View Full Version
Jum'at, 16 Jul 2010

Muda dan Amarah 2 (Balapan Liar)

Hari itu cerah sekali, secerah hatiku..wezzz...aku begitu gembira karena mendapat motor sport baru berwarna hitam. Wah rasa- rasanya penampilanku semakin keren. Tidak buang waktu aku segera naik dan berjalan- jalan mengelilingi sekolahan. Widiw, gaya anak muda banget, tapi sayang, kurang satu nih, ga ada partner yang bisa diajak ngeceng.

Citttttttttttttttt!! Aku menghentikan motor sportku tepat didepan seorang cowok yang sedang berdiri ditengah jalan

Stt.. stt..aku memberi isyarat dia agar naik motor bersamaku

“iya mas?” dia mendekat dan bertanya sambil mecoba mengenali siapa aku

 “mau ke masjid pusat kota kan?? Ayo naik” Ajakku

Cowok alim didepanku masih saja bingung karena sama sekali tidak mengenaliku. Aku memang tidak membuka helm sama sekali dan menggunakan masker.

“maap mas siapa?” dia masih saja bertanya

“ jam 16.30 jadwal pengajian rutin kan?” aku menjawab sekenanya

“iya, tapi mas kok tau??, tapi mas ini siapa? Ga papa saya naik bis saja, saya...” dia melanjutkan

“ ga akan di culik, ayo cepet, 10 menit lagi..naik!!” aku menarik tangannya

“ iya mas, sebelumnya trimakasih banyak lho”

“hmmm..” aku hanya menjawab begitu saja

Sepanjang jalan dia hanya diam sambil sesekali aku mendengar dia berkata “ astagfirullah, astagfirullah”. Heee.. mungkin dengan kecepatan 100 km/jam dia belum terbiasa.

“Alhamdulillah sampe akhirnya” komentarnya sambil membenarkan rambutnya yang acak- acakan.

Aku hanya menganggukkan kepala, sambil melambaikan tangan padanya.

“Mas mas, sebentar..” tiba- tiba dia menarik jaket kulitku

“Mas ini siapa? Maap maap sebentar”

Dia lalu balik kanan dan tiba- tiba duduk

“kenapa?” aku bertanya padanya

“ah nggak papa mas, hanya sedikit mual saja, saya belum pernah dibonceng dengan naik motor kenceng- kenceng. Maap tadi mas siapa? Saya belum bilang terima....” dia masih saja bertanya

“1 menit lagi dimulai tuh, ga sah sungkan mas hendro.. ini aku... ” aku memotong kata- katanya

Aku melepas helm dan membuka maskerku..Dia melotot ke arahku seakan kaget setengah mati. Masyaallah...kaciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.. ini kamuuu??

“ heee.. yoa, dah dl yach, mo ke “sirkuit” janjian sama temen nich”

"lah.. itu kepala kenapa jadi...plontos gitu?? Astagfirullah...” dia masih dengan ekpresi surprisenya

“ ah gerah bozz, enakan gini lagih” jawabku sambil mengangkat alis

Aku segera makai helm ku dan pergi meninggalkan mas hendro, salah satu temanku yang anggota majelis taklim itu. kami sangat berbeda “aliran”. aku terbiasa ikut balapan liar dan bergabung dengan salah satu genk nya. Yah untuk kesenangan saja setelah pusing dengan urusan sekolah. Atau lebih tepatnya karena ga ada hiburan yang pas buatku di rumah. Disana selain aku bisa bertemu dengan teman- teman, kami bisa sharing untuk banyak hal, tertawa bareng, atau kadang mendiskusikan sesuatu yang ga penting. Bener- bener hanya untuk have fun. Aku merasa hanya teman- temanlah yang bisa mengerti aku selama ini, sedang orang tua.. ah mereka selalu bicara dengan bahasa mereka, dan jarang untuk bisa mendengarkan pendapatku. Jadi pembalap drag race bener- bener menyenangkan, pikirku.

“sirkuit”, adalah surga untuk kami, bukan selayaknya racer profesional, tapi itu adalah julukan kami untuk jalanan tempat kami biasa melakukan balap motor liar. Seperti hari itu, ketika waktu telah menunjukkan jam 18.30 kami telah berada disana, dan jadwal hari ini, aku dan sahabat karibku bernama jupri yang akan mewakili genk kami melawan genk H****** pun dimulai.

Semua teman- teman yang berjumlah puluhan orang telah menyiapkan diri untuk saling mendukung kubu masing masing. Walaupun aku perempuan satu- satunya di genk ku, tapi aku tidak suka bertingkahlaku bak “cheerleader” seperti yang ditunjukkan cewek- cewek genk sebelah. Aku bahkan ikut ambil bagian, dan jatahku untuk maju adalah hari ini.

