Pertanyaan:
Ada seorang laki-laki menikahi seorang wanita sejak setahun lalu. Sementara istrinya memiliki teman dekat yang seumuran dengannya. Istrinya sangat menyayangi temannya tersebut. Tiba-tiba sang istri meminta suaminya untuk menikahi temannya tersebut dan tinggal serumah. Sang suami setuju, dengan syarat mereka bertiga tinggal satu kamar, sampai masalah hubungan intim. Tujuannya, supaya syetan tidak menghembuskan kecemburuan di antara keduanya. Istrinya pun setuju. Pertanyaannya, apakah ini diharamkan, yaitu dia dan kedua istrinya tinggal (tidur) satu kamar, agar keduanya tidak saling cemburu? Dan perlu diketahui, rumahnya memiliki kamar lebih dari satu? Mohon jawabannya!!
Jawaban:
Syaikh Khalid bin Abdul Mun'im al Rifa'i menjawab sebagai berikut:
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya serta orang-orang yang berwali kepadanya.
Apa yang disebutkan oleh penanya tentang syarat yang dibuatnya agar tinggal bersama kedua istrinya dalam satu kamar, sehingga dia menyetubuhi salah seorang dari keduanya di depan lainnya termasuk perkara yang diharamkan dalam syariat Islam. Bahkan, keburukannya sudah sangat maklum dalam dien ini, terlebih hal itu bertentangan dengan tuntutan fitrah. Hal ini dikhawatirkan bagian budaya Barat yang sudah merasuki pemikiran kaum muslimin atau yang lebih buruk dari itu.
Sesungguhnya, seorang wanita yang melihat aurat wanita lainnya termasuk perkara yang disepakati keharamnnya. Sedangkan menyatukan dua orang istri dalam satu kamar -terlebih ketika ia menggauli salah seorang istrinya maka yang satu akan melihat dan mendengar desahannya- termasuk perkara yang memalukan. Membuka sesuatu yang seharusnya ditutupi, dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
والحياءُ شعْبة من شُعب الإيمان
"Malu adalah bagian dari cabang iman." (Muttafaq 'alaih)
Imam Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Bahaz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya berkata, Aku berkata: "Ya Rasulallah, aurat kami: kapan kami menutupnya dan kami membiarkannya?
Jawab Nabi, "jagalah auratmu, kecuali terhadap isterimu atau hamba sahayamu."
Aku bertanya lagi: "Ya Rasulullah, bagaimana kalau suatu kaum itu bergaul satu sama lain?" Jawab Nabi, "Kalau kamu dapat supaya tidak seorang pun yang melihatnya, maka janganlah dia melihatnya."
Aku bertanya lagi, "Ya Rasulallah, bagaimana kalau salah seorang kami sendirian?" Jawab Nabi, "Allah lebih berhak untuk dia malu kepada-Nya daripada malu kepada manusia."
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Sa'id al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لا ينظُر الرَّجل إلى عوْرة الرَّجل، ولا المرأة إلى عوْرة المرْأة، ولا يُفْضِي الرَّجل إلى الرَّجل في ثوب واحد، ولا تُفضي المرأة إلى المرأة في الثَّوب الواحد
"Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lainnya. Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain dan jangan pula seorang wanita berada dalam satu selimut dengan wanita lain."
Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarh Muslim, "Di dalam hadits terdapat hukum haramnya seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lainnya, wanita melihat aurat wanita lainnya, dan tidak perbedaan pendapat dalam masalah ini."
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengharamkan atas kedua pasangan untuk menceritakan kejadian jima' dan forplay-nya yang telah mereka lakukan. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam juga menjelaskan bahwa pelakunya seperti syetan laki-laki yang menyetubuhi syetan perempuan di depan manusia.
Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Adakah di antara kalian laki-laki jika mendatangi istrinya lalu menutup pintu rumahnya, membuat sutrah penutup, dan menutup diri dengan penutup yang diperintahkan Allah? mereka menjawab, "ya". Beliau melanjutkan, "lalu dia duduk setelah itu dan berkata, aku telah melakukan ini dan melakukan itu?", maka mereka terdiam. Kemudian beliau menghadap ke kaum wanita dan bersabda; "Adakah di antara kalian orang yang bercerita?", mereka diam. Maka seorang pemudi yang merangkak di atas lututnya mendekat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar beliau melihatnya dan mendengar perkataannya. Lalu dia berkata, "Ya Rasulallah, sesungguhnya mereka menceritakan (perihal persetubuhan mereka). Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Tahukah kalian perumpamaan perbuatan itu? Sesungguhnya perumpaannya, seperti syetan perempuan yang bertemu syetan laki-laki di sebuah jalan, lalu dia bersetubuh dengannya sementara manusia melihat kepadanya." (HR. Abu Dawud)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Janganlah dia berjima' sementara ada seseorang yang melihat keduanya atau mendengar desahan keduanya. Dan janganlah dia mencumbu dan menggaulinya di depan orang."
Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tidak ada yang membuatku kagum kecuali dia menutup semua ini." Beliau berkata kepada orang yang menyetubuhi istrinya sedangkan yang lain mendengar desahannya, "mereka (para salaf) membenci wajsa, yaitu suara lirih (desahan ketika jima') dan janganlah dia menceritakan peristiwa jima' antara dia dengan istrinya."
Beliau berkata lagi, "Jika salah seorang istrinya ridla (rela) kalau dia menggauli istrinya yang satu di depannya dengan dia melihatnya, tetap tidak boleh. Karena hal itu termasuk menghinakan, tidak masuk akal, dan menjatuhkan kehormatan, karenanya tidak boleh dilakukan walau dengan keridlaan keduanya."
Karena dalam hal itu, salah satu istrinya memperlihatkan auratnya kepada istri yang lain, hal itu tidak boleh. Kepada suami, tidak boleh menggabungkan kedua istrinya dalam satu kamar dan tidak boleh juga menggauli salah satu istrinya di depan yang lain. Dan alasan bahwa hal itu bisa meminimalisir rasa cemburu di antara keduanya, tetap tidak diperbolehkan.
Dalam persoalan ini, tidaklah mengapa menggabungkan dua orang istri dalam satu rumah, hanya saja keduanya harus berada dalam kamar masing-masing. Hal ini tidak mengapa asalkan keduanya ridla.
Dikatakan dalam Syarh Mukhtashar Khalil karya al Khurasyii, "Seorang laki-laki boleh menggabungkan dua istrinya dalam satu rumah dengan dua syarat: Pertama, Masing-masing istrinya memiliki kamar tersendiri dengan perabotnya dan kebutuhannya seperti toilet, dapur, dan semisalnya yang menjadi kebutuhannya. Kedua, keduanya ridla terhadap hal itu, tidak beda antara istri dua, tiga atau empat. Jika keduanya tidak ridla dengan hal itu, maka sang suami tidak boleh menggabungkan kedua istrinya dalam ruangan berbeda dalam satu rumah. Bahkan, dia wajib menyediakan rumah untuk masing-masing dan tidak harus rumah keduanya berjauhan." Wallahu a'lam…
• Diterjamahkan oleh Badrul Tamam dari situs www.islamway.com