View Full Version
Selasa, 29 Aug 2017

[Cerpen] Dibalik Sebuah Kerikil

Oleh: Silvi Puja Sari

“Kenapa mah?” tanya Aini saat mendapati Ibunya serius berbincang dengan Haris pamannya. Sarah tersenyum tipis tak bisa menceritakan apa yang ia ketahui barusan.

Aini tersenyum tat kala mendengar semua ceritanya dari paman Haris. Tinggal beberapa hari lagi acara pertunangan akan berlangsung. Akan tetapi berita itu datang tanpa diundang. Santi atau tantenya Aini ternyata marah besar dengan pertunangan itu. Ia marah kepada Ari anaknya. Karena menjodohkan Ahmad dengan Aini yang notabennya adik sepupu, bukan dengan adik kandungnya sendiri.

Sarah hanya bisa terdiam, menunggu keputusan yang akan dilontarkan anaknya. Ia sedih melihat raut wajah Aini yang sendu. Sarah tahu bahwa Aini mulai menyimpan rasa terhadap Ahmad.

“Ya sudah mah. Sekarang beritahu kak Ari, Aini belum siap menikah. Aini mau fokus kuliah dulu” ucap Aini kepada Ibunya dengan senyum yang merekah. Seraya pamit untuk masuk kekamar. Tapi Sarah tahu bahwa itu hanyalah alasan, alasan untuk membuatnya kuat. Sarah hanya bisa menatap punggung Aini yang semakin menjauh, terhalang pintu.

“Trus umi ngapain masuk kekamar? Nangis ya mi?” tanya Aisy penasaran dengan kelanjutan cerita orang tuanya. Aini hanya bisa mencubit pipi Aisy, gemas. Ia tak menyangka diumur anaknya yang masih belia, baru 6 tahun sudah menanyakan hal yang tak terduga.

“Umi gak nangis ko. Waktu itu umi kebelet pengen kekamar mandi” jawab Aini terkekeh. Seketika membuyarkan semangat.

“Kirain.... Umi ada-ada aja” ucapnya cemberut. Tak tertarik dengan kelanjutan cerita Ibunya.

“Kakak ko duduknya ngejauh dari Umi sih?” terheran melihat anaknya kini duduk menjauh darinya.

“Engga! Kakak pengen deket sama Abi aja” ucap Aisy mencari alasan, sambil memeluk lengan Ervan. Membuat Aini tersenyum kembali melihat tingkah anaknya yang sedang merajuk.

“Aisy. Gak booleh begitu sama Umi” goda Ervan sambil mengelus kepala Aisy.

“Oh iya. Terus kenapa sekarang Umi bisa sama Abi?” tanya Aisy baru teringat. Ia kembali duduk mendekati Aini dengan antusias. Seperti mendapat ilham.

“Abi itu dulunya kakak kelas Umi waktu SMA. Abi itu orangnya dingin, cuek, kaku lagi” jawab Aini sambil melirik Ervan yang sedari tadi membaca buku. Seketika membuat Aisy mengangguk, petanda mengerti dengan mulut berbentuk bulat.

Kini Aisy tak bersuara lagi, membuat keheninganpun menyeruak kedalam sana. Aini mengelus puncak kepala anaknya, ia sangat bersyukur dengan semua keadaan yang sekarang. Allah melepaskan apa yang telah kita genggam bukan untuk mengambilnya. Itu karena Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik lagi. Aini tak menyangka dengan skenario yang telah ia lalui. Semua akan indah pada waktunya. Semua akan mekar pada saatnya. Dan pada saat itulah memang momen yang paling tepat.

“Tapi Umi tetep suka kan sama Abi? Dingin-dingin gimana gitu?” protes Ervan tak terima. Membuyarkan semua klise Aini yang berputar cepat dikepalanya. Aini melirik Ervan yang sedang tersenyum menang

 “Iya sedingin Es balok Bi. Keras” sanggah Aini menambahkan.

“Emhh. Tapi hati Umi tetep melehkan? Abikan pangeran es yang selalu dikejar-kejar” jawab Ervan tak mau kalah. Aisy tersenyum melihat tingkah laku kedua orang tuanya. Ia hanya melihat tak mau mengganggu.

Aini terdiam, memang itu benar adanya. Dari dahulu memang Aini sudah menyukai Ervan. Seperti kebanyakan temannya yang lain. Tak hanya tampan dan pintar, ia sangat berbakti kepada orang tua dan gurunya. Dan karena sikap dinginnya itulah yang membuat Ervan semakin menarik.

“Ikh Abi Narsis” celetuk Aisy akhirnya. Membuat semua orang yang ada disana tersenyum. Kebahagiaan bukanlah diukur seberapa banyak uang yang dimiliki ataupun seberapa besar rumah yang kita tinggali. Kebahagiaan hanyalah hal sederhana, ia akan muncul disaat seseorang menerima dengan keadaannya.

Untuk engkau yang masih sendiri. Mungkin kalian pernah bertanya. Mengapa dia menjauh? Jawaban yang tepat adalah “Karena kau berdoa pada Allah agar diberikan yang terbaik, dan dia bukanlah orangnya”. Percayalah. Allah menyayangimu dengan cara-cara terbaiknya. Meski belum tentu baik menurutmu. Ia akan membuatmu tercengang dengan skenarionya. Tak ada skenario yang lebih indah dari pada skenario Allah. [syahid/voa-islam.com]

 


latestnews

View Full Version