“Kang, rutenya mana sih?” aku tiba- tiba bertanya ditengah- tengah akhir persiapan

“wadoh, kamu itu dah mau gol masih bingung jalan, dasar cimol.. ikutin aja si jupri, kalo masih ga paham ambil jalan mana lah, pokoknya sampai.  jangan ngawur tapi. Inget ga boleh ada korban ya.. hati- hati” jawab salah satu temanku sambil menjitak kepalaku yang gundul.

 “siap!! Jupri mana kang??” aku bertanya sambil tengok kiri kanan mencarinya

“Jupriiiii.. wooy cepettt!!! menit trakir niy..!!!!” aku berteriak memanggil

“ iya iya crewet amat” dia berteriak sambil menjitak kepalaku.. lagi

 “pri, tar dulu, itu kenapa ada darah dari hidung kamu?  Pren r u ok?”

“ah apa iya sih? Yang bener aja kamu. Aku gapapa kok” jawabnya sambil membersihkan darah itu

Ok, semua siap...1, 2, 3.... goooooooooooooooooooooooooooooooooooooo!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Balapan dimulai, aku segera tancap gas sekenceng kencengnya. Ini balapan pertamaku, dan aku ga boleh malu karena kalah. Ini adalah ajang unjuk kemampuanku yang pertama, aku harus berhasil. Aku melihat ke spion, wah aku berada di posisi 1, aku semakin mempercepat motorku sampai akhirnya, setelah 20 menit, di tikungan ke tiga, aku melihat polisi berada dibelakangku, dan berusaha mengejarku. Aku membelokkan motorku dan keluar dari jalur balap sementara untuk mengajak “beliau” itu sedikit berputar- putar. Heee.. justru disini lah seninya balapan liar

Setelah akhirnya aku lepas dari pantauan polisi, aku menghentikan sebentar laju motorku. Aku melihat ke spion, “ kenapa yang lain ga ada ya? Wah bener bener aku tersesat, dan keluar jalur nih” kataku dalam hati. Setelah satu jam lebih aku mengelilingi kota, akhirnya aku memutuskan kembali ke start. Tapi aneh disana pun terlihat sepi, hanya tinggal satu orang yang terlihat memberes- bereskan sisa perabotan kami.

“kang, pada kemana sih? Sorry, wah payah aku ini, tadi aku ...”

“kamu ga kerumah sakit?” dia memotong kalimatku

"memang ada apa? Ada yg jatuh ya??”

“ Kabarnya sih, si jupri tadi jatuh, kaki dan tangannya patah semua, gara- gara tiba-tiba pandangannya kabur,  ada kabar juga dia kena penyakit kanker otak”

Aku tidak dapat menjawab apa- apa, atau bahkan mengeluarkan tidak kuat mengucapkan 1 hurufpun untuk menanggapi kalimatnya.  Aku segera menaiki motorku dan pergi ke rumah sakit.selama di jalan, pikiranku mulai kacau, aku jadi teringat sebelum mulai balapan, ..darah.. kenapa aku tidak mengerti...aku sangat menyesal sekali

Dirumah sakit aku melihat semua teman- temanku bersedih, wajah mereka seakan- akan ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi mereka mencoba untuk kuat..

“kang si pri kenapa? Dia baek kan?...” tanyaku dengan terburu- buru saat datang menemui mereka, dan kali ini aku ga kuat menahan air mataku lagi

“di ikhlaskan saja ya..” jawab temanku sambil memegang pundakku dan menahan sedih

Rasanya tubuhku tiba- tiba lemas, dan helm yang ada ditanganku tiba- tiba jatuh. Sahabatku telah meninggal....

Keesokan harinya setelah semua pelayat pergi, aku masih belum bisa menggerakkan kakiku dari gundukan tanah basah dihadapanku itu. Ntah kenapa dalam hatiku ada rasa sesal yang tidak terukur. Aku bahkan sempat berandai andai- andai, seandainya dia meninggal bukan dijalan, dan bukan dalam keadaan seperti ini, mungkin aku akan lebih ikhlas melepasnya.  Seandainya tuhan memberi dia waktu seminggu lagi.. dia dulu sempat berjanji padaku, kalau kemarin adalah akan menjadi balapan terakhirnya, setelah itu dia akan benar- benar berhenti.

“mungkin aku akan menjadi seperti hendro, pantes ga menurutmu? Haaaa...” kata- katanya itu masih saja aku ingat. Dia mengatakan hal itu setelah dia memaksaku dan mengajakku untuk sholat ashar di masjid.

Belum selesai aku menangis didepan makamnya, tiba- tiba seseorang menghampiriku..

“semoga ini bisa jadi peringatan bagi kita semua ya kaci, jangan pernah menyia- nyiakan waktu untuk sesuatu yang kurang berguna, karena kita tidak akan tau kapan waktu kita akan berakhir. Paling tidak dia sudah punya niat, semoga allah mengampuni semua kesalahannya...”

Hendro, si alim itu, memberikan sebuah pesan yang aku akan ingat seumur hidupku...

(white rose)


latestnews

View Full Version