Soal:
Anak saya lahir 1 Februari, kalau aqiqahnya tanggal 14 atau 21 Februari, boleh apa tidak?
082382040491
Jawab:
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Mayoritas ulama berpendapat, yang utama dalam pelaksanaan aqiqah adalah di hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits dari Samurah bin Jundab, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ, تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ, وَيُحْلَقُ, وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur, dan diberi nama.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)
Hanya saja para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hari ketujuh. Jumhur ulama berpendapat, jika anak lahir di hari Senin, maka aqiqahnya dilaksanakan hari Ahad. Sedangkan Malikiyah mengatakan, jika anak lahir hari Senin maka aqiqahnya di hari senin depannya.
Perbedaan ini berangkat dari penetapan penghitungan hari pertama. Sebagian berpendapat hari lahir dihitung sebagai hari pertama. Sedangkan sebagian yang lain berpandangan hari lahir bukan sebagai hari pertama.
Jika telah berlalu ketujuh, disunnah pada hari ke 14. Jika belum siap, maka pada hari ke 21. Dan tidak mengapa (tetap sah) aqiqah dilaksanakan sebelum hari-hari tersebut atau sesudahnya. Hari-hari tersebut bukan pembatasan, tapi sebatas afdhaliyah (keutamaan) saja.
Pada prinsipnya, bagi siapa yang mampu –disunnahkan- untuk menyegerakannya. Namun jika belum mampu, boleh dikerjakan sebulan, dua bulan, atau setahun, atau lebih saat sudah memiliki kelapangan rizki.
Menjawab pertanyaan di atas, boleh melaksanakan aqiqah di hari ke 14 dari kelahiran dan tanggal 21-nya. Bahkan kelipatan hari-hari tersebut –menurut mayoritas ulama- adalah hari-hari yang utama untuk aqiqah. Boleh jua sebelum hari ketujuh atau sesudahnya tanpa keliapatan tujuh. Berarti aqiqah tidak terbatas di hari ketujuh. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]