View Full Version
Selasa, 28 Jul 2009

Prinsip-Prinsip Islam Dalam Kehidupan (3) Kelanjutan

  • Dalil Akal (Rasio)

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa makhluk-makhluk Allah menjadi dalil akan wujud (eksistensi) Allah. Dalil-dalil yang nyata tersebut berdiri di atas tiga dasar utama yang dibenarkan oleh akal sehat, al-Qur'an dan as-Sunnah. Tak seorangpun yang mengingkarinya, apapun agama, suku, dan ilmunya.

Pertama, setiap perbuatan ada pelakunya

Secara logika dan syariat, sesuatu yang tidak ada mustahil mampu mencipta sesuatu. Semua akal mengakuinya, al-Qur'an dan Sunnah membenarkannya.

Firman Allah, QS. Ath-Thuur: 35-36:

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ  أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَلْ لَا يُوقِنُونَ

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).”

Bagaimana seorang yang berakal mampu mengingkari hakikat kebenaran ini. Padahal sepatu, sandal, baju, payung, mobil, makanan dan minuman yang ada di sekitarnya menjadi bukti hakikat semua ini? Sangat tidak logis sesuatu terjadi tanpa ada yang membuat dan menciptakannya.

Kedua, sebuah perbuatan adalah gambaran kemampuan pelakunya dan gambaran dari jati dirinya.

Karena antara perbuatan dan pelakunya ada hubungan yang amat erat. Mustahil ada sesuatu tanpa adanya kesanggupan para pelaku untuk berbuat. Sebagai contoh, ketika kita melihat lampu bolam, kita akan mengetahui bahwa pembuat lampu tersebut memiliki kemampuan dan keahlian dalam masalah listrik.

Kita mengetahui kemampuan pembuat dan sifat-sifatnya dari hasil karyanya yang nampak di depan kita. Oleh karenanya perbuatan adalah cermin dari kemampuan pelakunya dan cerminan dari sebagian sifat-sifatnya.

Bahwa makhluk-makhluk Allah menjadi dalil akan wujud (eksistensi) Allah.

Al-Qur'an telah membenarkan dasar rasional ini. Maka, al-Qur'an menganjurkan kita untuk memperhatikan (melihat) keagungan penciptaan langit dan bumi, dan apa saja yang Allah ciptakan. Agar kita mengenal sifat-sifat Allah SWT melaluinya.

Allah Ta'ala berfirman, QS. Ar-Ruum: 48-50 (artinya) :

"Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira. Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Jadi, turunnya hujan ke bumi yang mati, lalu menjadikannya hidup, menunjukkan adanya pencipta dan qudrah-Nya, khususnya untuk menghidupkan orang mati. Dan juga menunjukkan keluasan rahmat-Nya SWT.

Mengenal sebagian sifat pencipta dari fenomena perbuatan dan ciptaannya merupakan metode rasio yang syar'i. Sangat dianjurkan oleh akal dan nash-nash syar'i. kita menjadikannya sebagai dasar pijakan yang penting dalam menumbuhkan keimanan.

Berdasarkan azas ini, kita mendapatkan kesimpulan bahwa jagat raya yang menakjubkan ini menunjukkan adanya pencipta yang selalu eksis. Berdasarkan kehebatan ciptaan-Nya menunjukkan bahwa Dia adalah pencipta yang Agung, Hebat, dan Maha Kuasa.

Oleh karenanya, seluruh makhluk menjadi bukti kuat bahwa semua itu hasil ciptaan Dzat yang benar-benar ada, Maha bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Hidup abadi, dam tidak ada sesuatu yang luput dari-Nya.

Ketiga, suatu perbuatan tidak akan dinisbatkan kepada yang tidak mampu berbuat

Hal ini juga dibenarkan oleh akal dan syari'ah. Sangat mustahil kefasihan bicara dinisbatkan kepada orang bisu. Penjelasan yang jelas tidak mungkin dinisbatkan kepada hewan yang tak berakal atau kepada orang dungu. Dan sangat tidak masuk akal, dikatakan seorang badui yang kerjaannya hanya mengembala onta dan kambing, telah melakukan penelitian ilmiah yang detail tentang virus, atau mengarang sebuah buku tentang atom.

Begitu juga tidak masuk akal, dinisbatkan kepada seonggok batu  yang tidak punya kemampuan apa-apa, telah mencipta, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, mendatangkan manfaat dan madharat kepada orang yang dikehendakinya.

- Allah Ta'ala berfirman, QS. 191-195 (artinya):

"Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan. Dan jika kamu (hai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala) untuk memberi petunjuk kepadamu, tidaklah berhala-berhala itu dapat memperkenankan seruanmu; sama saja (hasilnya) buat kamu menyeru mereka atau pun kamu berdiam diri. Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengan itu ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar? Katakanlah: "Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan) ku, tanpa memberi tangguh (kepada ku)."

- Allah berfirman, QS. Al-Furqan: 3 (artinya):

"Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan."

- Allah berfirman, QS. Faathir: 40 (artinya):

"Katakanlah: "Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. Perlihatkanlah kepada-Ku (bahagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau adakah Kami memberi kepada mereka sebuah Kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas daripadanya? Sebenarnya orang-orang yang dzalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka"."

Kalau kita terapkan prinsip ini tak ada satu makhlukpun yang berhak disandangkan padanya sifat pencipta. Karena tidak ada satupun makhluk yang memiliki sifat Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Ahli, Maha Agung, Maha Pemelihara, Maha Pemberi petunjuk, Maha Hidup Kekal abadi.

Jika tak ada satupun makhluk yang layak menyandang sifat pencipta, maka satu kepastian, bahwa pencipta makhluk ciptaan di alam semesta ini bukan makhluk itu sendiri atau yang memiliki tabiat makhluk ciptaan.


latestnews

View Full Version