View Full Version
Selasa, 08 Aug 2023

Di Dunia, Waktu Terbatas Tak Pantas Malas

 

Oleh: Umi Hanifah

Kaget, seakan tidak percaya mendapat kabar saat sahabat taat telah berpulang ke rahmatullah. Akhir yang menguntungkan, istiqomah mengukir karya terbaik demi tersebarnya rahmat ke seluruh penjuru bumi sampai akhir hayat. Selamat jalan saudaraku, semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat terbaik dan terindah, surga.

Hidup memang hanya sebentar, senang dan sedih silih berganti semua hanya sekejab. Sedang kematian adalah kepastian bagi makhluk yang bernyawa, bila waktunya tiba maka tidak bisa di majukan atau diundur sesaatpun. (TQS Al-A’raf 34). Tidak ada yang kekal, dari tidak ada kemudian diciptakan selanjutnýa akan tidak ada lagi, kembali pada yang mengadakan yaitu Allah SWT.

Maka jabatan setinggi apapun, harta yang melimpah, keturunan yang menyenangkan, rumah dan kendaraan mewah, pengikut yang banyak hakikatnya adalah sementara. Sungguh rugi jika sewaktu di dunia mengejar yang sementara, dan melupakan kehidupan yang kekal selamanya yaitu akhirat.

Sebagaimana sahabat Hanzalah ra yang tak menyia-yiakan waktu sekedar menikmati malam pertama pengantinnya. Demi mendengar seruan jihad, secepat kilat ia tinggalkan madu dunia untuk maju menghadang, melesat, menerjang hingga bisa membunuh musuh sampai ia sendiri terbunuh. Kematian terindah sebagai syahid, sedang tempat kembalinya adalah surga tertinggi tanpa hisab.

Begitulah gambaran manusia mulia, cerdas dengan senantiasa berpikir, bahwa perbuatannya saat ini harus membawa keberuntungan buat kehidupan selanjutnya. Bukankah manusia adalah makhluk mulia dibandingkan dengan makhluk yang lain? Yaitu karunia akal. Kenikmatan akal sudah selayaknya dijadikan manusia merenung, menimbang serta dijadikan pembeda  mana yang baik dan buruk sebelum melakukan aktivitas.

Namun sayang, kehidupan dalam sistem yang jauh dari aturan llahi saat ini yaitu sekularisme membuat manusia panjang angan-angan dan malas. Mereka mengira bisa hidup seribu tahun lagi, hingga tak peduli apakah yang dilakukan benar atau salah. Seakan besok masih ada kesempatan, padahal waktu terbatas maka tak pantas malas untuk berbuat yang bermanfaat buat bekal di akhirat.

Fenomena menumpuk kekayaan walau dengan korupsi, mencuri, menipu, mark up laporan dan lainnya sudah biasa terjadi. Mereka rela melakukan apa saja demi ambisi duniawi, tak peduli lagi yang dilakukan menyakiti dan manzalimi. Yang lebih ngeri lagi, pemimpin hari ini banyak berjanji untuk mensejahterakan rakyat, namun ternyata janji tak mereka tepati.

Mereka malas mengurusi keperluan rakyat, namun sigap jika terkait dengan oligarki. Rakyat harus berjuang keras mencari sesuap nasi, di saat yang sama para pemimpin hidup sejahtera dan sering berpesta pora. Rakyat tetap gigit jari di tengah para pemimpin sibuk kontestasi dengan berbiaya super tinggi.

Sudah saatnya meninggalkan sistem yang menjadikan manusia tak peduli hari esok, malas dan panjang angan-angan. Menuju sistem yang diwariskan Rosulullah saw, yaitu lslam kaffah yang terbukti tegak menjadi mercusuar dunia selama 13 abad.

Para pemimpin dan manusia menjalani kehidupan dengan kesadaran bahwa dunia adalah ladang menanam, tidak ada kata malas dalam merawatnya. Karena sungguh tidak akan dapat memanen bagi mereka yang malas menyemainya, hanya kerugian dan penyesalan tiada akhir yang ada. Orang cerdas pasti memilih untuk hidup bahagia selamanya dibanding secuil kesenangan sementara di dunia saat ini, dengan bersegera melaksanakan kataatan total terhadap perintah-Nya. Allahu a’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version