View Full Version
Rabu, 05 Aug 2009

Sultan Bashiruddin: Ahli Nuklir dari Pakistan

Dunia Islam tak hanya mampu melahirkan sederet ilmuwan terkemuka pada masa keemasannya. Di era modern pun, dunia Islam memiliki begitu banyak ilmuwan penting, yang kiprah dan dedikasinya telah diakui dunia. Salah satunya adalah Sultan Bashiruddin Mahmood. Seorang ahli nuklir dari Pakistan.

Bashiruddin terlahir pada 1938 di Amratsar, India. Ketika berusia 9 tahun, ia bersama keluarganya hijrah ke Pakistan setelah Negara itu meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1947.

Bashiruddin berasal dari keluarga tak berpunya. Ayahnya hanya seorang pekerja sosial yang miskin di Lahore, Pakistan. Tapi, kemiskinan tak membuat sang ayah abai terhadap pendidikan anaknya. Dengan penghasilan pas-pasan, ayahnya menyekolahkan Bashiruddin dengan sekuat tenaga.

Tapi, kemiskinan tak membuat sang ayah abai terhadap pendidikan anaknya. Dengan penghasilan pas-pasan, ayahnya menyekolahkan Bashiruddin dengan sekuat tenaga.

Dukungan dan dorongan sang ayah tak disia-siakan Bashiruddin. Semenjak kecil, dia tergolong anak berotak encer. Ia amat tertarik dengan dunia pengetahuan. Ia berbeda dengan anak-anak sebayanya yang kurang peduli dengan pendidikan.

Dia bahkan rela berjalan kaki berkilo-kilo meter tanpa mengenakan sepatu menuju sekolah, demi mengejar cita-citanya menjadi seorang ilmuwan. Melihat semangat belajarnya yang menggebu, sang ayah menyekolahkan Bashiruddin di Sekolah Pemerintah Lahore - sekolah terbaik di masa itu.

Dia bahkan rela berjalan kaki berkilo-kilo meter tanpa mengenakan sepatu menuju sekolah, demi mengejar cita-citanya menjadi seorang ilmuwan.

Berkat kecerdasannya yang luar biasa, Bashiruddin mendapatkan beasiswa dari pemerintah dan bisa melanjutkan pendidikannya di Universitas of Engineering & Technology, Lahore. Seusai menuntaskan pendidikannya di program studi Teknik Elektro, awal 1960, Bashiruddin bergabung dengan Pakistan Atomic Energy Commission (PAEC).

Kemudian dia mendapatkan gelar master Nuclear Engineering dari The Universitas of Manchester, Inggris. Ia terus mengasah keahliannya di bidang Nuchlear Engineering (teknik nuklir) dengan melanjutkan studinya di Nuclear Technology Eduaction Consortium di Manchester.

Melihat potensi dan kecerdasan Bashiruddin, pemerintah Inggris memintanya bekerja di negara tersebut denga berbagai tawaran yang menggiurkan. Namun, kecintaannya yang begiti tinggi kepada Pakistan, berbagai tawaran menarik itu pun ditolaknya. Ia memutuskan kembali ke negaranya dan mendedikasikan diri bekerja di PAEC.

Pada awal 1970, Bashiruddin berhasil menemukan sebuah alat untuk mendeteksi kebocoran air atau heavy water leaks pada fasilitas pengembangan nuklir yang disebut SBM Probe (SBM merupakan singkatan dari namanya). Kebocoran air berat merupakan masalah yang sering terjadi pada fasilitas pengembangan nuklir di seluruh dunia.

Hasil penemuannya di dunia nuklir sangat berpengaruh terhadap karirnya. Bahkan, hasil penemuannya tersebut masih digunakan oleh negara-negara pengembang nuklir saat ini. Pada 1974, dia menjadi direktur proyek pengayaan uranium di bawah PAEC atas permintan pemerintah Pakistan.

Kemudian, ia membangun laboratorium untuk memproduksi Low-Enriched Uranium (LEU) maupun Highly Enriched Uranium (HEU). Dia juga mendesain dan mendirikan Nuclear Fuel Factory. Kemudian dia menjadi direktur Jenderal Nuclear Power of PEC dari 1996 hingga 1998.

