بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BAGAIMANA KITA MEMBEBASKAN TAWANAN?
Oleh: Abu Asma Al Kubiy
Penerjemah:Abu Dujana
Segala puji bagi Allah yang telah berfirman :
وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
“Dan jika meminta tolong kepada kalian karena alasan agama, maka kalian wajib menolong…” (Q.S. Al-Anfal: 72)
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul-Nya yang mulia, pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, begitu juga atas keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du.
Maafkanlah diriku wahai para kekasih Allah yaitu para mujahidin yang berada dalam tahanan. Aku berdo’a agar Allah tidak hanya menjadikan tulisan ini sebagai bagian dari upaya pertolongan dari kami semata, bahkan saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala membantu kami dalam upaya menolong saudara-saudara dan orang-orang pilihan kami -serta kami tidak menganggap mereka suci di hadapan Allah- dengan membebaskan mereka dari tahanan, dan kami memohon kepada Allah agar menyegerakan hal itu bagi mereka.
Sahabat-sahabatku yang kucintai karena Allah, sesungguhnya da’wah kepada tauhid dan jihad berjalan melalui tahapan-tahapannya yang agung, semenjak berdirinya jamaah pertama di bawah kepemimpinan hamba Allah yang terbaik, yaitu Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Intinya, dalam kesempatan ini kami ingin memaparkan beberapa gambaran posisi tahanan dalam tahapan-tahapan tersebut. Hak tawanan atas umat Islam dan kewajiban-kewajiban orang yang ditawan. Kami memohon agar Allah yang Maha Agung meluruskan perkataan kami, meneguhkan hujjah, dan mengobati sakit hati orang-orang yang beriman karenanya.
Jamaah pertama yang berada di bawah kepemimpinan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengenyam semua beban dien dan dakwah berupa pemberian bantuan, pengerahan segenap kemampuan dan pengorbanan para ksatrianya yang dihadapkan antara menjadi tawanan atau gugur dalam peperangan.
Kondisi kita juga hari ini seperti itu, para mujahidin di jalan Allah-lah yang telah mengemban tugas-tugas jihad untuk mengusir musuh yang menyerang, menegakkan syari’at umat Islam dan melalui tahapan-tahapan penawanan serta ujian, juga kekurangan harta benda dan personal.
Walau bagaimanapun, itulah tahapan-tahapan yang harus dilalui, karena jihad pada hari ini bukan hanya melawan satu negara atau satu bangsa, tetapi ini adalah perang melawan blok yang terdiri dari bangsa-bangsa kafir dan antek-anteknya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ الْأُمَمُ مِنْ كُلِّ أُفُقٍ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ عَلَى قَصْعَتِهَا قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِنْ قِلَّةٍ بِنَا يَوْمَئِذٍ قَالَ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنْ تَكُونُونَ غُثَاءً كَغُثَاءِ السَّيْلِ يَنْتَزِعُ الْمَهَابَةَ مِنْ قُلُوبِ عَدُوِّكُمْ وَيَجْعَلُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ قَالَ قُلْنَا وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الْحَيَاةِ وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. رواه الإمام أحمد، وقال شعيب الأرنؤوط: إسناده حسن
“Hampir tiba masanya, dimana semua bangsa akan mengepung kalian sebagaimana orang-orang mengerumuni hidangan di atas meja makan.” Ada yang bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah karena pada waktu itu jumlah kami sedikit ?” Beliau menjawab : “Pada hari itu jumlah kalian adalah banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan.
Allah mencabut rasa gentar di hati musuh-musuh kalian dan menimpakan penyakit Wahn ke dalam hati kalian.” Ada yang bertanya: “Apakah penyakit Wahn tersebut ?” Beliau menjawab: “Wahn adalah cinta kehidupan dan takut mati.” (HR. Imam Ahmad dan Syu’aib Al Arnauthi berkata: “sanadnya hasan.”)
Dan secara organisasi dan jamaah, kita masih sama dengan apa yang telah disabdakan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
قال عنها الرسول صلى الله عليه وسلم: " لا تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ قَاهِرِينَ لِعَدُوِّهِمْ لا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى تَأْتِيَهُمْ السَّاعَةُ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ " رواه مسلم
“Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang berperang di atasperintah Allah, mereka akan keras terhadap musuh mereka, tidak akan mampu membahayakan mereka orang yang menyelisihi mereka, dan mereka akan tetap seperti itu hingga datang hari kiamat.” HR. Muslim.
Petaka dan penderitaan yang menimpa kita di jalan dakwah dan jihad adalah konsekwensi yang mesti dijalani sebagai sarana agar sampai pada tujuan kita yang paling agung yaitu supaya agama ini seluruhnya hanya milik Allah.
