View Full Version
Ahad, 12 Aug 2018

Polemik Pernikahan Dini

Oleh: Azrina Fauziah (Aktivis Mahasiswa, Tim Penulis “Pena Langit”)

Membicarakan pernikahan, hmm.. sepertinya hal yang tak habis untuk dibicarakan. Segala pernak-pernik pernikahan pun begitu istimewa. Muda-mudi yang sedang mabuk cinta tak habis tuk memimpikannya.

Apalagi kalau masih berumur sekolah atau kuliah. Terkadang terbawa perasaan saat menerima pesan sosmed dari sang pujaan. Mungkin inilah yang dirasakan oleh salah satu pasangan muda dari tapin kalimantan selatan.

Remaja yang beinisial A (14) dan I (15) melangsungkan pernikahan pada pertengahan bulan juli lalu. Pernikahan mereka ini membuat geger dunia anak indonesia. Mereka memutuskan menikah pada umur yang masih sangat belia, A (14) sebagai laki-laki normal merasa jatuh cinta kepada I (15) hingga pergi di malam hari untuk menemui sang pujaan hatinya itu.

Karena kebiasaannya kelayapan, pada akhirnya A yang masih berusia 14 tahun dan lebih muda dari I menyampaikan niatnya yang baik untuk menikahinya sehingga terhindar dari perzinahan dan perasangka buruk tetangga.

Pada awalnya KUA Binuang menikahkan mereka, namun ditengah perjalanan yang baru berjalan beberapa hari, KUA Binuang menyatakan bahwa pernikahkan tersebut tidaklah sah. Jika ditanya alasan membatalkan pernikahan ialah karena pernikahan dini tersebut telah melanggar hukum UU. lalu bagaimana dengan pandangan islam?

Naluri nau’ atau rasa kasih sayang sejatinya merupakan fitrah dalam tiap diri makhluk hidup termasuk manusia yang disampaikan oleh Allah SWT sebagai sebaik-baiknya penciptaan. Wajar jika seorang laki-laki dan perempuan saling mencintai tanpa harus melihat perbedaan umur, suku, bahasa, dan keberagaman budaya.

Islam memandang pernikahan merupakan sebuah solusi untuk memecahkan permasalahan sepasang manusia yang saling mabuk asmara. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Saya belum pernah melihat solusi untuk dua orang yang saling jatuh cinta, selain nikah” (HR. Ibnu Majah 1847, Mushannaf Ibn Abi Syaibah 15915 dan dishahihkan Al-Albani).

Lalu bagaimana jika muda mudi yang saling jatuh cinta ini masih berumur belia untuk memutuskan menikah? 

Sejatinya islam tidak pernah mematok dan membatasi berapa umur sang calon pengantin. Ukuran kedewasaan dalam islam bisa dilihat dari usia baligh, dimana sang anak yang telah tumbuh besar kini telah mengalami kematangan dalam hormon tubuh, akal yang telah dapat membedakan benar dan salah serta taklif hukum syara’ yang telah dibawanya menjadikanya harus siap untuk bertanggung jawab dalam segala aktivitas yang ia lakukan termasuk untuk memilih menikah disaat umurnya masih sangat belia.

Islam membentuk para muda mudinya sejak kecil dalam tempaan tsaqofah islam serta penerapannya juga diaplikasikan dalam aktivitas sehari-hari, mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat sesuai dengan ketentuan syara’, melarang ikhtilat serta khalwat, lalu melarang segala tontonan yang merangsang syahwat.

Hal demikian menunjukkan bahwa Islam justru mengalihkan naluri kasih sayang mereka kepada lawan jenis, agar tidak terdorong untuk diekspresikan, mereka akan termotivasi untuk lebih giat lagi belajar menuntut ilmu khususnya ilmu agama yang akan memecahkan permasalahan hidupnya.

Namun bukan berarti menafikkan pernikahan dini oleh beberapa orang, justru ketika sang anak telah merasa ia siap menikah maka yang perlu dipastikan ialah niat yang hendak ia capai. Menikah tentu butuh modal bukan? Selain niat yang lurus yaitu menginginkan ridho Allah serta terhindar dari fitnah. Maka yang diperlukan ialah ilmu serta financial bagi seorang pria karena kewajiban menafkahi dibebankan kepadanya.

Perppu perkawinan yang membatasi umur usia penikahan merupakan salah satu polemik bangsa ini. bagaimana tidak? Sebab hakikatnya pernikahan dini dalam islam justru diperbolehkan.

Namun karena melanggar UU maka pernikahan dianggap tidak sah dan batal. Seolah menjadikan pernikahan menjadi sulit untuk dilaksanakan. Padahal kita tau fakta dilapang, remaja dalam sistem sekuler ini telah banyak yang jatuh pada pergaulan bebas. Akibatnya banyak gadis-gadis remaja yang hamil terlebih dahulu dan memilih untuk menikah.

Selain pergaulan yang bebas, pendidikan yang didapat juga tak seberapa untuk mengarahkan kematangan pribadi sang murid. Melahirkan generasi yang hanya sekedar hafal ilmu tanpa output yang jelas dan melahirkan generasi yang tak mampu hidup mandiri dalam mengarungi kehidupan fana ini.

Media masa pun tak luput masuk sebagai sarana yang memberikan banyak informasi, baik positif maupun negatif. Wajar jika para remaja saat ini tak mampu bijak mengolah informasi, apalagi tanpa adanya upaya penghapusan konten porno.

Maka sejatinya pengaturan pembatasan usia pernikahan bukan lah solusi untk menekan angka pernikahan dini namun perlunya kita untuk evalusi benarkah sistem yang kita gunakan sekarang? Mungkin perlunya kita akan sistem yang tepat yang sesuai dengan fitrah manusia, sistem yang idel  yang dapat menyelesaikan polemik yang kompleks tersebut. Waallahu’alam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version