JAKARTA (voa-islam.com) - Hasil penyelidikan sementara terhadap dua pilot Indonesia, Ridwan Agustin dan Tommy Abu Alfatih, yang diduga berafiliasi dengan gerakan Negara Islam Irak Suriah (ISIS) ternyata negatif.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, hasil sementara menunjukkan bahwa kedua pilot tersebut tidak terlibat atau terhubung dengan jaringan kelompok ISIS. Badrodin menilai, mereka hanya bersimpati terhadap perjuangan ISIS yang dicurahkan lewat sejumlah pernyataan di media sosial.
”Keduanya memang sering menulis di Facebook terkait ISIS. Oleh Polisi Federal Australia (AFP), itu dikategorikan sebagai pengikut ISIS sehingga dikirim informasi itu ke negara-negara lain,” kata Jenderal Badrodin Haiti di Mabes Polri, Jakarta, kemarin. Kendati demikian, Badrodin menyampaikan bahwa pihaknya akan terus menyelidiki kedua pilot itu terkait informasi awal keterlibatan keduanya dengan jaringan terorisme internasional tersebut.
Badrodin menandaskan, terhadap kedua pilot itu, pihaknya tidak bisa melakukan penindakan karena perbuatan mereka tidak memenuhi unsur pidana. Menurutnya, pengikut ISIS di Indonesia belum ada. Yang ada adalah orang yang memiliki ideologi sama dan mendukung perjuangan ISIS.
”Tapi kita tidak bisa menindak (secara hukum) orang seperti itu, ini kelemahan kita. Padahal jelas dia tidak mengakui Pancasila, jelas hidup di sini. Tapi harus tetap diwaspadai,” jelasnya. Sementara itu, pengamat kontraterorisme Harits Abu Ulya menilai Australia terlalu paranoid mengenai hal yang berhubungan dengan ISIS.
Jikapun benar kedua pilot itu berafiliasi dengan ISIS, hal tersebut merupakan pilihan pribadi mereka dan tidak memberi dampak apa pun terhadap Australia. Menurut Harits, Australia sepertinya ingin memainkan isu radikalisme dan terorisme di Indonesia untuk kepentingan domestik Australia.
”Jadi, ancaman itu sebatas asumsi dan sifatnya baru sebatas warning (peringatan). Ya, mungkin karena yang bergabung punya skill (kemampuan) penerbangan, jadi tingkat risiko yang dimunculkan bisa berbeda dengan orang biasa,” tuturnya.
Harits menambahkan, pemerintah Indonesia dalam menyikapi fenomena tersebut harus tetap berada di atas koridor hukum dengan memberlakukan asas praduga tak bersalah. Seorang tidak boleh jadi objek kesewenang-wenangan hanya atas dasar dugaan. Pengadilanlah yang akan menjadi tempat pembuktian.
”Jika seseorang hanya punya kesukaan atau empati pada pemikiran atau entitas tertentu dianggap sebagai sebuah kejahatan dan tindak pidana maka Indonesia menjadi negara sangat zalim,” katanya.
Dia membandingkan penyikapan berlebihan terhadap radikalisme dengan ajaran komunisme yang dilarang di Indonesia, namun pendukung ajaran komunisme yang kini ditengarai marak di Indonesia tidak dipersoalkan dan diawasi terkait potensi ancamannya terhadap republik ini. Diberitakan sebelumnya, AFP menyebarkan dokumen yang dipublikasikan lewat The Intercept .
Disebutkan bahwa dua pilot Indonesia menjadi ancaman keamanan karena diduga bergabung dengan ISIS. Dokumen AFP mengungkapkan, Tommy diyakini sempat terbang ke Australia dan beberapa negara lain tahun lalu. ”Setelah meninjau akun (Facebook ) keduanya, mereka kemungkinan terkena pengaruh radikal, setidaknya dari lingkungan internet. Dengan demikian, keduanya kemungkinan akan menimbulkan ancaman terhadap keamanan,” bunyi dokumen itu, dilansir ABC News .
Selain itu, dalam dokumen tersebut, istri Ridwan, Diah Suci Wulandari, adalah anggota Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). Amerika Serikat (AS) menuduh JAT sebagai organisasi teroris yang mendalangi Bom Bali 2002. Kedua tersangka dilaporkan merupakan pilot maskapai penerbangan AirAsia dan Premi Air.
Kecurigaan mengenai keterlibatan kedua pilot tersebut dengan ISIS menguat karena tulisan yang mereka unggah di jejaring sosial Facebook mengundang perhatian pihak keamanan. Dokumen AFP bahkan menyebutkan beberapa data yang mereka unggah cenderung berpihak pada ISIS.
Sementara itu,otoritas berwenang di Turki menangkap 21 tersangka anggota ISIS, tiga di antaranya berkewarganegaraan asing. Penangkapan itu merupakan hasil dari operasi penjaringan yang dilakukan kepolisian setempat di beberapa kota di Turki untuk mencegah penyebaran radikalisme. Polisi berhasil menangkap tersangka di beberapa wilayah seperti Provinsi Sanliurfa, dekat garis perbatasan dengan Suriah, selatan Provinsi Mersin, dan Provinsi Kocaeli, timur Istanbul.
Berdasarkan laporan AFP yang mengutip kantor berita Anatoli , para tersangka diduga berperan sebagai perekrut militan di wilayah Eropa. Tersangka yang berkewarganegaraan asing bahkan dilaporkan berencana menyeberangi garis perbatasan Turki menuju Suriah. [kmuzakki/M.shamilsindo]