View Full Version
Ahad, 31 Jan 2016

Beginilah Salman Al-Farisi ra. Korbankan Ego Cintanya untuk Saudara Seiman, Patut Ditiru!

Oleh: Abdullah Protonema

Sahabat VOA-Islam yang Shalih dan Shalihah...

Obsesi cinta terkadang membuat seseorang mabuk kepayang, tidak jarang persahabatan putus, kelompok bubar, atau persaudaraan geger hanya karena berebut cinta dari orang yang sama. Tapi hal itu tidak terjadi pada sosok sahabat Nabi yang tangguh, siapa lagi kalau bukan Salman Al-Farisi ra, sang Putra Islam.

Dalam sebuah riwayat, Salman Al-Farisi ra mempunyai niat untuk menikah. Apalagi Salman ra. sudah mengenal seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai mukminah lagi shalihah. Salman tidak tumbuh besar di Madinah. Madinah memiliki adat, rasa, bahasa, dan rupa-rupa yang begitu dikenalnya. Ia berfikir jika dirinya ingin melamar seorang gadis pribumi tentu membutuhkan seorang yang menjadi juru bicaranya. Harus ada seseorang yang akrab dengan budaya Madinah yang berbicara untuknya dalam melamar.

Maka Salman ra. memilih sahabat Anshar untuk menjadi juru lamar dengan gadis yang telah diidamkannya, dan sahabat dari Anshar tersebut adalah Abu Darda ra. karena telah dipersaudarakan oleh Nab Muhammad saw. saat Salman ra. hadir ke Madinah.

“Subhanallah Wal Alhamdulilah,“ girang Abu Darda ra. mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua sahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

Setiba di rumah wanita yang dituju, mereka mengucapkan salam, kemudian Abu Darda ra. pun mengutarakan apa yang menjadi rencana mereka.

“Saya adalah Abu Darda ra., dan ini adalah saudara saya Salman Al-Farisi, seorang lelaki dari Persia. Allah SWT. telah memuliakanya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasululloh, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahlul baitnya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk di persuntingnya,” sangat fasih sekali Abu Darda bicara dalam logat bani Najjar yang paling murni.

Kemudian gantian tuan rumah yang menjawab lamaran yang datang dari Salman Al-Farisi ra. yang disampaikan oleh Abu Darda ra. dengan gamblang dan indahnya, besar harapan Abu Darda ra., sang tuan rumah mau menerima lamaran untuk saudaranya Salman Al-Farisi ra.

“Adalah kehormatan bagi kami,” ucap tuan rumah. “Menerima Anda berdua, sahabat Rasululloh, sahabat Rasululloh yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga kami ini bermenantukan seorang sahabat Rasululloh yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan kepada putri kami,” tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya, dan sang putri menanti dengan segala debar yang ada.

“Maafkan kami atas keterusterangan ini,” kata suara lembut itu, ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. “Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan berharap kepada ridho Allah SWT. saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika yang melamar putri kami adalah Abu Darda, putri kami tidak menolaknya,” tutur sang ibu.

Jelas sudah keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya, itu mengejutkan dan ironis. Tapi juga terlihat indah karena satu alasan: reaksi Salman ra.

Bayangkan sebuah perasaan, dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran, bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Dan lihatlah apa yang diucapkan oleh Salman Al-Farisi ra. dengan peristiwa ini semua.

“Allah Akbar!“ seru Salman. “Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian,“ tegas Salman Al-Farisi.

Sebuah peritiwa yang indah karena didasari dengan keimanan yang dahsyat, di mana Salman Al-Farisi benar-benar menunjukan sikap sebagai seorang sahabat Rasululloh dengan kualitas yang tinggi. Dia sadar bahwa jodoh itu telah ditentukan oleh Allah SWT. dan semua akan bertemu di saatnya. Hal ini dia sadari, bahwa jodoh Abu Darda ditemukan lewat lamaran dia, dan diapun yakin suatu sata pun akan ketemu dengan jodohnya.

Seharusnya setiap orang yang mencintai faham, bahwa dibalik cinta ada konsekuensi dan resiko. Ada yang cinta bertepuk sebelah tangan, ada cinta yang disambut dengan tangan terbuka, dan ada cinta yang harus penuh penantian.

Tapi dari itu semua bila didasari dengan keimanan, maka ego cinta akan musnah meski dada berat dirasa, semua akan ikhlas dengan berjalannya waktu.

Salman Al-Farisi ra. harus menerima kenyataan ini, tapi dirinya membuktikan bahwa cinta sejati hanya pada Allah SWT., sehingga dia pun ikhlas dan ridho Abu Darda ra yang mempersunting wanita yang telah lama diincarnya.

Seharusnya para pemuda dan aktivis Islam saat ini harus faham akan semua ini, sehingga tidak ditemukan lagi tawuran massal hanya karena royokan cewek, saling maki dan menghina karena rebutan pacar, dan saling membunuh karena cemburu cinta diserobot orang lain, Naudzubillah.

Mari kita mencotoh sahabat Nabi Salman Al-Farisi ra, yang sadar bahwa cinta terkadang tak harus memiliki, meski semua telah diperjuangkan. [syahid/voa-islam.com]

*Diambil dari buku Mencintai karena Allah dengan sedikit penambahan. 


latestnews

View Full Version