View Full Version
Sabtu, 15 Apr 2017

Peradaban Gemilang dengan Sistem Pendidikan yang Paripurna

Oleh: Nailil Inayah (Alumni Pascasarjana  Uiversitas Negeri Surabaya)

Polemik kebijakan Ful Day School (FDS) masih belum usai menuai pro dan kontra dari masyarakat, namun pemerintah tetap berencana segera melaksanakan FDS ini dengan nama Pendidikan Penguatan Karakter (PPK). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ,Muhadjir Effendy  melalui konsep yang digagas ini mengharapkan PPK dapat menjadi solusi bagi orang tua sekaligus sebagai sarana pembentukan karakter bagi anak di sekolah melalui penambahan pelajaran budaya atau agama.

Dalam hal ini, staf ahli komnas pendidikan, Andreas, menyatakan bahwa pemerintah harus benar-benar melakukan kajian yang komprehensif dengan data yang akuntabel sebelum menjalankan program tersebut, termasuk penjabaran materi dan persiapan yang matang agar dapat mencapai target. Sebab, jika tidak demikian konsep PPK hanya akan menjadi beban bagi pendidik dan peserta didik serta menambah kelelahan sehingga tidak dapat menghasilkan output generasi yang berprestasi secara multidimensi (www.Kompasiana.com).

Menyikapi gagasan FDS ataupun PPK, seyogyanya pemerintah lebih jeli dalam memahami akar persoalan atau penyebab mendasar dalam sistem pendidikan di negara ini. Jika yang dibidik adalah karakter anak yang semakin hari semakin buruk, maka perlu dianalisa kembali faktor mendasar yang menjadi penyebabnya.  Anak-anak dan remaja merupakan bagian dari keluarga yang memerlukan pengawasan dari orang tua.

Kontrol dari orang tua yang semakin rapuh dikarenakan sibuk bekerja siang-malam sehingga melupakan kewajiban utamanya untuk mendidik anak-anak maka tentulah kapitalisme yang menjadi biang kerok sehingga para orang tua sebagai korban dari sistem kapitalis ini harus berprinsip untuk mencari kekayaan materi sebanyak-banyaknya dengan tanpa disadari mereka melupakan tugas dan tanggung jawabnya terhadap hak pendidikan anak-anak mereka. Demikian juga perilaku anak yang saat ini begitu jauh dari nilai-nilai agama ternyata merupakan buah dari sekulerisme yang memisahkan aturan agama diterapkan dalam kehidupan, sehingga terjadi pergaulan-pergaulan yang tidak semestinya yang berujung pada kerusakan moral dan kehancuran generasi muda.

Dengan menilik secara mendalam akar permasalahan atas persoalan pendidikan ini maka FDS atau PPK bukanlah menjadi solusi yang tepat karena persoalan ini hanya dapat dipecahkan dengan dikuburkannya kapitalisme sekuler yang menjadi prinsip hidup di negara kita saat ini. Solusi permasalahan pendidikan dan karakter yang diperlukan adalah adanya sistem pendidikan yang holistik dan paripurna.

 

Kurikulum Sistem Pendidikan Paripurna

Sistem pendidikan yang paripurna merupakan kunci kesuksesan sebuah peradaban. Berbicara sistem pendidikan bukan sekedar mengenai kemampuan pendidik dan peserta didik, tetapi meliputi seluruh tatanan pengajaran hingga pembentukan kepribadian seseorang sampai terbentuk sosok individu yang berkualitas. Sistem pendidikan yang baik tidak cukup hanya mampu menghasilkan lulusan yang berprestasi secara akademik maupun non akademik kemudian menjadi staf di perusahaan ternama.

Sistem pendidikan yang baik hendaknya memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memahami hakikat kehidupan dan keilmuan, mendapatkan pengalaman yang berharga, berkesan pada pemikiran sehingga terbentuklah kesadarannya. Inilah yang disebut sebagai penguatan karakter yang sesungguhnya dalam dunia pendidikan.

Arah pendidikan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup suatu bangsa. Jika suatu bangsa menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan (liberalisme) maka arah pendidikannya condong kepada sekulerisasi. Ini berarti bahwa aspek pendidikan dipisahkan dari aspek keagamaan, karena keimanan membatasi kebebasan. Sementara sistem pendidikan tanpa didasari aspek agama bagaikan satu kaki yang pincang sehingga tidak dapat berjalan dengan benar, sehingga banyak sekali pelajar berprestasi tapi amoral, depresi, perilakunya menyimpang dan sebagainya.

Indonesia sendiri telah mencantumkan dalam Undang-Undang Pasal 31 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang... “. Demikian pula disebutkan dalam Pasal 31 ayat 5 yang menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia” (www.wikipedia.com).

Sejatinya, sistem pendidikan yang mampu menjalankan amanat Undang-undang tersebut hanyalah sistem pendidikan di dalam Islam. Sistem pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang mendasarkan pada aqidah dan keimanan, serta mengintegrasikannya dengan keilmuan. Apabila kita melihat pada sejarah kegemilangan peradaban di masa lalu sesungguhnya akan kita dapati ilmuwan-ilmuwan polimatik yang dihasilkan dari sistem pendidikan Islam.

Para ilmuwan seperti al-Khawarizmi (matematika), Ibn al-Haitsam (“Bapak Optik”), Ibn al-Nafis (fisikawan), Ibn Sina (fisikawan/kedokteran), Ibnu Hazm (filosof), Ibn Khaldun (sejarahwan dan sosiolog), al-Ghazzali (teolois), Jabir Ibnu Hayyan (“Bapak Kimia) dan ar-Razi (ahli kimia) dan lainnya adalah sebagai bukti keluasan wawasan dalam berbagai bidang ilmu. Islam tidak membuat dikotomi antara sains dan teknologi dengan ilmu akhirat.

Kurikulumnya mencakup ilmu-ilmu Islam tentang al-Quran dan hadis sebagai dasar bagi ilmu-ilmu alam seperti matematika, kedokteran, geometri, astronomi, seni dan bahasa Arab. Sejarah membuktikan penemuan-penemuan terbesar terjadi pada abad kegemilangan ini. Armstrong (2002) mencatat, “Muslim scholars made more scientific discoveries during this time than in the whole of previously recorded history.” [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version