...Seolah-olah ujian dalam penangkapan, adalah tahapan yang harus dilalui dalam jalan ini. Adapun kemenangan dalam tahapan ini adalah dengan tetap tsabat (teguh pendirian), bukan justru mengalah maupun berbalik ke belakang.
******
Dalam makalah ini –insya Allah– kami akan menyebutkan beberapa tahapan (fase) yang pernah dilalui jamaah pertama (Rasulullah dan para sahabat) dalam rangka menolong para tawanan.
Tahapan Pertama: Mendo’akan Tawanan, Menyabarkan dan Mengingatkan Mereka dengan Pahala Yang Besar dari Allah Ta’ala.
Keika jamaah pertama menampakkan sikap tegas dan Tauhid dalam dakwah, maka orang-orang Quraisy segera memperlakukan para pengusung dakwah ini dengan berbagai cara yang paling keji, baik dengan penangkapan, maupun pembunuhan.
Diantara bentuk kekejian tersebut adalah dengan menangkap semua anggota keluarga dalam satu keluarga sebagaimana Ammar bin Yassir, ibu dan ayahnya –semoga Allah meridhoi mereka semua–.
Mereka mengalami beraneka ragam siksaan di hadapan semua orang, terang-terangan dan bukan dalam sel tahanan. Sang komandan jamaah yaitu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berjalan melewati mereka dan menyaksikan kondisi para pengikut beliau yang sedang terikat tali, sama adanya baik kaum lelaki maupun wanita.
Walaupun demikian, pemandangan tersebut tidak menjadikan beliau menurunkan tensi dakwah dan ketegasannya untuk meringankan siksaan kepada para sahabat. Karena iqomatuddin (penegakkan agama) itu harus lebih diprioritaskan dari pada nyawa.
Bahkan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasehati mereka untuk bersabar dan menggantungkan hati-hati mereka kepada Allah serta mengingatkan akan janji-janji ganjaran Allah atas kesabaran mereka dalam menghadapi siksaan tersebut. Beliau bersabda :
صبراً آل ياسر فإن موعدكم الجنة
Bersabarlah wahai keluarga Yassir, karena yang dijanjikan Allah untuk kalian adalah syurga.
Seolah-olah ujian dalam penangkapan, adalah tahapan yang harus dilalui dalam jalan ini. Adapun kemenangan dalam tahapan ini adalah dengan tetap tsabat (teguh pendirian), bukan justru mengalah maupun berbalik ke belakang.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memerintahkan mereka untuk mengambil rukhsoh (keringanan), atau dengan mengutus para masyayikh untuk menenangkan mereka agar bersikap “lemah” dalam hal agama atau lebih mengutamakan “taroju’”(menarik diri/mundur).
Sumayyah dan suaminya Yassir pun dibunuh –semoga Allah meridhoi keduanya–, tetapi hal itu tidak merubah manhaj jamaah sedikit pun. Bahkan, mereka tetap teguh hingga Allah memberikan jalan keluar bagi para tawanan yang lain, pada tahapan yang berikutnya.
...Abu Bakar –semoga Allah meridhoinya– menebus para tahanan dan memerdekakannya karena Allah. Inilah tahapan penebusan.
Tahapan Kedua: Menebus Dengan Harta Benda.
Ketika orang-orang musyrik Mekkah merasa putus asa menghadapi keteguhan para tawanan di atas agama dan tauhid mereka, maka mereka mulai menurunkan tensi permusuhan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan duniawi.
Suatu ketika Abu Bakar –semoga Allah meridhoinya–, lewat di hadapan para tahanan yang sedang disiksa dan melakukan tawar menawar dengan orang-orang musyrik yang menawan mereka. Mereka pun langsung sepakat, karena mereka lebih ridha dengan dunia daripada akhirat, sedangkan para sahabat justru membelanjakan dunia untuk mendapatkan akhirat.
Inilah perbedaan mencolok antara kedua manhaj, satu manhaj menginginkan dunia dan manhaj pihak yang lain menginginkan akhirat. Lalu Abu Bakar –semoga Allah meridhoinya– menebus para tahanan dan memerdekakannya karena Allah. Inilah tahapan penebusan.
...Inilah diantara cara pertolongan dalam membebaskan tawanan, yaitu hendaknya ada beberapa orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari sandera guna menebus mereka
Tahapan Ketiga: Sandera dan Tukar Menukar Tawanan.
Pada tahun ke-2 Hijriyyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirim sariyah di bawah komando Abdullah bin Jahsy –semoga Allah meridhoinya–, bertepatan dengan hari terakhir bulan Rajab yang merupakan bulan haram.
