View Full Version
Rabu, 27 Aug 2014

Bocoran Wikileaks Menjelaskan Cara Kaum Neolib Bekerja

Jakarta (voa-islam.com) - Namun sejak dekade 1990-an neoliberal ini bekerja dengan cara menggeser isu korupsi menjadi alat ekspansi kapitalisme. Selain itu dia juga menganggap reformasi kebijakan dan pembangunan hanyalah modus untuk memperkuat cengkeramannya.

"Sejak 90-an, neolib menggeser isu korupsi menjadi alat ekspansi kapitalisme. Tentang strategi reformasi kebijakan dan pembangunan institusi  modus baru neokolonialisme. Info-info kayak gini kan menjelaskan pada kita bagaimana sih persisnya mereka bekerja," katanya kepada Aktual.co, Senin (5/5).
 
Ketua Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan menganggap bocoran wikileaks  menjelaskan bagaimana kaum neoliberalisme bekerja di Indonesia. Dia menceritakan kalau keberadaan kaum neoliberal ini sudah ada sejak Presiden Soeharto berkuasa.
 
Seperti diketahui, laporan wikileaks dengan kode 06JAKARTA5420_a  memuat kronologis disasarnya Hadi oleh Amerika Serikat. Tiga hari sebelum keluarnya keputusan pencopotan Hadi, Sri Mulyani sudah mengatakan kepada perwakilan donor Amerika Serikat di Indonesia bahwa akan ada pergantian pejabat di sektor pajak. Hal ini salah satu respon Sri Mulyani Indrawati atas keluhan investor Amerika atas kepemimpinan Hadi.
 
Setelah memastikan Presiden SBY menyetujui pencopotan Hadi, Sri Mulyani terbang ke Amerika. "21 April 2006 pengumuman (pencopotan) dilakukan saat Sri Mulyani ke Washington DC untuk pertemuan musim semi tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional ( IMF )," demikian dikutip dalam kawat diplomatik rahasia itu.
 
Pada pertemuan di Washington itu Sri Mulyani mengungkapkan adanya kegagalan dalam menjalankan program yang direkomendasikan donor. Terutama dalam administasi pajak. Sri kemudian didesak untuk perubahan besar.
 
"Masyarakat donor telah mendesak dia (Sri Mulyani Indrawati) untuk "menandai gerakan besar" memberangus Hadi Pornomo yang akan meyakinkan modal dan dukungan yang lebih besar," kata laporan diplomatik itu, seperti tertuang dalam dokumen.
 
Sehari setalah tiba dari kunjungan ke Amerika Serikat Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 26 April 2006 melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo. Selain itu juga melantik  Anwar Suprijadi, dan Ahmad Fuad Rahmany masing-masing sebagai, Dirjen Bea Cukai, dan Kepala Bapepam-LK dengan Keputusan Presiden RI Nomor 45/M tahun 2006 tanggal 20 April 2006.
 
Dokumen itu juga mengungkapkan sehari setelah pelantikan Sri Mulyani kembali melapor ke utusan Amerika Serikat.
 
"Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kepada kami  pada 27 April 2006 bahwa mengganti tiga Dirjen sebagai langkah pertama ," tulis dokumen rahasia itu.
 
Dalam sambutanya Sri Mulyani meminta pejabat yang dilantik untuk mengoptimalkan teknologi informasi agar meminimalisasi kontak antara wajib pajak dan petugas pajak. Selain itu Sri Mulyani juga meminta agar pejabat baru menjalankan visi ganda yakni pelayanan pajak dan bea cukai serta penegakan hukum.
 
Seperti diketahui kemudian visi penegakan hukum ini dilakukan oleh Darmin dengan menyetujui investigasi atas kewenangan yang dilakukan Hadi selama menjabat. Melalui kerja Inspektorat Pajak, Hekinus Manao ditemukan penyimpangan pada pengabulan keberatan pajak PT BCA,Tbk. Kewenangan inilah yang kemudian menyeret Hadi sebagai tersangka yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
Namun agaknya visi penegakan hukum tidak dilakukan Darmin saat terjadi skandal pajak yang dilakukan oleh  petugas pajak Gayus Halomoan Tambunan. Saat itu Gayus diketahui melakukan penyimpangan pajak terhadap 151 perusahaan. Setidaknya ada 6 perusahaan raksasa asal Amerika yang menjadi pasien Gayus berdasarkan data Bareskrim Polri.
 
Yakni Chevron Indonesia Company dan PT Chevron Oil Products Indonesia, PT Ford Motor Indonesia, PT McDermott Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, dan PT Dowell Anadrill Schlumberger. Darmin, Hekinus dan Sri Mulyani tidak menindaklanjuti temuan itu. Demikian juga dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
Sri dan Hekinus kemudian dipromosikan sebagai Direktur Pelaksana dan Direktur Eksekutif di Bank Dunia. Lantas kenapa Darmin tidak segarang ketika meminta Sri Mulyani menungkap data pajak Bank BCA. Jawabanya akan hadir dalam artikel berikutnya.
Mantan anggota DPR RI, Mukhammad Misbakhun mempertanyakan ikut campurnya IMF dan Bank Dunia terkait pergantian Hadi Poernomo sebagai Dirjen Pajak.

Hal itu diungkapkan oleh Misbakhun terkait data yang diiungkap oleh Wikileaks bahwa AS, IMF dan Bank Dunia ikut campur dalam pergantian Hadi Poernomo oleh mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Menurut Misbakhun, untuk mengganti Dirjen Pajak yang merupakan pejabat setingkat eselon 1 merupakan kewenangan langsung seorang Menteri. Saat itu Menteri Keuangannya adalah Sri Mulyani. Apalagi Dirjen Pajak ada di bawah kewenangan langsung Menteri Keuangan.

"Artinya Hadi Poernomo itu bawahan langsung Ibu Sri Mulyani. Kenapa untuk menggantikannya harus menunggu rekomendasi dari bank dunia dan IMF segala? Kalau asumsinya kawat diplomatik yang dibocorkan oleh Wikileak benar adanya. Lalu, Apa relevansinya bank dunia dan IMF ikut campur dalam urusan pergantian jabatan eselon 1 seperti dirjen pajak yang saat itu dijabat oleh Hadi Poernomo," kata Misbakhun kepada aktual.co, Jakarta, Senin (5/5).

Ia menambahkan, Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat seharusnya urusan mutasi seorang pejabat adalah kewenangan penuh seorang menteri dan presiden.

"Kalau sampai ada intervensi bank dunia dan IMF maka itu menunjukkan bahwa kedaulatan bangsa ini telah digadaikan oleh pemilik kekuasaan karena membiarkan bangsa Indonesia di intervensi," ujar caleg terpilih dari Partai Golkar itu. [aktual/sukardjito]

latestnews

View Full Version