View Full Version
Jum'at, 12 Jun 2015

Sisi Kelam Teknologi, Ortu Menemui Ajal di Tangan Anak Sendiri

Peristiwa ini terjadi di Rusia. Seorang anak laki-laki usia 10 tahun sedang bermain komputer tengah malam selama berjam-jam. Berkali-kali ayahnya memintanya untuk  mematikan komputer dan tidur. Karena diabaikan, akhirnya si ayah berinisiatif mematikan komputer tersebut, kembali ke kamarnya dan tidur. Ketika ayahnya terlelap, si anak yang merasa sakit hati dengan sikap sang ayah mengambil palu. Dalam sekali pukul, tewaslah si ayah.

Beberapa saat kemudian, ibunya pulang dari kerja shift malam. Dia terkejut melihat suaminya mati dan si anak dengan cueknya melanjutkan bermain game online di internet. Dak ketika kisah nyata ini diceritakan dalam salah satu tayangan TV, ekspresi penonton acara pun biasa. Tak ada wajah ketakutan, marah atau sedih dan geram. Usut punya usut, kejadian seperti ini bukan pertama kali dan bukan satu-satunya yang terjadi. Paling tidak di setiap kota di Rusia sana, peristiwa ini pernah terjadi sebagai imbas perkembangan teknologi.

Miris. Kisah di atas bisa jadi terlalu ekstrem untuk kondisi Indonesia. Tapi bila tidak segera disikapi dengan bijak, bukan tak mungkin negeri ini akan menjadi seperti Rusia dalam kisah di atas. Sekarang saja fenomena ini sudah mulai terlihat. Betapa banyak anak-anak yang memilih sibuk dengan gadgetnya daripada membantu orang tua. Bila disuruh atau dimintai tolong, rasanya enggan, malas dan ogah-ogahan. Tak jarang beberapa anak menunjukkan sikap agresif dengan marah dan kesal pada ortu yang dianggapnya menganggu kesyikannya bermain game.

...Betapa banyak anak-anak yang memilih sibuk dengan gadgetnya daripada membantu orang tua. Bila disuruh atau dimintai tolong, rasanya enggan, malas dan ogah-ogahan...

Perkembangan zaman yang ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi bukan tak membawa efek samping terutama pada jiwa anak-anak. Selain game yang membuat kecanduan, gadget terutama yang memunyai fasilitas internet adalah dunia tanpa batas. Berbagai macam orang ada di sana.

Sebut saja mereka yang tak percaya adanya tuhan atau atheis. Ada juga yang berpaham kebebasan tanpa batas yang sekilas manis sehingga digandrungi banyak generasi muda bahkan anak-anak. Hidup yang tanpa aturan dan bisa semau gue. Belum lagi orang dan kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, transgender). Bahasa lazimnya di Indonesia adalah mereka para banci dan homo. Mereka memunyai kelompok solid yang berusaha agar kehidupan menyimpangnya itu mendapat tempat dan pengakuan di masyarakat.

Bila tak waspada, bukan tak mungkin remaja dan anak-anak menjadi korban dengan mengikuti jalan menyimpang ini. Naudzubilah. Sekarang saja bisa dilihat anak dan remaja yang mulai membantah omongan ortu. Mereka lebih asik main gadgetnya daripada membantu ortu. Bila kondisi ini tak segera disikapi dengan benar, maka jangan kaget bila kemudian muncul berita sebagaimana terjadi di Rusia.

Gadget hanyalah alat untuk mempermudah kehidupan. Jangan sampai ia mengambil alih menjadi tuan manusia dan memperbudak kita. Yuk, manfaatkan gadgetmu seperlunya dan untuk hal-hal yang bermanfaat saja. Selebihnya, kembalilah ke dunia nyata dan berinteraksilah dengan teman-teman. Kalau perlu simpan smartphone-mu sementara dan jalin komunikasi berkualitas dengan orang di sekitar. Setuju? (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version