View Full Version
Kamis, 22 Nov 2018

Membangun Sistem Pendidikan Cemerlang di Era Milenial

Oleh: Rospala Hanisah Yukti Sari

(Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Matematika UNY)

Dunia pendidikan merupakan tonggak bagi sebuah peradaban. Peran pendidikan dalam membangun generasi yang unggul dan berkualitas dengan bekal ilmu dan takwa sangat diperlukan dalam membangun peradaban yang gemilang.

Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan suatu sinergi dalam institusi sekolah, masyarakat dan negara.

Sinergi yang dimaksud yaitu dengan bersama-sama mendidik siswa atau anak untuk mencapai insan yang cerdas dan mulia. Salah satu institusi yang berperan dalam mencapai tujuan tersebut adalah sekolah.

Sekolah memiliki fungsi dalam penguasaan IPTEK dan membentuk kepribadian Islam. Dengan demikian, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk mencapai hak tersebut. Aktivitas pembelajaran hendaknya dalam suasana kondusif.

Dalam arti interaksi antara guru dan siswa diharapkan dapat saling menghormati satu sama lain serta memahami hak dan kewajiban masing-masing. Namun faktanya, baru-baru ini telah terjadi tindakan candaan yang berlebihan antara guru dengan murid di Kendal, Jawa Tengah (TribunJateng, 2018).

Kejadian tersebut bermula dari reaksi dari guru atas candaan siswa, yang berujung kepada tindakan candaan yang cukup berlebihan sehingga terkesan guru “bertengkar” dengan siswa. Seharusnya, kejadian ini tidak terjadi, mengingat seharusnya guru bersikap lebih tegas kepada siswa yang melakukan tindakan yang kurang sopan terhadap guru.

Kejadian ini telah terjadi berulang kali. Semestinya hal ini menjadi perhatian dari umat, praktisi maupun penguasa untuk berupaya mencegah terulang kembali. Selain itu, penerapan sistem pendidikan berbasis kapitalis dengan prinsip 4 kebebasan (perilaku, pendapat, beragama dan kepemilikan) inilah menjadi biang keladi dalam menciptakan kondisi pendidikan yang sekuler-hedonis. Sistem kapitalisme yang berlandaskan kepada akidah sekulerisme telah memisahkan agama dari kehidupan.

Akibatnya, pelajaran agama dan akhlak diajarkan di sekolah hanya sekedar ilmu, bukan untuk dipraktikkan ataupun dijalankan. Akibatnya, Perilaku antara siswa maupun guru sulit untuk dikontrol, sehingga sangat rentan membuat “pertengkaran” diantara mereka.

Selain itu, lemahnya sistem pendidikan juga disebabkan karena lemahnya 4 pilar yaitu disfungsi keluarga, kontrol masyarakat, pendidikan kapitalistik dan penguasa yang abai.

Pertama, lemahnya fungsi keluarga, dimana terjadi disfungsi dari masing-masing anggota keluarga. Dalam sistem kapitalis ini, yang dihimpit oleh kesulitan ekonomi, telah membuat terjadinya disfungsi keluarga. Orang tua disibukkan dengan mencari nafkah, sehingga minim dalam memberikan waktu, kasih sayang, perhatian, pendidikan akhlak dan ilmu agama.

Kedua, lemahnya kontrol masyarakat yaitu lemahnya aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar karena adanya sikap individualis dan hedonis. Ketidakpedulian mulai dialami masyarakat. Masyarakat cenderung menggunjingkan pelaku maksiat daripada menasihatinya. Alhasil, generasi muda terabaikan dan masyarakat diam terhadap kemaksiatan.

Ketiga, pendidikan kapitalistik yang memandang pendidikan dari segi materi akhirnya membentuk peserta didik yang cerdas dalam IPTEK namun minim kepribadian. Kurikulum disusun untuk memenuhi kebutuhan pasar, sehingga hanya mengutamakan aspek pengetahuan dan keterampilan.

Keempat, penguasa yang abai terhadap perilaku generasi membuat peserta didik berbuat sesukanya. Serta membiarkan nilai-nilai barat meracuni pemikiran anak-anak dan membiarkan sistem kapitalis diterapkan.

Dalam islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah SWT. Kemuliaannya disebabkan karena ilmu yang dikaruniakan oleh Allah SWT dapat menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Selain itu, guru tidak hanya mendidik dari segi penguasaan IPTEK saja, namun juga mendidik muridnya agar cerdas secara spiritual yakni memiliki kepribadian Islam.

Dalam sistem pendidikan Islam, landasan yang utama adalah akidah. Akidah islam berkonsekuensi atas ketaatan kepada syariat Islam. Hal ini berarti tujuan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terkoneksi dengan keta’atan pada syariat Islam.

Kurikulum yang diterapkan kepada peserta didik yatu ada 3 hal yakni kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan penguasaan IPTEK. Selain itu, untuk mendapatkan output pendidikan yang optimal, maka pendidikan tidak hanya berfokus pada institusi pendidikan saja semisal perguruan tinggi atau sekolah.

Tetapi juga integrsi seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul yaitu sinergi antara keluarga, masyarakat dan sekolah yang mengajarkan kepribadian islam, tsaqofah islam dan IPTEK.

Dengan demikian, akan tujuan pendidikan seperti membentuk generasi yang cerdas dalam IPTEK, berkepribadian islam, berakhlak mulia dan berjiwa pemimpin. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version