View Full Version
Selasa, 01 Nov 2016

Catatan Thalabul Ilmi; Antara pengajian dan Buku Bacaan

 

Oleh: Husni Mubarok

Saat saya muda dulu (dan sekarang juga masih muda kok J) saya sering diajak bapak saya untuk ikut kajian agama. Bapak saya sendiri sebagai penceramahnya. Satu dua kali saya ikut kajian, selanjutnya saya emoh binti ogah. Ketika bapak saya kembali mengajak ikut pengajian, saya serta merta mengutarakan banyak alasan. 

Intinya saya nggak mau lagi ikut pengajian. Kenapa? Apakah ada pengalaman tidak menyenangkan saat saya menghadiri pengajian. Yup, betul. Apa yang terlintas di pikiran saya ketika mendengar kata pengajian? Tak salah lagi, saya langsung mengkonotasikan istilah pengajian dengan  sederet hal-hal yang tidak menyenangkan; ngantuk, boring, nggak paham, de el el.

Etapi, itu  bukan hal mutlak ya. Karena satu dua kali saya juga merasa enjoy ikut pengajian. Intinya tergantung dari pematerinya. Ada ustadz yang bikin saya boring binti bosan. Ada juga cara penyampaiannya yang membuat saya penasaran dan terus mendengarkan.

Dulu saya sempat berpikir begini; ngapain ke pengajian kalau datang hanya untuk ngantuk n tidur di shaf belakang. Ngapain datang ke pengajian kalau hanya untuk melawan rasa boring dan pura-pura mendengarkan. Ngapain datang ke pengajian kalau apa yang kita dapat hanya secuil. Apalagi kalau kita tidak paham dengan materinya hanya gegara pemateri tidak komunikatif dalam menyampaikan materinya di pengajian. Saat itu saya mikir, ada hal yang lebih efektif dibanding menghadiri pengajian. Saya berkesimpulan lebih baik baca buku, majalah islam yang sarat dengan ilmu-ilmu keislaman. Lebih efektif dan efisian.

Tidak perlu buang-buang waktu dan tenaga hadir ke pengajian jika ilmu bisa kita dapatkan sekali duduk santai dengan buku/majalah islam di tangan yang isinya nggak jauh beda atau bahkan lebih keren dari materi pengajian. Karena jujur saja, saya tipe orang yang susah nangkep  n paham dengan mendengarkan. Saya lebih gampang paham dengan membaca dan media visual.

Tapi seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa ada beberapa keutamaan yang tak bisa saya dapatkan dari buku. Ada beberapa fadilah yang ternyata hanya bisa kita dapatkan dari majlis pengajian. Apa itu?
ketika saya membaca buku keislaman, saya mendapatkan ilmu yang banyak, tapi saya tidak mendapatkan pahala dari perjalanan saya ke majlis ilmu. Padahal antum-antum udah pada tahu kan haditsnya (saya percaya pembaca udah pada pintar J) bahwa malaikat menaungi orang-orang yang datang ke majlis ilmu. Dan seluruh makhluk mendoakannya.

Ketika saya membaca buku keislaman saya tidak mendapatkan keutamaan jabat tangan sesama muslim. Pdahal kalau di pengajian biasa kita berjabat tangan dengan sesama jamaah pengajian dan saling menyapa satu sama lain. Selain kita terkesan tidak kuper (walaupun gaul dengan bapak-bapak n kakek-kakek juga nggak kenapa-napa keles), kita juga bisa mempererat tali ukhuwah islamiyah. Ada disebutkan dalam salahsatu hadits sahih bahwa ketika dua orang bertemu dan saling berjabat tangan, maka berguguranlah dosa-dosa keduanya. (tapi salamannya bukan yang beda jenis ya J)

So, saya tidak lagi malas datang ke kajian. Tak peduli ustadznya siapa dan materinya apa, kajian tetap saya datengin. Sayang banget kalau seandainya keutamaan-keutamaan yang ada harus pergi begitu saja bukan? Dan tentu saja, baca buku/majalah islam juga tidak saya tinggalkan. Plus nonton video keislaman dari youtube atau televisi. Semuanya berjalan beriringan.

Maka, keutamaan thalabul ilmi banyak kita dapatkan. Pahala-insya allah- selalu datang bejibun. Asal benar niatnya aja, bisa jadi ada yang datang ke kajian karena pengen lihat si doski. Bisa jadi. Etapi, kebanyakan kajian pake hijab antara cowok n cewek. Jadi, niatnya yang lurus, pahala pun datang secara mulus. Yuuk ngaji! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version