View Full Version
Selasa, 11 Oct 2016

Di antara Dua Ayat 'Tuhan' tentang Kepemimpinan

Oleh: Muhammad Khalabi

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin bagimu; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim”     (QS. Al Maidah: 51)

Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat dari Umar bin Khathab, “Bahwasanya Umar bin Khathab memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari untuk melakukan pencatatan pengeluaran dan pemasukan pemerintah. Hal tersebut seyogyanya dilakukan oleh satu orang. Abu Musa memiliki seorang juru tulis yang beragama Nasrani dan mengangkatnya untuk mengerjakan tugas tadi.

Umar bin Khathab pun kagum dengan hasil pekerjaannya. Ia  berkata: ‘Hasil kerja orang ini bagus, bisakah orang ini didatangkan dari Syam untuk membacakan laporan-laporan di depan kami?’. Abu Musa menjawab: ‘Ia tidak bisa masuk ke tanah Haram’. Umar bertanya: ‘Kenapa? Apa karena ia junub?’. Abu Musa menjawab: ‘Bukan, karena ia seorang Nasrani’.

Umar pun menegurku dengan keras dan memukul pahaku dan berkata: ‘pecat dia!’. Umar lalu membacakan ayat: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim‘” (Tafsir Ibni Katsir, 3/132).

...Memimpin dalam Islam adalah mampu bekerja cerdas dalam setiap sisi untuk memenuhi kadar kepemimpinan yang diamanahkan padanya berdasarkan emosional spiritual...

Dalam Islam memimpin bukan hanya sekadar mengatur. Memimpin bukan hanya sekadar memerhatikan. Memimpin dalam Islam adalah mampu bekerja cerdas dalam setiap sisi untuk memenuhi kadar kepemimpinan yang diamanahkan padanya berdasarkan emosional spiritual. Pekerjaan ini tidaklah mudah bagi mereka yang emosinya dibayangi kesuraman spiritualitas. Mereka kurang paham bahasa jiwa yang seharusnya mendorongnya menjadi penyebar kebaikan. Sebaliknya mereka malah justru menjadi penebar permusuhan.

Tanpa ingin membenturkan dua ayat dari dua kitab yang berasal dari dua keyakinan yang berbeda, coba perhatikan konteks ayat ini;

"Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya."(Matius 10:34-35)

Jika motif perbuatan anak manusia itu berdasar pada firman Tuhan, maka dari dua sisi perintah kitab tersebut akan kita dapatkan hasil emosional spiritual yang berbeda. Sejatinya firman Tuhan adalah kebaikan. Tuhan menciptakan hidup dan kehidupan pun untuk dan demi kebaikan. Maka tidak sepatutnya jiwa kebaikan terkotori oleh mulut busuk kezaliman, terlebih jika itu adalah hasil kekhawatiran seorang pemimpin akan keberlangsungan kepemimpinannya yang telah rapuh karena ulahnya sendiri.

Pemimpin yang bertindak berdasarkan firman Tuhan seharusnya mengerjakan apa-apa yang dititahkan Tuhan padanya. Semua kebaikan hidup yang Tuhan titahkan sudah ada pada kitab sebagaimana Tuhan mewahyukan;

"Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30)

Pada sisi kehidupan yang lain saat jiwa emosional spiritualnya telah matang mempelajari kebaikan hidup dan kehidupan, seorang pemimpin besar yang fenomenal menuturkan;

“Saya meramalkan bahwa tidak lama lagi akan dapat dipersatukan semua manusia yang berakal dan berpendidikan tinggi untuk memajukan satu kesatuan kekuasaan yang berdasarkan prinsip–prinsip ajaran Islam, karena hanyalah Qur’an itu satu-satunya kebenaran yang mampu memimpin manusia kepada kebahagiaan.” (Jenderal Napoleon Bonaparte dalam buku berjudul ‘Bonaparte et I’Islarn oleh Cherlifs, Paris, halaman 105)

Maka, jika mutiara yang mampu menyinari segenap penjuru kota telah ditemukan, masihkah perlu lampu penerangan jalan yang sudah lama terpasang? Jelas, dari dua ayat ‘Tuhan’ di atas semakin jelas ayat yang manakah yang seharusnya layak memegang tampuk kepemimpinan. Hanya orang berakal saja yang bisa mengambill pelajaran. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version