Ambisi Bashiruddin untuk memperkaya uranium dipicu tindakan India yang meluncurkan nuklirnya pada 1974. Ia melihat hal itu sebagai ancaman terhadap negaranya, Pakistan. Bashiruddin dikenal sebagai orang yang sangat nasionalis. Sehingga dia tak membiarkan negaranya menghadapi ancaman keamanan dari negara-negara lain.

Melihat kejeniusan Bashiruddin dalam bidang nuklir, rupaya negara-negara Barat merasa ketakutan. Bahkan Pemerintah AS di bawah kepemimpinan George W. Bush menudingnya membantu Taliban dalam membuat bom nuklir. Padahal CIA jelas-jelas mengatakan bahwa dia sama sekali tidak terlibat dengan jaringan al-Qaida.

Setelah pensiun dari jabatannya sebagai Dirjen Nuclear Power of PAEC, Bashiruddin mendedikasikan dirinya pada bidang kemanusiaan seperti pengadaan makanan, kesehatan, dan pendidikan. Namun, pemerintah Bush tidak percaya.

Pada akhir 2001, dia ditahan di sebuah rumah di Islamabad selama 53 hari oleh Pakistan Intelligence Agencies atas permintaan AS. Selama ditahan dia diinterogasi oleh agen-agen CIA berulang kali.

Bahkan putranya, dr. asim Mahmood, seorang ahli bedah syaraf di rumah sakit Sir Ganga Ram, Pakistan, ikut menjelaskan kepada CIA bahwa ayahnya, memang pernah diminta oleh Osama bin Laden untuk membuat bom nuklir, tapi dia menolak keras permintaan tersebut.

"Membuat bom nuklir itu tak mudah, kamu membutuhkan banyak uang dan sebuah institusi besar. Sebaiknya kamu melupakan hal itu. Saya tak akan membuat bom nuklir. Terlebih lagi pemerintah Pakistan tak akan menyukai hal itu," kata Bashiruddin.

Selama masa penahanan, CIA maupun Pakistan Intelligence Agencies tidak menemukan bukti-bukti keterlibatan Bashiruddin dengan al-Qaida. Dia tak terbukti membantu al-Qaida menciptakan Weapon of Mass Distruction (WMD).

Tuduhan yang ditujukan kepada Bashiruddin itu dipicu ketakutan Negara-negara Barat saja, terutama AS terhadap kemapuanya menciptakan nuklir. Akhirnya pada Desember 2001, Bashiruddin dibebaskan. Pada 2002, dia tinggal di rumahnya di Islamabad bersama istri, putra, dan cucunya.

Berkat dedikasi dan pengabdiannya, Bashiruddin mendapat anugerah penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah Pakistan menganugerahinya Sitara-i-Imtiaz (Star ofExcellence) atas sumbangannya terhadap ilmu fisikan dan nuklir pada 1998.

Sitara-i-Imtiaz merupakan penghargaan yang diberikan pemerintah Pakistan bagi warganya yang berjasa dalam bidang literatur, seni, kedokteran, dan ilmu pengetahuan. Penghargaan ini biasanya diberikan pada saat hari kemerdekaan Pakistan.

Pada tahun 1998, dia juga mendapatkan medali emas dari Pakistan Academy of Sciences atas sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan. Terlebih lagi, ilmu pengetahuan itu berguna untuk kemakmuran umat manusia. Pada tahun yang sama, dia juga mendapatkan medali emas US dari US Institute of Historical Biographies.

Sesungguhnya nuklir itu memiliki dua sisi positif dan negatif. Tergantung bagaimana manusia menggunakannya. Selama energy nuklir digunakan untuk hal-hal positif seperti pengembangan tenaga listrik dari nuklir itu tidak masalah. Namun, nuklir akan berakibat fatal jika digunakan untuk menyerang negara-negara lain di dunia. Seperti pengeboman dua kota di Jepang, Nagasaki dan Hiroshima, oleh pasukan AS. (PurWd/v-i/rpb)


latestnews

View Full Version