh Aaron Sharp. Di situ ada kata-kata yang harus digaris bawahi: Task Force Black will aim to “cut the head of snake” by hitting the command structure of the Islamist terror group responsible for a trail of destruction.

Bilamana mengikuti itu statemen, jelas kiranya yang dimaksud selaku target yakni para komandan mujahidin yang lurus, bukan kaum ekstrimis Baghdadi penumpah darah sesama muslim. Guna menghabisi komandan Ahror Syam, pasukan elit SAS berkoordinir dengan agen-agen lapangan, termasuk orang susupan ke tubuh brigade Ahror.

Mereka juga menggunakan sarana deteksi komunikasi seluler dan piranti-piranti teknologi intelijen komplek. Para komandan Ahror telah memasuki perangkap sejenis “jebakan tikus” tanpa mereka sadari.

Bilamana dilakukan analisa, pergerakan mujahidin yang telah menyentuh dataran tinggi Golan, dimotori Jabhah Nusroh dan Ahror Syam, menjadi ancaman terbuka buat sistem pengamanan negara Israel. Selama 35 tahun belakangan dataran tinggi Golan jadi wilayah “clean and clear” yang tidak boleh dimasuki siapa saja karena menjadi wilayah kosong aktivitas militer.

Pasukan PBB ditempatkan di sini sebagai bentuk sabuk pengamanan bagi wilayah Israel. Rezim Assad tak berani menyentuh wilayah Golan karenanya wilayah itu sengaja dibiarkan kosong, buat menjaga keamanan Israel. Siapa saja yang mendekati Golan harus disingkirkan karena mengancam Israel.

Pergerakan Jabhah Nusroh, Ahror Syam, katibah-katibah mujahidin lain sudah menyentuh wilayah Golan, malahan mampu menawan puluhan anggota militer PBB asal Fiji, menjadi red warning buat semua infrastruktur penjaga keamanan Israel, salah satunya Inggris.

Inggris merupakan negara yang paling bertanggungjawab melahirkan Israel, karena itu ia bertanggungjawab atas keselamatannya.

Pembunuhan komandan-komandan mujahidin sebagai aksi satuan elit SAS (dan pendukung) untuk mewujudkan target mereka, yakni: memadamkan kekuatan mujahidin pro syariat Islam lalu mencerai beraikannya; menahan gerakan militer mujahidin agar tidak semakin mendekati wilayah Israel, khususnya dataran tinggi Golan; membuyarkan visi perjuangan para mujahidin dari tujuan mendirikan daulah Islamiyah di Suriah menjadi negara sekuler demokrasi ala rekomendasi PBB. Pasukan elit SAS melaksanakan tiga agenda itu.

Satuan elit SAS sudah diberi banyak informasi tentang para komandan mujahidin, berikut ciri-ciri fisiknya, mereka memegang foto-foto pejuang yang menjadi target, mereka diperkuat dengan analisis sprektrum komunikasi untuk mendekatkan ke target bidikan, juga diperkuat dengan data agen-agen informan, ditambah dukungan kerja orang-orang yang ditanam di barisan mujahidin.

Mencegah serangan para pemburu komandan ini, yakni dengan mengaktifkan komunikasi manual tanpa jaringan seluler apa saja, para komandan membatasi komunikasi internet dan media sosial, para komandan membiasakan memakai penutup muka, deteksi dini pergerakan person bersenjata liar yang berciri fisik Eropa, melakukan blow-up bahaya penyusupan satuan elit anti mujahidin, melakukan deteksi internal potensi penyusupan-khianat, terus berkoordinasi dengan satuan-satuan mujahidin lain agar mudah terbaca bilamana ada pergerakan militer liar.

Trik-trik sekuriti di Gaza semodel Hamas cocok menjadi pelajaran buat mujahidin Suriah guna menangkal satuan-satuan militer liar, para pengkhianat, penyusup. Pelajari karena besar faidahnya buat pengembangan daya jihadiyah di pusaran penuh fitnah. 

Oleh Ahmad Sobari (pengamat dunia intelijen jihadiyah)

 


latestnews

View Full Version