View Full Version
Rabu, 20 Dec 2017

Kala Hawa Nafsu Disebut Cinta

Oleh: Ana Nazahah

Membahas masalah cinta emang tiada habisnya, selalu menarik meski yang disimak adalah kisah tragisnya.

Seperti baru-baru ini, jagat maya dihebohkan dengan ikrar cinta  seorang mahasiswa kepada pujaan hatinya. Gak taggung-tanggung nembaknya di depan umum plus pengeras suara. Biar romantis sih katanya.

Jagat maya juga sudah sering menyuguhkan kepada kita berita anak ingusan yang bikin geleng-geleng kepala.  Masih SD  sudah punya panggilan sayang 'ayah bunda'. Kalah pula nih sama kita tante-tantenya, hadeuuh. Yang lebih miris, ada banyak sekali kasus kekerasan bahkan pembunuhan berlatar belakang asmara.  Kasus bunuh diri pun sudah tak asing di telinga kita. Naudzubillahi min zaalik.

Masih ingat kasus pembunuhan oleh seorang pemuda di Padang beberapa bulan lalu? Ia mencekik  pacarnya hingga tewas dan membakar tubuhnya untuk menghilangkan jejak. Padahal sang pacar saat itu tengah berbadan dua, anak biologisnya. Sadis!

Sebenarnya di luar sana, masih banyak kasus serupa yang sulit dinalar akal manusia. Dari kisah romantisme 'anak bau kencur' yang bikin kita mengurut dada, sampai kisah cinta berbau anyir darah bernuansa petaka. Semua itu 'katanya' bermula karena cinta.

Aduhai apa itu cinta? Kenapa di balik sejuta manis yang ditoreh pada kisah dua insan yang menjalin kasih, tersimpan luka dari sembilu berbisa?

Benarkah ini semua gara-gara cinta? Atau hanya asumsi manusia yang mengkambinghitamkan cinta atas hawa nafsunya saja?

Kiranya jawaban Rasulullah SAW kepada sahabat Umar bin Khatab bisa menjawab pertanyaan 'apa itu cinta',  saat Umar ra mengatakan, "Ya Rasulullah aku mencintaimu seperti mencintai diriku sendiri."

Bukannya  senang, Rasulullah malah menegur  dengan berkata, "Cinta padaku harus berada di atas cinta pada semua manusia.  Sedang cinta pada Allah mutlak di atas cinta pada segala mahluk-Nya."

Ya, itulah arti cinta yang Islam ajarkan kepada kita. Cinta dan benci harus bermuara pada ketaatan, karena cinta tertinggi adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Karena cinta adalah takwa, maka jelas cinta yang selama ini kita puja tak lebih adalah hawa nafsu yang rendah dari roman picisan yang memabukkan saja. Firman Allah swt :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (Al-Baqarah : 165).

Allah telah menyebutkan betapa agung dan sucinya cinta. Sungguh tidak pantas bagi kita merampas kehormatan cinta dengan tuduhan hina, hanya untuk melanggengkan hawa nafsu kita bermaksiat kepada-Nya.

Lalu apa kabar mereka yang menuhankan hawa nafsunya atas nama cinta? Firman Allah SWT :


الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ

“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az-Zhuhmar : 67).

Berhentilah mencontoh roman picisan yang dipuja-puji Barat. Kisah Romeo dan Juliet itu bukan budaya Islam, kisah keduanya justru lambang perzinahan.

Jadi plis, bilang stop bagi yang coba-coba ngajak pacaran, jangan langsung klepek-klepek dulu deh. Sekalipun dia bilang "aku mencintaimu karena Allah". Modus itu, maksiat dengan embel-embel cinta.

Pun dalam perkara pinangan, juga jangan terburu-buru jawab mau. Cek dulu shalat dan ibadah lainnya. Pastikan dia orang yang siap mengarungi bahtera rumah tangga dalam takwa, yang karenanya menjadikan kita pemilik salah satu rumah di Surga.

Hidup kita terlalu berharga jadi pastikan dihabiskan bersama orang-orang, yang dengannya kita saling mencintai karena Allah, yang mau belajar bersama dalam taat. Dia yang menawarkan cinta yang menjadikanmu semakin dekat dengan-Nya. Keep spirit dan salam hijrah. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version