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan sebuah surat tertutup kepada mereka dan memerintahkan agar tidak membukanya hingga 2 hari setelah keluar dari kota Madinah. Kisah ini cukup populer dalam kitab-kitab siroh dan tafsir, dari kisah ini lah yang melatar belakangi turunya firman Allah Ta’ala :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan haram (apa hukumnya) berperang di dalamnya, katakanlah : “Berperang pada bulan tersebut adalah dosa besar …” (Q.S. Al-Baqarah: 217)
Syahid dari kisah ini, bahwa Sa’ad bin Abi Waqqosh dan Utbah bin Ghozwan –semoga Allah meridhoi keduanya–, kehilangan kedua unta mereka di daerah musuh. Mereka pun melakukan pencarian untuk menelusuri jejaknya.
Ketika Abdullah bin Jahsy beserta para sahabat yang bersama beliau pulang dengan membawa 2 orang tawanan dan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin mengembalikan ke-2 tawanan tersebut kepada kaum Quraisy, beliau tetap diam hingga sahabat-sahabat beliau yang hilang yaitu Sa’ad dan Utbah kembali serta menetapkan 2 tawanan tadi sebagai sandera.
Inilah diantara cara pertolongan dalam membebaskan tawanan, yaitu hendaknya ada beberapa orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari sandera guna menebus mereka. Tahapan ini berlaku jika umat Islam belum memiliki pasukan untuk membela kaum muslimin dan bergerak untuk membebaskan para tawanan dari tangan musuh seperti kondisi kita sekarang.
...ketika datang berita penangkapan dan pembunuhan Utsman –semoga Allah meridhoinya–, sang Komandan Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam segera mentahridh (mengobarkan semangat) pasukan dan mengambil bai’at mati
Tahapan Keempat: Membebaskan Tawanan Dengan Kekuatan Dan Perang
Ketika negara Islam telah terbentuk dan pasukan Islam telah bersatu di bawah komando Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka keluar menuju Hudaibiyah dan mengutus Utsman menemui penduduk Mekkah untuk menjelaskan maksud kedatangan mereka, bahwa mereka hanya ingin melaksanakan umroh, bukan perang.
lalu, ketika datang berita penangkapan dan pembunuhan Utsman –semoga Allah meridhoinya–, sang Komandan Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam segera mentahridh (mengobarkan semangat) pasukan dan mengambil bai’at mati, bahwa mereka tidak akan lari hingga Allah memberi keputusan antara diri mereka dan musuh-musuh mereka yaitu orang-orang Quraisy yang telah menangkap dan membunuh Utsman –semoga Allah meridhoinya– (saat tersebar berita penangkapan dan pembunuhan beliau).
Inilah empat gambaran tentang cara membebaskan tawanan pada fase sekarang, semuanya bisa dilakukan oleh para Mujahidin dan penolong-penolong mereka dengan izin Allah –kecuali yang keempat–, maka disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan.
...Bagi yang memiliki pengalaman tentang HAM bagi umat Islam, terkadang dia bisa menolong tawanan. Dan hal ini –wallahu a’lam–, bisa dilakukan oleh sebagian orang yang tergabung dalam organisasi-organisasi Islam
Orang yang berharta bisa saja mengupah beberapa orang untuk menculik sandera dan bekerja sama untuk membebaskan tawanan muslim yang secara syar’i berhak untuk mendapat pertolongan dari setiap mulim yang memiliki kemampuan.
Pada hari ini kita mendengar adanya lembaga-lembaga HAM yang diantaranya berada di beberapa negara Islam dimana dijalankan oleh orang-orang Islam dengan aturan-aturan dan cara-cara yang telah mereka buat.
Bagi yang memiliki pengalaman tentang HAM bagi umat Islam, terkadang dia bisa menolong tawanan. Dan hal ini –wallahu a’lam–, bisa dilakukan oleh sebagian orang yang tergabung dalam organisasi-organisasi Islam –dia memliki rukhsoh untuk berinteraksi dengan lembaga-lembaga ini–.
Kita menerima siapapun orang Islam yang mampu menolong para tawanan dengan apa yang dia mampu dan kita tidak akan mencela siapa pun untuk itu.
Adapula beberapa anggota dewan dalam masyarakat-masyarakat Islam yang memiliki kedudukan syar’i maupun sosial, meskipun dia menentang para mujahidin baik dengan provokasi, penghinanaan, memecah belah jamaah-jamaah jihad dan berinteraksi dengan kementrian dalam negeri, kemudian dia mau menolong tawanan, maka hal ini tidaklah mengapa, karena menolong tawanan adalah wajib bagi umum.
Dalam kaitan jihad, maka mereka diperlakukan sebagaimana Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memperlakukan orang-orang yang pernah menggembosi beliau pada waktu perang Uhud, dimana beliau tidak mengizinkan mereka (para penggembos) untuk ikut berperang di Hamraatul Asad. Pada setiap maqom itu ada ahlinya. Bersambung… [voa-islam.com]